Yogyakarta, 19 September 2023 – Tahun ini, Departemen Ilmu Komunikasi Universitas Gadjah Mada berkesempatan menjadi tuan rumah dalam rangkaian acara Dies Natalis Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik yang ke-68. Untuk membuka rangkaian acara tersebut, diselenggarakan Pidato dan Seminar Pembukaan bertajuk “Pemilih Cerdas untuk Pemimpin Indonesia Masa Depan”. Acara tersebut diselenggarakan secara luring pada Selasa (19/9) di Auditorium Mandiri Fisipol UGM. Hadir sebagai pembicara dalam sesi talkshow yaitu Rizal Mallarangeng, Founder Freedom Institute; Ismail Fahmi, Founder Drone Emprit & Media Kernels Indonesia; serta Hermin Indah Wahyuni, Guru Besar Departemen Ilmu Komunikasi (DIKOM) Universitas Gadjah Mada dan dimoderatori oleh Nyarwi Ahmad, Dosen DIKOM UGM.
Sebagai negara yang menjunjung tinggi nilai-nilai demokrasi, masyarakat sebagai pemilih memiliki peran yang penting karena merekalah yang menjadi penentu dalam pemilu. Para pembicara setuju bahwa kecerdasan pemilih merupakan hal yang mutlak. Terlebih, sebentar lagi kita akan disambut dengan Pemilihan Umum (Pemilu) pada 2024 nanti.
Menurut Hermin, terdapat beberapa hal penting yang dibutuhkan untuk menjadi seorang pemilih cerdas. Pertama, informasi. Informasi merupakan hal yang sentral dalam pemilu karena ekosistemnya dapat menentukan kualitas pemilu. “Saat ini, yang terjadi dalam ekosistem informasi kita adalah misinformation dan missed information,” jelas Hermin. Misinformation merujuk pada konotasi intensional, sedangkan missed information merupakan informasi yang tidak sengaja terlewat. Lebih lanjut, Hermin juga menjelaskan bahwa di tengah-tengah keriuhan informasi yang ada saat ini, terjadi pula too many resonance sekaligus too little resonance. “Ada hal-hal penting yang seharusnya beresonansi, tetapi tidak kita respons,” tambah Hermin.
Kedua, rasionalitas. Setelah hiruk-pikuk dalam ekosistem informasi, kita membutuhkan adanya rasionalitas. Bagi Hermin, pemilih cerdas adalah pemilih yang memahami makna dari memilih. Namun, tidak cukup sampai disitu saja, kita juga harus mengaktivasi keagensian yang kita miliki. “Setiap dari kita adalah agen, tetapi tidak setiap dari kita memutuskan untuk datang dan memilih yang kira-kira paling tepat,” ungkap Hermin. Lebih lanjut, kita juga harus memiliki rasionalitas akan alasan memilih calon tertentu. Hal tersebut berarti para pemilih membutuhkan kecerdasan dalam mengkontekskan hal esensial yang dibutuhkan negara ini.
Lantas, bagaimana kita dapat menjaga rasionalitas publik? Hermin merujuk pada filsuf asal Jerman, Jurgen Habermas, bahwa salah satu cara untuk menjaga rasionalitas adalah dengan menata ulang kembali struktur komunikasi publik yang ada. “Saat ini terjadi reduksi refeodalisasi public sphere, apa betul media sosial merupakan ciri public sphere yang sehat?” kata Hermin. Menurut Habermas, yang merusak struktur komunikasi publik adalah kapitalisme yang digerakkan oleh pasar dan opini publik yang dimanipulasi dan rekayasa sosial yang makin masif melalui media baru. Hal tersebut ditunjukkan oleh adanya fenomena-fenomena buzzer serta influencer yang muncul dengan semakin berkembangnya media baru. “Mari kita jaga komunikasi publik, karena dengan (komunikasi publik) yang robust dan kuat, kita bisa berdiskusi dengan lincah mengenai apa yang kita butuhkan tanpa intervensi-intervensi,” tegas Hermin.
Selain informasi dan rasionalitas, dua hal yang juga penting untuk dipertimbangkan yaitu teknologi digital dan literasi digital.
Penulis: Septania Rizki Mahisi