• Tentang UGM
  • FISIPOL UGM
  • Pusat IT
  • Perpustakaan
  • Riset
  • Webmail
  • DigiLib Center
  • Bahasa Indonesia
    • Bahasa Indonesia
    • English
Universitas Gadjah Mada Departemen Ilmu Komunikasi
Fakultas Ilmu Sosial dan Politik
Universitas Gadjah Mada
  • Tentang DIKOM
    • Sekapur Sirih
    • Sejarah
    • Visi dan Misi
    • Struktur Departemen
    • Staf
      • Dosen
      • Administrasi
      • Laboran
    • Fasilitas
  • Program Studi
    • Program Sarjana
      • Reguler
      • Internasional
    • Program Pascasarjana
      • Magister Ilmu Komunikasi (S2)
      • Doktor Ilmu Komunikasi (S3)
  • Aktivitas
    • Pengabdian
    • Data Penelitian
    • Publikasi
    • Ikatan Alumni
  • Unit Pendukung
    • Jurnal Media dan Komunikasi
    • DECODE
    • Laboratorium DIKOM
    • Jaminan Mutu
  • Beranda
  • Berita
  • hal. 2
Arsip:

Berita

Rilis Berita Kuliah Tamu “Dr. Camilo Caicedo Berikan Kuliah Tamu Mengenai Bercerita di Era Konvergensi Media di Departemen Ilmu Komunikasi UGM”

Berita Rabu, 11 Oktober 2023

Dokumentasi Kuliah Umum “Storytelling in The Age of Media Convergence”

Yogyakarta, 13 September 2023 – Departemen Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Gadjah Mada mendatangkan Dr. Camilo Sol Inti Soler Caicedo sebagai dosen tamu dalam kelas bertajuk “Storytelling in the Age of Media Convergence”. Camilo sendiri merupakan dosen yang fokus pada budaya, media, dan industri kreatif di King’s College London sekaligus seorang antropolog dan penari. Kelas tersebut diselenggarakan pada Rabu (13/9) secara luring di FISIPOL UGM dan dipandu oleh Gilang Desti Parahita, Dosen DIKOM UGM.

Saat membuka kelas, Camilo memperlihatkan sebuah video berisi kumpulan bentuk, seperti lingkaran dan segitiga serta beberapa garis, yang saling bergerak tanpa pola yang beraturan. Dari video sederhana tersebut, muncul berbagai interpretasi di benak para peserta kelas. “Luar biasa bagaimana kita bisa menebak apa yang terjadi hanya dengan melihat beberapa garis bergerak. Kita melihat perilaku, yaitu berupa garis yang bergerak, dan kita mengasumsikan bahwa mereka memiliki maksud tertentu,” jelas Camilo. Melalui video tersebut dan asumsi yang tercipta, kita dapat melihat bagaimana hal-hal kecil yang bisa jadi tidak memiliki arti tertentu dapat membentuk sebuah cerita. Menurut Camilo, memang sudah menjadi kecenderungan manusia untuk mengasumsikan bahwa terdapat karakter dengan tujuan atau maksud tertentu yang pada akhirnya mengkreasikan sebuah cerita. 

Camilo menyampaikan bahwa terdapat tiga elemen dalam bercerita. Pertama, cerita dan bagaimana cerita itu disampaikan. Antropolog telah lama mencari jawaban atas ada atau tidaknya cara-cara universal dalam bercerita. Untuk menjelaskan hal tersebut, Camilo juga memperkenalkan pentingnya mitos dalam sebuah cerita. “Mitos memiliki kecenderungan untuk mempertunjukkan kejadian-kejadian luar biasa. Kejadian luar biasa tersebut biasanya merupakan call-to-action yang bagus karena berhubungan dengan pengalaman-pengalaman personal,” jelas Camilo. Hal tersebutlah yang menyebabkan audiens, penonton, maupun pembaca dapat merasa terhubung dengan cerita-cerita di media. 

Kedua, karakter serta bagaimana mengkreasikan sebuah karakter. Terdapat dua pendekatan dalam menyusun karakter, yaitu dengan mendesain archetypes dan dengan mendesain persona. “Carl Jung memiliki gagasan bahwa terdapat cara-cara subconscious dalam melihat karakter,” jelas Camilo. Gagasan Jung kemudian menjadi basis dari pendekatan pertama yang bersifat teoritis. Sedangkan, mengkreasikan karakter dengan mendesain persona bersifat lebih empiris karena dibuat berdasarkan riset atau survei. 

Terakhir, maksud atau tujuan serta bagaimana mereka bekerja. “Intention bekerja seperti sihir,” ungkap Camilo. Camilo menjelaskan bahwa kejadian-kejadian yang sulit dipercaya dalam kehidupan kita dapat dijelaskan melalui asumsi akan adanya agensi yang bersifat intensional. Misalnya, ketika kita sedang mengobservasi sebuah karya seni, kita cenderung memikirkan mengenai makna dibaliknya. “Hal tersebut berarti kita mengasumsikan bahwa seseorang mencoba membuatnya memiliki maksud tertentu,” jelas Camilo. Hal yang sama juga berlaku dengan bercerita. Karya yang baik memiliki kemampuan untuk memicu asumsi kita akan adanya intensi, maksud, atau tujuan tertentu. 

Penulis: Septania Rizki Mahisi

Rilis Berita Kuliah Umum “DIKOM UGM Gelar Kuliah Umum Bahas Tantangan Industri Surat Kabar Hadapi Perkembangan Teknologi”

Berita Jumat, 29 September 2023

Prof. Dr. Hamedi Mohd Adnan dari Department of Media and Communication Studies University of Malaya dalam Kuliah Umum DIKOM “Press in Malaysia”

Yogyakarta, 1 September 2023 – Program Sarjana Departemen Ilmu Komunikasi Universitas Gadjah Mada menyelenggarakan kuliah umum bertajuk “Press in Malaysia” dalam rangka kelas Pengantar Media Kreatif dan Jurnalisme. Hadir dalam kegiatan tersebut yaitu Prof. Dr. Hamedi Mohd Adnan dari Department of Media and Communication Studies University of Malaya yang diundang sebagai dosen tamu. Kuliah umum ini dilaksanakan pada Jum’at (1/9) secara luring di FISIPOL UGM serta dimoderatori oleh Jusuf Ariz Wahyuono, Dosen Departemen Ilmu Komunikasi UGM.

Dewasa ini, teknologi berkembang kian pesat dan membawa dampak bagi berbagai sektor industri. Industri media cetak tidak lepas dari pengaruh tersebut. Sebagaimana disampaikan oleh Prof. Hamedi, terdapat perubahan dalam cara generasi muda mengkonsumsi berita. “Generasi muda kebanyakan membaca berita melalui media sosial,” ungkapnya.  Sebagai imbas dari perubahan tersebut, sirkulasi media cetak kian hari kian menurun jumlahnya. Hal tersebut terjadi di Malaysia, di mana jumlah surat kabar yang dahulu mencapai lebih dari 100, kini hanya tersisa 37. 

Lebih lanjut, Prof. Hamedi juga berpendapat bahwa berita bukan lagi menjadi produk utama surat kabar. “Produk utama surat kabar bukan lagi berita, tetapi jenama atau brand,” jelasnya. Tak hanya produk yang berubah, konsumen surat kabar pun turut berubah. Kini, jenama tidak hanya dijual kepada pembaca tetapi juga kepada pengiklan atau advertisers. Hal tersebut menjadi signifikan karena iklan juga merupakan salah satu sumber keuntungan surat kabar. Meskipun demikian, mencari keuntungan melalui iklan kini menjadi semakin sulit. “Iklan juga bermasalah karena pengiklan lebih suka beriklan di platform lain, iklan di surat kabar sudah tidak efektif,” ujar Prof. Hamedi.

Perkembangan teknologi jelas merupakan suatu tantangan yang harus dihadapi oleh industri surat kabar. Diperlukan adaptasi serta cara-cara baru agar surat kabar dapat tetap bertahan dan  memperoleh keuntungan. Prof. Hamedi mengakui hal tersebut memanglah sukar. Pasalnya, menurut Prof. Hamedi belum ada industri surat kabar yang dapat sepenuhnya beradaptasi dengan perkembangan teknologi, bahkan surat kabar di Amerika Serikat sekalipun.

Dengan situasi yang ada, sulit untuk memprediksi masa depan industri surat kabar. Meskipun demikian, Prof. Hamedi berpendapat bahwa surat kabar masih tetap penting untuk dipertahankan karena masih adanya segmen pembaca yang lebih memilih media cetak daripada media digital. Oleh karena itu, pelaku industri surat kabar harus pintar dalam melihat dan mengambil peluang agar tetap relevan, terutama peluang yang ditawarkan oleh internet.

Prof. Hamedi menyampaikan beberapa hal yang dapat dilakukan oleh industri surat kabar untuk merespons tantangan di tengah-tengah gempuran teknologi. Industri surat kabar dapat menawarkan versi digital dengan format dan pendekatan yang baru serta menarik. Selain itu, aspek pemasaran serta distribusi juga harus diperhatikan dengan seksama, termasuk dengan melakukan aktivasi media sosial. Meskipun masa depan industri surat kabar tidak dapat diprediksi, Prof. Hamedi berpendapat bahwa hal tersebut bukan berarti akhir dari surat kabar konvensional. Dirinya juga berpendapat bahwa surat kabar memiliki kualitas-kualitas tertentu yang dapat membantu untuk bertahan apabila dimanfaatkan dengan baik.

Rilis Berita Diskoma “Memaknai Gaya Flexing Pejabat Publik di Media Sosial, Magister Ilmu Komunikasi UGM Gelar Diskusi”

Berita Jumat, 21 Juli 2023

Desi Dwi Prianti, S.Sos., M.Comn., Ph.D, Dr. Wisnu Martha Adiputra, S.I.P., M.Si, Nurjannatin Aliya Albani Tanjung, JBI Akrim Ilma Mufidah. Dalam Diskoma Edisi 7.

Yogyakarta, 27 Juni 2023– Program Studi Magister Ilmu Komunikasi Universitas Gadjah Mada menyelenggarakan Diskusi Komunikasi Mahasiswa (Diskoma) edisi 7. Diskusi kali ini mengangkat topik tentang “Pemaknaan Atas Ekspresi Pejabat di Media Sosial”. Diskusi diselenggarakan secara virtual dan menghadirkan dua pembicara dari kalangan akademisi yaitu Desi Dwi Prianti, S.Sos., M.Comn., Ph.D (Dosen Ilmu Komunikasi Universitas Brawijaya) dan Dr. Wisnu Martha Adiputra, S.I.P., M.Si, (Dosen Ilmu Komunikasi UGM). Acara tersebut dipandu oleh Nurjannatin Aliya Albani Tanjung (Mahasiswa Magister Ilmu Komunikasi UGM). 

Berdasarkan jajak pendapat terbatas di kalangan mahasiswa yang dilakukan oleh tim peneliti Diskoma, sebanyak 83,6% dari 55 responden menjumpai banyak pejabat publik yang melakukan flexing di media sosial. Hal ini dapat dilihat dengan banyaknya pejabat yang memamerkan harta, mengenakan barang dan berpenampilan mewah. Sebanyak 63% responden berpendapat bahwa pejabat publik yang sering flexing patut diduga melakukan tindak pidana korupsi. Perilaku ini pun dinilai tidak etis. 

Menurut Desi Dwi Prianti, S.Sos., M.Comn., Ph.D selaku Dosen Ilmu Komunikasi Universitas Brawijaya, flexing ini mengindikasikan mental “minder” (rendah diri). Kondisi mental ini merupakan warisan penjajah. Dengan mengaitkan

fenomena ini dengan teori post-kolonialisme, Desi berpendapat bahwa kolonialisme di Indonesia menciptakan mental inlander. Menurutnya, “penjajah Belanda sengaja menciptakan stratifikasi ras dan mendikotomi satu identitas dengan identitas yang lain untuk tujuan politik”. Pada masa itu, pejabat publik seperti Soekarno lebih memilih mengenakan setelan baju jas bergaya militer begitu pun dengan Sutan Sjahrir dengan kaos polonya. Gaya berpakaian ini bukan berarti bergaya kebarat-baratan atau pun flexing, namun sebagai bentuk self-empowerment. 

“Berbeda dengan sekarang, pejabat publik yang sering melakukan flexing di media sosial, kebanyakan bertujuan untuk menunjukkan eksistensinya dan mendapatkan validasi sosial. Mereka menggunakan media sosial untuk membangun representasi tertentu. Sayangnya, representasi ini tidak terkait dengan kinerjanya dalam melayani publik melainkan pamer kekayaan”, tambah Desi. 

Sementara itu, Dr. Wisnu Martha Adiputra, S.I.P., M.Si, menjelaskan bahwa flexing ini bukan saja dilakukan oleh sejumlah pejabat publik, namun juga dilakukan oleh kalangan selebriti dan tokoh-tokoh publik. Pejabat melakukan flexing sebagai bentuk komunikasi politik untuk menunjukkan identitas diri dan mendapatkan pengakuan tertentu di masyarakat. 

Menyikapi fenomena flexing para pejabat publik ini, kedua pembicara sepakat agar para pejabat lebih menunjukkan hasil kerjanya di media sosial daripada flexing. 

Siaran lebih lengkap dapat ditonton melalui YouTube Dikom UGM

Rilis Berita Diskoma “Perempuan Kerap Menjadi Sasaran Objektifikasi di Media Sosial, Magister Ilmu Komunikasi UGM Selenggarakan Diskusi Publik”

Berita Rabu, 10 Mei 2023

Dewanto Samodro, M.I.Kom. dan Dr. Dian Arymami, S.I.P., M.Hum. dalam Diskoma Edisi 6

Yogyakarta, 6 Mei 2023 – Program Studi Magister Ilmu Komunikasi Universitas Gadjah Mada kembali menyelenggarakan diskusi komunikasi mahasiswa atau Diskoma Edisi ke 6 yang mengangkat topik “Objektifikasi Perempuan di Media sosial”. Diskusi diselenggarakan secara virtual pada hari Sabtu siang (6 Mei 2023). Dalam diskusi ini Diskoma menghadirkan narasumber Dewanto Samodro, M.I.Kom (Dosen Ilmu Komunikasi UPN Veteran Jakarta) dan Dr. Dian Arymami, S.I.P., M.Hum (Dosen Ilmu Komunikasi UGM). Diskusi dipandu oleh Muhammad Dimas Audi Nurapraja (Mahasiswa Magister Ilmu Komunikasi UGM).

Berdasarkan studi yang dilakukan oleh tim peneliti Diskoma, diketahui bahwa objektifikasi perempuan semakin marak ditemukan di media sosial. Hal ini dapat dilihat masih banyaknya akun media sosial seperti @ugmcantik, @uiicantikganteng, dan @uny_cantik yang masih menjadikan perempuan sebagai bahan objektifikasi. Objektifikasi perempuan berarti perempuan sebagai objek bebas untuk dipandang, dinilai, dan juga dinikmati tanpa mempertimbangkan pendapat si pemilik tubuh. Persoalan ini tentu merupakan bentuk kesewenang-wenangan dan merugikan perempuan. 

Dr. Dian Arymami, S.I.P., M.Hum, yang menekuni kajian media dan budaya, mengatakan “Objektifikasi perempuan justru dilakukan oleh diri sendiri dan bukan oleh orang lain. Ini dapat diamati dari semakin banyaknya foto-foto yang diunggah oleh pemilik akun media sosial yang menonjolkan tubuh secara berlebihan dan ini menjadi perdebatan yang terus menerus terkait bagaimana membedakan antara objektifikasi dan kesukarelaan”. Jelasnya jika kita berbicara tentang media sosial saat ini, konten itu menjadi sebuah medium untuk mendapatkan penghasilan. Sehingga seorang wanita dapat secara sadar dan sukarela mengobjektifikasi dirinya untuk kepentingan ekonomi. 

Dampak objektifikasi antara lain, perempuan kerap mengalami ketidaknyamanan dan ketidakpuasan terhadap apa yang dimilikinya saat ini dan tubuhnya, serta ketakukan terhadap penilaian publik. Hal tersebut berpotensi memengaruhi mental dan psikologisnya, yang dapat mengakibatkan depresi. 

Sementara itu, Dewanto Samodro, M.I.Kom mengungkapkan “Objektifikasi tidak selalu terjadi pada perempuan namun tak jarang juga laki-laki menjadi korban objektifikasi. Kalau pada laki-laki, objektifikasi terjadi pada idola, sementara pada perempuan, objektifikasi lebih bersifat umum.” 

Menanggapi hal ini, kedua pembicara sepakat, perlunya perempuan memiliki kendali atas tubuh mereka agar tidak menjadi objek bagi orang lain.

– SELESAI – 

 

Siaran lengkap dapat dilihat melalui: https://www.youtube.com/live/3nmtynP53XA?feature=share 

Narahubung: 0821 7246 9932 (Atikah Luthfiyah)

Rilis Berita Festival Ajisaka 2023 “Mewujudkan Keadilan Gender Melalui Festival Ajisaka UGM 2023”

Berita Rabu, 10 Mei 2023

Screening Kreasi Insan Sinema – Candradimuka, Festival Ajisaka UGM 2023

 

Communication Talkshow bertajuk “Objektifikasi Perempuan dalam Framing Berita: Masih Adakah Ruang Aman bagi Perempuan di Media?” – Candradimuka, Festival Ajisaka UGM 2023

 

Pemberian Penghargaan Malam Puncak – Candradimuka, Festival Ajisaka UGM 2023

 

Malam Puncak dan Penutupan – Candradimuka, Festival Ajisaka UGM 2023

Festival Ajisaka UGM 2023

Sukses dengan rangkaian acara Festival Ajisaka UGM 2020+ secara daring, Departemen Ilmu Komunikasi Fisipol UGM kembali menggelar acara Festival Ajisaka UGM 2023 secara luring pada 10 dan 11 Maret 2023 di Fisipol UGM. Tahun ini, festival nasional yang diikuti mahasiswa-mahasiswi dari berbagai kampus di Indonesia ini mengangkat tema besar Gender Equity bertajuk Agnia Abhipraya (Pembawa Cahaya Pengharapan). Berangkat dari keresahan akan kurangnya sikap dan pemahaman terhadap keadilan gender di Indonesia salah satunya dalam platform digital, diharapkan melalui acara ini dapat turut meningkatkan kesadaran akan perilaku Kekerasan Berbasis Gender Online (KBGO) yang masih marak terjadi. Penggunaan tagline Satukan Suara Kita Setara juga membawa makna kesetaraan di Indonesia. Rangkaian acara Festival Ajisaka UGM 2023 antara lain adalah workshop sebagai bagian dari pre-event, roadshow, kompetisi, serta rangkaian acara Candradimuka yang terdiri dari pembukaan, bedah karya, screening, pameran, communication talkshow, dan malam puncak. 

Kompetisi sebagai rangkaian utama acara Festival Ajisaka UGM 2023 dilaksanakan dengan 5 (lima) mata lomba yang dapat diikuti untuk berkreasi sebagai salah satu agent of change bagi permasalahan ini. Mata lomba tersebut yakni Nakula (penelitian), Kresna (perfilman), Arjuna (jurnalistik), Sadewa (periklanan), serta Prahasta (kehumasan). Total terdapat 153 tim dari 39 universitas seluruh Indonesia dengan 150+ karya yang telah dikumpulkan oleh Insan Kreatif.  Setiap lomba digawangi oleh juri berkompeten di bidangnya dengan latar belakang dosen dan praktisi dan didistribusikan dengan gender yang setara. Juri-juri ini telah bekerja cermat sehingga karya-karya yang masuk dan memenangkan setiap kategorinya benar-benar terkurasi sesuai dengan kualitasnya. Informasi selengkapnya dapat diakses melalui ajisakaugm.com.

Rangkaian acara puncak Festival Ajisaka UGM 2023 diadakan melalui Candradimuka dilaksanakan selama dua hari yakni 10-11 Maret 2023 di Ruang Seminar Timur Fisipol UGM. Pelaksanaan Candradimuka hari pertama dimulai dengan upacara pembukaan, pameran dan bedah karya, serta screening. Nyarwi Ahmad, Ph.D. selaku Ketua Program Studi Sarjana Departemen Ilmu Komunikasi Fisipol UGM membuka secara resmi acara dan berharap bahwa acara ini bisa menjadi ajang unjuk cipta, rasa, dan karsa sehingga kesadaran terkait topik yang diangkat dapat terus disuarakan. Ia juga berterima kasih kepada seluruh pihak yang mendukung pelaksanaan acara hingga dapat berlangsung sebagaimana harapan bersama. Ketua Panitia Pelaksana Charisma Laksita Hayu Mahasiswi Program Studi Sarjana Departemen Ilmu Komunikasi Fisipol UGM Angkatan 2021 juga berbangga atas pencapaian yang dapat diraih bersama dengan dukungan semua pihak internal dan eksternal. Zainuddin Muda Z. Monggilo, S.I.Kom., M.A., dan Syaifa Tania, S.I.P., M.A. selaku Dosen Pembina Festival Ajisaka UGM 2023 juga turut berbangga atas capaian yang diraih karena acara ini benar-benar mentransformasikan visi dan misi anak muda untuk berkontribusi nyata dalam karya kritis, kreatif, dan etis seperti semangat yang selalu dibawa oleh mahasiswa-mahasiswi Departemen Ilmu Komunikasi Fisipol UGM. Semoga semangat ini bisa menular baik dan berdampak pada topik yang diangkat. 

Pelaksanaan screening bertajuk Screening Kreasi Insan Sinema yang menayangkan karya-karya dari finalis mata lomba Kresna. Selanjutnya, pelaksanaan Candradimuka hari kedua dilaksanakan dengan rangkaian pameran karya, Communication Talkshow bertajuk “Objektifikasi Perempuan dalam Framing Berita: Masih Adakah Ruang Aman bagi Perempuan di Media?”, dan Malam Puncak serta Pesta Festival Ajisaka UGM 2023. Talkshow sebagai salah satu rangkaian penting di hari kedua ini mendatangkan narasumber yakni Dr. Dian Arymami, S.I.P., M.Hum. yang merupakan salah satu dosen Departemen Ilmu Komunikasi UGM dan Kalis Mardiasih yang merupakan penulis dan aktivis isu perempuan. Diskusi berlangsung kurang lebih satu setengah jam dengan pembahasan mengenai objektifikasi dan penyempitan ruang aman di media sosial. Sesi talkshow dan diskusi diisi dengan bahasan seputar upaya menciptakan iklim media yang ramah gender serta inklusif untuk kelompok rentan. Ruang aman di dalam media butuh diperjuangkan oleh setiap orang karena perwujudannya merupakan gerakan yang bersifat kolektif.

Penghargaan

Semua partisipasi dan kerja keras seluruh pihak terlibat dalam rangkaian Festival Ajisaka 2023 dilakukan sebagai upaya langkah awal mewujudkan perubahan khususnya mengenai keadilan gender dan KBGO di masyarakat. Melalui berbagai rangkaian acara lomba dan Candradimuka yang diadakan oleh Festival Ajisaka UGM 2023, diharapkan dapat membantu Insan Kreatif untuk dapat berpikir kritis, merasakan pengalaman dunia kerja, serta dipandu oleh juri berpengalaman sehingga kesempatan mengikuti kompetisi Festival Ajisaka UGM 2023 dapat menjadi ruang belajar dan berkarya yang konstruktif bagi Insan Kreatif Indonesia.

Seluruh rangkaian acara Festival Ajisaka UGM 2023 tidak akan bisa berjalan dengan baik tanpa dukungan berbagai pihak yang turut menyukseskan acara ini, Dekan Fisipol UGM beserta jajarannya, tendik dan laboran fakultas dan departemen, ketua departemen dan prodi, dosen pembina, para juri, para panitia, para peserta. Tak lupa, sponsor dan mitra media yang terlibat. Kepada seluruh sponsor Festival Ajisaka UGM 2023 yakni Anteraja, APPRI, Traveloka, Mangrove Printing, Hotel MM UGM, Explora Digital Printing, Avoskin, Redcomm ID, Perigi Logistics, Primanata Jasa Persada, Yayasan Astra Honda Motor, Buca Kombucha, Pupuk Kaltim, Greentee, Solve Education, Yamie Panda, Nobi Putra Angkasa, Permodalan Nasional Madani, Tavi, Cakap, dan Citra Lestari Catering kami ucapkan terima kasih karena sudah terus mendukung acara ini sampai selesai.

Selanjutnya, tak terlupa ucapan terima kasih kepada mitra media yang turut melancarkan acara ini yaitu Media FISIPOL UGM, BEM FISIP Universitas 17 Agustus Surabaya, BEM FISIP Universitas Sebelas Maret, Hima Ilkom Universitas Padjajaran, BEM FISIP Universitas Brawijaya, FUN Radio 107.8 FM, Magenta Radio 107.9 FM, HIMAKO Universitas Malikussaleh, Jogja Family 100.2 FM, Radio Istakalisa 96.2 FM, Career Development Center FISIPOL UGM, AIESEC in Unila, Himakom UMM, Dema FISIPOL UGM, Crast 107.8 FM, Google Developer Student Club UGM, KOMAKO UGM, Indonesia International Institute for Life-Sciences Student Council, IKOM Universitas Negeri Surabaya, RBTV Asli Jogja, Societo Sineklub, RadioQ 88.3 FM, 180 Degrees Consulting UGM, Srikandi UGM, SKM UGM Bulaksumur, HIMAKOM Universitas Ahmad Dahlan, KOMAKOM Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Inkom Universitas Jenderal Achmad Yani, Raria Media serta IKOM Radio Universitas Muhammadiyah Yogyakarta 107.7 FM, kami ucapkan terima kasih atas kontribusi besarnya untuk kelangsungan acara Festival Ajisaka UGM 2023 dalam upaya pendistribusian informasi.

Sampai jumpa pada Festival Ajisaka UGM berikutnya!

Yogyakarta, 11 Maret 2023

Charisma Laksita Hayu

Ketua Pelaksana Festival Ajisaka UGM 2023

Zainuddin Muda Z. Monggilo, S.I.Kom., M.A.; Syaifa Tania, S.I.P., M.A.

Dosen Pembina Festival Ajisaka UGM 2023

Nyarwi Ahmad, Ph.D.

Ketua Program Studi Sarjana Departemen Ilmu Komunikasi Fisipol UGM 2023

Rilis Berita Diskoma “Banyaknya Peristiwa Sepanjang Tahun, Magister Ilmu Komunikasi UGM Selenggarakan Diskusi Terkait Kaleidoskop Komunikasi Publik Indonesia Tahun 2022”

Berita Kamis, 12 Januari 2023

Dr. Nahria, S.Sos., M.Si., Nyarwi Ahmad, S.I.P., M.Si., Ph.D., Andi Fauziah Astrid S. Sos, M.Si., dan Ferdinandus Jehalut, S.Fil. dalam Diskoma Edisi 5

Yogyakarta, 29 Desember 2022

Program Studi Magister Ilmu Komunikasi Universitas Gadjah Mada menyelenggarakan diskusi komunikasi mahasiswa yang disebut Diskoma Edisi 5 yang membahas berbagai isu komunikasi publik di Indonesia di tahun 2022. Pada diskusi secara virtual ini menghadirkan Dr. Nahria, S.Sos.,M.Si. (Dosen Universitas Muhammadiyah Papua), Andi Fauziah Astrid S. Sos, M.Si (Dosen UIN Alauddin Makassar), Nyarwi Ahmad, S.I.P., M.Si., Ph.D. (Dosen Universitas Gadjah Mada), dan Ferdinandus Jehalut, S.Fil. (Mahasiswa Magister Ilmu Komunikasi UGM).

“Komunikator publik harus selalu adaptif terhadap segala bentuk perubahan akibat perkembangan teknologi informasi dan komunikasi namun tetap mempertimbangkan kondisi sosial, budaya, dan kearifan lokal.” ujar Dr. Nahria, S.Sos., M.Si. selaku Dosen Universitas Muhammadiyah Papua.

Berbagai isu di Indonesia terkait komunikasi publik sering menjadi sorotan. Komunikasi publik sendiri menjadi penanda penting bagi masyarakat demokratis. Dalam komunikasi ini, masyarakat terlibat dalam pertukaran gagasan di suatu ruang publik mendiskusikan permasalahan dan kepentingan umum.

Nyarwi Ahmad, S.I.P., M.Si., Ph.D. selaku Dosen Universitas Gadjah Mada menjelaskan bahwa “Sistem komunikasi publik kita terfragmentasi dan dipahami dengan beragam perspektif.”

Komunikasi publik masih menjadi persoalan di Indonesia. Ruang publik yang seharusnya berperan memfasilitasi komunikasi publik dinodai oleh derasnya arus mis/disinformasi. Tidak berlebihan jika muncul pernyataan “Indonesia darurat hoax” karena persoalan ini memerlukan penanganan serius, terutama di media sosial.

“Pemanfaatan Media sosial sebagai sarana komunikasi publik di era digital, bisa menjadi sehuah solusi yg efisien. Namun, menjadi PR selanjutnya, Bagaimana menciptakan komunikasi publik yg sehat, di era digitalisasi saat ini?” tutur Andi Fauziah Astrid S. Sos, M.Si. selaku Dosen UIN Alauddin Makassar.

Persoalan yang tidak kalah penting, dalam isu-isu publik tertentu, pemerintah tampak gagap dalam melakukan komunikasi publik. Komunikasi publik dalam hal ini berperan dalam memberikan penjelasan kepada masyarakat termasuk melakukan edukasi.

Ferdinandus Jehalut, S.Fil. selaku Mahasiswa Magister Ilmu Komunikasi UGM mengatakan bahwa “Diskursus dan opini publik muncul dari komunikasi dan sentimen kolektif dalam masyarakat sipil. Di sini sangatlah diperlukan untuk mengomunikasikan pesan kepada khalayak secara benar dan menarik.”

Masyarakat mengharapkan pemerintah dan lembaga terkait lebih aktif berkomunikasi dengan publik. Masyarakat mengharapkan pemerintah dan lembaga terkait hadir memberikan penjelasan dan merespon kegelisahan publik.

Tayangan lebih lengkap dapat dilihat melalui kanal YouTube Departemen Ilmu Komunikasi UGM dengan tautan https://youtu.be/XZrcjuyIXc0.

Rilis Berita Diskoma “Komunikasi Krisis Institusi Polri: Pasca Insiden Penembakan Brigadir J”

Berita Selasa, 27 Desember 2022

Diskoma Edisi #4 “Komunikasi Krisis Institusi Polri: Pasca Insiden Penembakan Brigadir J”

Jumat, 21 Oktober 2022

Program studi Magister Ilmu Komunikasi Universitas Gadjah Mada mengadakan Diskusi Komunikasi UGM (Diskoma UGM) edisi keempat mengenai Komunikasi Krisis Institusi Polri : Pasca Insiden Penembakan Brigadir J. Acara dimulai pada Jumat, 21 Oktober pukul 14.00 – 16.00 melalui aplikasi Zoom. Pada diskusi ini, hadir tiga pembicara yaitu Dosen Magister Ilmu Komunikasi UGM, Dr. Muhammad Sulhan, M.Si, Mahasiswa Magister Ilmu Komunikasi UGM, Iqbal Khatami, S.Ikom, dan Ketua Indonesia Police Watch, Sugeng Teguh Santoso, S.H.

Presentasi diawali dengan penyampaian hasil riset mengenai Elaborasi Komunikasi Krisis Polri : Pendekatan Situasional Crisis Communication Theory pada kasus Penembakan Brigadir J yang dibawakan oleh  Harya Rifki Pratama selaku Mahasiswa Magister Ilmu Komunikasi UGM. Presentasi mengangkat dari strategi pihak polri dalam media sosial didominasi dengan justification dan ingrediation. Selanjutnya evaluasi komunikasi krisis Polri dengan menghargai peran komunikasi sebagai alat manajemen selanjutnya fokus pada kebaikan publik daripada menghasilkan keuntungan kelompok dan mencerminkan lingkungan politik di sektor publik.

Diskusi yang dimoderatori oleh Deska Damayanti, S.Ikom diawali oleh Dr. Muhammad Sulhan, M.Si yang melihat kondisi krisis dari sudut pandang ‘Smoldering Crisis’. Beliau menawarkan definisi krisis dari W.T. Coombs bahwa krisis selalu dilihat sebagai sebuah permainan persepsi yang beriringan dengan ekspektasi. “Jadi bagaimana harapan, keinginan, gambaran, pemenuhan keinginan, yang mengacu pada proses perseptual yang ada di pikiran orang di luar organisasi. Dalam bahasa sederhananya, apapun yang dilakukan organisasi jika ia tidak mampu membalik persepsi itu, maka itu akan menjadi kekuatan yang sia-sia”, ucapnya.

Selain itu, beliau menjelaskan tentang tiga jenis besar klasifikasi krisis, yaitu krisis material atau Crisis of the physical world, Crisis of the human climate yang berkaitan dengan logika kepentingan politis lewat kelompok penekan, dan Crisis attributable to management failure yang berkaitan dengan bagaimana manajemen menjadi fokus dalam situasi krisis. Ia juga menjelaskan bahwa institusi yang memberikan pelayanan kepada publik selalu terdapat jurang harapan publik kepadanya.

“Tugas Polri dalam konteks ini seperti yang diamanatkan dalam UU Nomor 2 Tahun 2002, yaitu penegakan hukum, perlindungan, pengayoman dan pelayanan masyarakat. Ini yang terpatri luar biasa. Elemen-elemen ini akan terus dikritisi sepanjang proses institusi ini bergerak. Logicnya tentu saja, eskpektasi tadi, harapan tadi selalu berkaitan kepada fungsi negara yang mendasar, yaitu to protect the people; to save the life; to make rule of law. Jadi bisa dibayangkan ekspektasi seperti apa yang dikecewakan dengan harapan seperti itu”, jelasnya.

Selanjutnya dari Mahasiswa Magister Ilmu Komunikasi UGM, Muhammad Iqbal Khatami, S.Ikom yang mengemukakan hasil riset  tentang Banjir Informasi Dalam Krisis dan Drama Politik Kasus Penembakan Brigadir J. Iqbal menyatakan dalam sebulan terakhir semenjak kasus penembakan Brigadir J kepercayaan publik terhadap Polri menurun karena tidak lepas dari inkonsistensi distribusi isu sedari bergulir hingga saat ini ditambah isu terkait yang menyertainya.

Tak hanya itu, isu dan dinamika politik yang bergulir memperberat tantangan krisis Polri. Krisis yang menyebabkan perubahan mendasar secara tiba-tiba yang membuat komunitas politik diorganisir sebagai bentuk adaptasi terhadap ancaman. Ancaman arus informasi yang dapat dihindarkan mengakibatkan komunikasi publik yang kacau dan perekayasaan di awal kasus.

Iqbal juga menjelaskan bahwa distribusi pemberitaan kasus FS mengalami puncak tertinggi pada tanggal 28 September karena perkembangan berkas perkara dan penetapan tersangka Ferdy Sambo, dan terjadi penurunan tajam pada bulan Oktober karena adanya pemberitaan isu-isu politik lainnya. Dalam pemberitaan kasus FS, pemberitaan banjir dengan informasi negatif dan sedikit berdampak pada persepsi publik terhadap Polri. Selanjutnya ada trending Tiktok dengan sound Dj Goreng-Goreng yang dipadukan dengan video memparodikan gaya Ferdy Sambo berjalan yang merepresentasikan citra Sambo yang berwibawa.

 Presentasi terakhir yang dibawa oleh Ketua Indonesia Police Watch, Sugeng Teguh Susanto, S.H. yang menyatakan bahwa kasus FS diawali dengan adanya Nyonya PC yang menghasut Sambo dan berujung dengan pembunuhan Brigadir J. Selain itu, Sambo merekayasa kasus dengan membohongi banyak lembaga diantaranya Kapolri, Komnas HAM, Komnas Perempuan, dan DPR. Indonesia Police Watch membuat pernyataan diantaranya yaitu mencari tim harta, menonaktifkan Sambo, Obrastion of Justice, otopsi ulang, menjadikan Sambo dan istrinya sebagai tersangka.

IPW menganalisis dengan sistem peradilan pidana dengan menghasilkan analisis respon percaya dan analisis respon tidak percaya. Pada analisis respon percaya  menyatakan sumber Sambo yang wibawa, kuasa, dan jabatan terpercaya. Beliau juga menjelaskan bahwa terdapat adanya prakondisi masif, peredaran uang dan relasi kuasa. Dalam analisis respon tidak percaya, terdapat beberapa kejanggalan, diantaranya pelaku kejahatan diotopsi, TKP yang tidak diberi police line, lima tembakan di tubuh Brigadir J, serta peti mati yang tidak boleh dibuka kepada pihak keluarga karena adanya larangan dari pihak polisi.

Pemaparan yang dibawa oleh tiga narasumber kemudian dilanjut dengan sesi tanya jawab oleh penanya yang berlangsung hangat. Diskusi diakhiri dengan pemberian sertifikat kepada narasumber dan sesi foto bersama.

Rilis Berita Diskoma “Relasi Manusia dan Teknologi di Era Konvergensi Media Digital”

Berita Sabtu, 2 April 2022

Diskusi “Relasi Manusia dan Teknologi di Era Konvergensi Media Digital”

Jumat, 18 Maret 2022

Program Studi Magister Ilmu Komunikasi UGM menyelenggarakan Diskusi Komunikasi Magister UGM (Diskoma UGM) edisi pertama dengan topik “Relasi Manusia dan Teknologi di Era Konvergensi Media Digital”. Diskoma UGM diselenggarakan pada hari Jumat, 18 Maret 2022, pukul 15.00-16.30 WIB secara daring melalui platform Zoom dan YouTube Livestream.

Pada diskusi ini, hadir tiga pembicara yaitu Prof. Dr. Phil. Hermin Indah Wahyuni., M.Si sebagai Dosen dan Guru Besar Program Studi Magister Ilmu Komunikasi UGM, Jalu Wisnu Wirajati, S.E., M.I.Kom sebagai Vice President Content/Strategy Skor Indonesia, dan Moch. Taufik Hidayatullah, S.Ikom sebagai mahasiswa Program Studi Magister Ilmu Komunikasi UGM. Pun, berlaku Dyah Seruni Rizqiana, S.I.P. sebagai MC dan Traju Nila Balqist, S.I.Kom. sebagai moderator. 

Diskusi diawali oleh Prof. Dr. Phil. Hermin Indah Wahyuni dengan materi Humanitas Digital dalam Konvergensi Media. Mengangkat isu budaya konfergensi, beliau merujuk pada buku Convergence Culture karya Henry Jenkins. “Ide konvergensi seharusnya tidak dipahami hanya sebagai sebuah proses teknologi yang menyatu pada multiple media function within the same devices. Tetapi, konvergensi merepresentasikan pergeseran budaya customer karena kemudian customer didorong untuk mencari informasi baru dan make connection dari konten media yang beragam.” ucapnya.

Untuk menjelaskan konvergensi media secara mendalam, ia memaparkan pemikiran para ahli dengan beragam sudut pandang. Mulai dari Ithiel de Sola Pool yang menggambarkan konvergensi sebagai sebuah kekuatan yang membuat garis batas antar media semakin kabur; Pierre Levy yang menyebutkan kata kunci collective intelligence dalam konvergensi; George Gilder dengan pendapat konvergensi bisa menghilangkan media yang sebelumnya; Mizuko Ito yang melihat karakteristik konvergensi dari cerita-cerita sosial mulai dari kehidupan, hubungan, memori, fantasi, hasrat yang mengalir melintasi saluran media; dan pelaku industri yang menyebut terma extension, synergy, dan franchise untuk mendorong industri media merangkul konvergensi. 

Beralih pada topik manusia dan teknologi, beliau menyebut filsafat teknologi Heidegger dan Don Ihde. Digambarkan kesadaran akan pengaruh teknologi yang sangat kompleks, di mana kemudian filsafat mempertanyakan hakikat teknologi. Pun, ia melanjutkan dengan pemikiran Neil Postman sebagai media pesimist, juga Faustian Bargain yang menyebut teknologi selalu menghadirkan potential deal with the devil. 

Bertentangan dari pandangan sebelumnya, Negroponte, seorang media optimist percaya bahwa sisi gelap teknologi tidak dapat dihindari namun juga tidak perlu dikhawatirkan. Dari perspektif sains, teknologi, dan masyarakat, dibayangkan pula bagaimana teknologi dapat menyumbangkan kebaikan di masyarakat. Terakhir, disebutkan pula digital humanities dengan dua gelombang; digital humaniora dan humaniora digital. 

Beralih pada konvergensi dalam refleksi autopoesis, beliau mendefinisikan autopoesis sebagai satu sistem yang mempercayai bahwa semua sistem memiliki kodenya masing-masing. Dibutuhkan kemampuan adaptif dalam bentuk zona interpenetrasi, pengembangan struktur ganda dari dua atau lebih sistem.

Melanjutkan poin sistem autopoesis “Sui generi” konvergensi dua sistem, beliau menuturkan “Saya melihat bahwa akan lahir cara merespon yang sangat khas, berbasis konteks yang berbeda-beda, merujuk pada orientasi diri dan kebutuhannya sendiri-sendiri.” “Komunikasi sebagai refleksi dari dimensi sosial akan mengangkat problem-problem yang muncul dari praktik konvergensi dua atau lebih sistem.” tambahnya. Dengan empat poin penutup terkait konvergensi, beliau mengakhiri pemaparan Humanitas Digital dalam Konvergensi Media. 

Diskusi kedua dilanjutkan oleh Moch. Taufik Hidayatullah, S.Ikom yang membahas tentang Konvergensi Media, Aktivitas dan Ruang Selama Masa Pandemi Covid-19. Beliau menyoroti relasi penggunaan media konvergen di tengah menguatnya kultur konvergensi, sebuah dinamika konvergensi berlapis di era pandemi dalam konteks bekerja dari rumah.

Ia berangkat dari riset-riset pandemi Covid-19 dan perilaku penggunaan media digital. Hasil temuan menyatakan pandemi Covid-19 secara kondisional menciptakan situasi yang mengharuskan orang-orang terhubung secara daring dengan media-media digital. 

Membahas digital media multitasking, ia menuturkan, “Ketika pandemi terjadi, maka orang-orang dikondisikan untuk semakin intensif menggunakan media digital yang notabene juga media konvergen.” Kemudian, ia melanjutkan, “kebiasaan digital media multitasking terbentuk karena media bersifat konvergen dan digital dan sifat media inilah yang membentuk bagaimana perilaku manusia sebagai penggunanya dalam konteks relasi dengan media tersebut.” Lebih lanjut, ia membahas pengondisian digital media multitasking yang berlangsung terus menerus dan menjadi tradisi yang melanggeng sehingga menimbulkan pewajaran yang disebut sebagai digital habit prevalence.

Temuan terkait konsekuensi dari penggunaan media konvergen menjadi topik lanjutan. “Temuan-temuan ini kian memperkuat asumsi awal saya bahwa sejatinya, penggunaan media konvergen akan mengonstruksi perilaku lanjutan, yakni, bentuk-bentuk konvergensi lainnya.” ungkapnya. Bentuk konvergensi tersebut mencakup konvergensi ruang dan konvergensi aktivitas. Beliau juga memberikan pemaparan singkat terkait faktor penyebab pengguna media konvergen terisolasi, pola penggunaan media konvergen, serta dampak penggunaan media konvergen di masa pandemi Covid-19. 

Sebagai penutup uraiannya, ia menyimpulkan, “Konvergensi media di masa pandemi Covid-19 memiliki daya dan kekuatan untuk membentuk, menata, maupun mengkonstruksi kehidupan kita yang notabene menggantungkan hajat hidup dari fasilitas-fasilitas media konvergen, dengan memunculkan konvergensi ruang dan konvergensi aktivitas dalam kehidupan sosial yang ternyata merujuk pada keadaan di mana diri kita ini terisolir dari lingkungan, komunitas, dan kehidupan sosial.”

Diskusi ketiga dibuka oleh pembicara Jalu Wisnu Wirajati, S.E., M.I.Kom sebagai Vice President Content/Strategy Skor Indonesia yang akan mengangkat tentang Konvergensi Media bukan cuma Pindah Platform. Pada awal pemaparan, ia membahas tentang transformasi media Skor Indonesia di era konvergensi media. Beliau menyebut perubahan-perubahan yang terjadi mulai dari pembentukan media dengan nama Harian TopSkor, berubah menjadi TopSkor.id, dan kemudian menjadi Skor Indonesia hingga kini. 

Menjelaskan konvergensi media Skor Indonesia, ia mengungkapkan “Konvergensi dilakukan tanpa menghilangkan nilai-nilai penting dari media sebelumnya,” merujuk pada karakteristik artikelnya yang in-depth, hanya saja melalui tampilan dan medium yang berbeda. 

“Selera pasar selalu berubah sehingga media selalu dituntut untuk adaptif tiap perubahan yang terjadi di pasar,” tuturnya ketika menjawab tantangan kompetisi digital. Ia melanjutkan pula bahwa penggunaan Google Trends dan Google Analytics diperlukan untuk melihat kebutuhan audiens. 

Berbicara mengenai pencapaian media Skor Indonesia, ia menyebut bahwa kini, Skor Indonesia bukan hanya media olahraga, melainkan platform digital olahraga. Lebih lanjut, ia memaparkan bahwa selain sebagai media, Skor Indonesia pun berkembang menjadi agensi marketing. 

Menyikapi konvergensi yang ada, beliau menyampaikan inovasi lanjutan Skor Indonesia. “Konten harus interaktif dan bersifat engaging dengan audiens yang lebih besar. Dalam konvergensi media kita tidak bisa hidup sendiri, harus ada networking. Yang terpenting, ada konvergensi dari sisi struktural media.”

Topik konvergensi media diakhiri dengan pemaparan dari Jalu Wisnu Wirajati. Setelah sesi tanya jawab dan diskusi hangat dari penonton dan pembicara, diskusi Relasi Manusia dan Teknologi di Era Konvergensi Media Digital oleh Diskoma UGM resmi ditutup.

Reporter: Putri Devina Dyani

Rilis Berita Pengukuhan Profesor Dr. Ana Nadhya Abrar, M.E.S

Berita Selasa, 15 Maret 2022

Melalui ajaran Bang Abrar di dalam kelas, memahami lebih dalam dunia jurnalisme bukan lagi perkara sulit. Bang Abrar tak henti untuk selalu mengingatkan pentingnya jurnalisme terhadap kehidupan, sebagaimana jurnalisme memegang peran kunci sebagai jembatan informasi bagi masyarakat. 

Hari Kamis, 10 Maret 2022, menjadi momen membahagiakan bagi segenap keluarga DIKOM. Dosen Ilmu Komunikasi Universitas Gadjah Mada, Prof. Dr. Ana Nadhya Abrar, M.E.S dikukuhkan sebagai Profesor/Guru Besar dalam Kajian Jurnalisme, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik.

Dalam prosesi pengukuhan yang dilaksanakan pada Balai Senat Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, Bang Abrar menyampaikan pidato berjudul “Menarik Garis Batas Jurnalisme dalam Penulisan Biografi.”

Terima kasih kami ucapkan untuk Bang Abrar atas dedikasinya terhadap jurnalisme selama ini. Semoga ilmu yang diemban dapat menciptakan jurnalisme yang semakin membanggakan ke depannya. 

Warmest congratulations on your well-deserved success, Bang Abrar. 

Proficiat! ✨

 

 

Rilis Berita Hilirisasi Riset Dikom UGM: Manajemen Komunikasi dan Komunikasi Strategis II

Berita Senin, 3 Januari 2022

Departemen Ilmu Komunikasi (Dikom) UGM menutup rangkaian webinar Hilirisasi Riset Departemen dengan topik umum “Manajemen Komunikasi & Komunikasi Strategis II” pada 14 Desember 2021 pukul 13.30-16.00 WIB. Sesi ini merupakan lanjutan dari topik yang sama pada 9 Desember 2021 pukul 13.00-16.00 WIB. Program Hilirisasi Riset ini merupakan bagian penutup dari rangkaian skema Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (PPkM) oleh Dikom UGM. 

Sesi kedua pada kali ini diisi oleh dosen-dosen Dikom UGM yang berkecimpung di bidang Manajemen Komunikasi dan Komunikasi Strategis, mereka adalah Syaifa Tania, Syafrizal, Dr. Widodo Agus Setianto, serta Dr. Muhamad Sulhan sebagai tuan rumah webinar. 

Syafrizal, sebagai narasumber pertama, menjelaskan hasil risetnya yang berjudul “Multitugas Media dalam Perspektif Diginatives: Disrupsi atau Kecakapan?”. Riset ini bertujuan untuk memetakan perspektif mahasiswa sebagai digital natives (diginatives) dalam memaknai pengalaman multitugas media (media multitasking) di masa ensitiv Covid-19.

Riset ini mengumpulkan data dengan wawancara daring dengan paradigma Grounded Theory yang melibatkan 22 mahasiswa dari lima perguruan tinggi terbaik versi Webometrics Juli 2021. Perguruan-perguruan tinggi tersebut yakni Universitas Indonesia, Universitas Gadjah Mada, Institut Pertanian Bogor, Institut Teknologi Sepuluh Nopember, dan Universitas Brawijaya.

Syafrizal yang dibantu oleh mahasiswa S1 Dikom UGM, Rizki Dwi Wibawa, menemukan gambaran bahwa latar belakang yang meneguhkan rutinitas multitugas media oleh mahasiswa adalah situasi sensitif dan digitalisasi proses pembelajaran, magang, dan kegiatan organisasi yang dilakukan melalui media digital.  

“Dimensi yang lain lagi bahwa multitugas media ini berhubungan dengan aspek bagaimana cara membentuk, misalkan relaksasi diri, yakni apakah orang memutuskan menjalankan multitugas ini untuk merelaksasi diri mereka atau untuk escapism, untuk membuat mereka melarikan diri dari kejenuhan,” ucap Syafrizal, “Fenomena multitugas ini adalah sebuah paradoks pilihan, misalkan antara disrupsi atau sebagai fluency (kecakapan) sensitif diperdebatkan.”

Syaifa Tania, yang meneliti bersama dua mahasiswi Dikom, dengan penelitiannya yang berjudul “Gap Generasional dan Kesadaran Merespon Iklan Digital di Media Sosial”, menyatakan bahwa generasi Y dan Z saat ini dianggap memiliki karakteristik unggul dibandingkan generasi sebelumnya. Meskipun keduanya merupakan generasi diginatives, cara pandang mereka terhadap iklan secara sosio-teknologi berbeda, khususnya praktik periklanan digital oleh influencer. 

Hasil studinya menunjukkan adanya perbedaan generasional yang muncul pada tataran preferensi jenis media komunikasi serta penilaian mereka terhadap sosok influencer dalam periklanan. Perbedaan ini berpusat pada cara pandang kedua generasi pada aspek realness persona dan substansi informasi yang disampaikan influencer. 

“Cara kedua generasi ini [dalam] memahami aspek kredibilitas itu berbeda,” lanjut Tania. Generasi Y cenderung menganggap seorang influencer kredibilitas karena memiliki latar belakang pendidikan, pekerjaan, atau konteks background yang selaras dengan bidangnya. Bagi Generasi Z hal-hal itu penting, tetapi hal yang jauh lebih penting adalah autentisitas diri, termasuk keberanian untuk mengakui tindakan yang tercela menurut masyarakat.

Masih dalam bidang periklanan, Dr. Widodo Agus Setianto turut memaparkan hasil risetnya yang berjudul “Iklan dan Kearifan Lokal” melalui rekaman video. Beliau menganalisis bagaimana iklan-iklan di YouTube dinilai dan diberikan penghargaan karena popularitasnya serta relevansinya dengan kearifan lokal di Indonesia. 

“Munculnya iklan-iklan dengan kearifan lokal merupakan antitesis dari iklan berstandarisasi internasional,” lanjut Widodo, “iklan-iklan lokal berbasis kearifan lokal merupakan perkembangan dari konsep iklan adaptasi atau specialty.”

Dalam iklan-iklan yang menggunakan pendekatan adaptasi, perlu adanya pertimbangan akan budaya, selera, ekonomi, dan pertimbangan ketersediaan sumber-sumber lainnya. Maka bagian visual dan verbal dari iklan kreatif harus sensitif dalam penggunaan bahasa lokal dan model atau brand ambassador.

 

Penulis: Rizqy K. Mayasari

1234…6

PROGRAM STUDI

   SARJANA REGULER

   SARJANA IUP

   MAGISTER

   DOKTORAL

Mei 2025
S S R K J S M
 1234
567891011
12131415161718
19202122232425
262728293031  
« Apr    
Universitas Gadjah Mada

DEPARTEMEN ILMU KOMUNIKASI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS GADJAH MADA
Jl. Sosio Yustisia No.1, Bulaksumur, Yogyakarta 55281, Indonesia
E: fisipol@ugm.ac.id
P: +62(274) 563362
F: +62(274) 551753

TENTANG DIKOM

Sekapur Sirih Visi dan Misi Sejarah Struktur Departemen Staff

PROGRAM STUDI

Reguler IUP Magister Doktoral

AKTIVITAS

Karya Mahasiswa Korps Mahasiswa BSO Ajisaka

UNIT PENDUKUNG

Laboratorium Pusat Kajian Decode JMKI Jaminan Mutu

© 2020 | DEPARTEMEN ILMU KOMUNIKASI - UGM

KEBIJAKAN PRIVASI/PRIVACY POLICY