Sudah selayaknya bagi Departemen Ilmu Komunikasi (DIKOM) UGM untuk berbangga karena prestasi-prestasi yang selalu ditorehkan mahasiswanya. Kali ini kabar baik datang dari lima orang mahasiswa DIKOM UGM 2016, yaitu Hariz Ghifari (Ipal), Ashari Ariya (Bare), Shiela Mutia Larasati (Shiela), Achmad Farizi (Farizi), dan Hari Songko Tri Wibowo (Songko). Beberapa waktu yang lalu, mereka baru saja kembali ke Tanah Air setelah menerima penghargaan dari kompetisi PLURAL+ Youth Video Festival 2017 di New York, Amerika Serikat.
PLURAL+ Youth Video Festival sendiri merupakan kompetisi video yang berfokus mengenai isu migrasi, keragaman dan keterlibatan sosial. Ini adalah inisiatif bersama dari United Nations Alliance of Civilizations (UNAOC) dan International Organization for Migration (IOM – UN Migration Agency), yang didukung oleh organisasi mitra dari seluruh dunia.
Pada kompetisi tersebut, karya video yang diajukan oleh tim perwakilan Indonesia ini bertajuk “Child of All Nations” yang disutradarai oleh Ipal, ditulis oleh Bare, diproduseri oleh Shiela, lalu Farizi selaku music director, dan Songko sebagai line producer. Video tersebut mengangkat isu diskriminasi ras di Yogyakarta yang diwujudkan dalam bentuk fiksi yang menceritakan tentang tokoh Oki, seorang pemuda dari Papua Barat yang melanjutkan pendidikan di Yogyakarta.
Karya tersebut kemudian berhasil mengantar mereka menjadi pemenang untuk kategori usia 18-25 tahun. Adapun pemenang dari kategori usia 9-12 tahun dan 13-17 tahun datang dari video bertajuk “Eliminate Hate, Eliminate Borders” dari Mexico, dan “Aibek” dari Kazakhstan.
Ditemui di Taman Sansiro FISIPOL UGM pada Jumat (24/11) sore lalu, Ipal, Bare, Shiela dan Songko berkenan untuk berbagi pengalaman dan cerita seputar keterlibatan mereka pada kompetisi tersebut. Ipal dan Bare menuturkan bahwa latar belakang pemilihan isu yang diangkat di video tersebut berasal dari pengalaman pribadi. Mereka melihat bagaimana masyarakat Yogyakarta masih melekatkan stigma buruk pada orang-orang dengan ras dan daerah asal tertentu, khususnya pada masyarakat Papua. Berangkat dari pengalaman tersebut, mereka memutuskan untuk membuat video mengenai diskriminasi mahasiswa Papua di Yogyakarta.
Dilansir dari website resmi UNAOC, tahun ini PLURAL+ menerima lebih dari 320 video dari seluruh dunia. Adapun karya-karya yang diseleksi untuk mendapatkan penghargaan berjumlah sebanyak 27 video yang berasal dari Afghanistan, Bangladesh, Brasil, Kanada, Finlandia, India, Indonesia, Yordania, Kazakhstan, Meksiko, Nepal, Selandia Baru, Pakistan, Filipina, Polandia, Portugal, Spanyol, Afrika Selatan, Suriah, Turki, Inggris dan Amerika Serikat.
Pada proses penggarapan video “Child of All Nations”, hal ini diakui Ipal dan Bare tidak selalu berjalan lancar. Salah satu tantangan yang harus mereka hadapi adalah saat pemeran utama awal di video tersebut mendadak tidak dapat dihubungi saat hari H produksi. Hingga akhirnya muncul opsi agar Syauqie Halim, seorang teman satu kelas mereka, untuk menjadi pemeran utama. Akhirnya, penggarapan video berlanjut dengan lancar.
Kemudian, kabar gembira mengenai kemenangan tim tersebut dituturkan Ipal didapatkannya melalui email pada pukul dua belas malam. “Di sana (New York, red) kan masih pagi, sedangkan di sini sudah malam. Jadi aku dapat pemberitahuannya jam segitu,” terang Ipal.
Berkat pencapaian tersebut, pihak penyelenggara kompetisi mengundang salah satu perwakilan tim Ipal untuk menghadiri acara penghargaan yang bertempat di New York. Hal ini tentu kemudian memicu kebingungan dalam benak Ipal dan kawan-kawan. “Kalau melihat kesempatan yang seperti ini, kan sayang kalau yang berangkat hanya satu orang,” ujar Bare. Namun, tak berselang lama permasalahan tersebut terjawab dengan bantuan sponsor yang akhirnya dapat memberangkatkan lima orang tersebut sekaligus. Adapun sponsor yang dimaksud adalah Badan Ekonomi Kreatif Indonesia sebagai sponsor utama, serta terdapat juga bantuan dari pihak FISIPOL dan rektorat UGM.
Selama enam hari berada di New York, Ipal dan kawan-kawan telah memiliki beberapa agenda. Antara lain menghadiri acara penyerahan penghargaan di markas Perserikatan Bangsa-Bangsa di New York pada 9 November 2017, lalu dilanjut dengan diskusi panel yang diselenggarakan PLURAL+ pada 10 November 2017 yang bekerjasama dengan Paley Center for Media, UNICEF/Voices of Youth, dan Ghetto Film School.
Menurut Bare, melalui festival tersebut ia bertemu dengan banyak orang dan berkesempatan untuk mendiskusikan khususnya mengenai bidang audio visual di negara masing-masing. Lebih lanjut, ia juga merasa mendapatkan semangat baru dari pemenang-pemenang lainnya. “Selain itu, kita jadi bisa lihat banyak ‘warna’ di tempat lain. Soalnya kan kita biasa lihatnya di tempat yang itu-itu aja, ternyata kalau di luar mereka punya budaya yang beda,” tambah Shiela.
Setelah berhasil mendapat penghargaan dari PLURAL+ Youth Video Festival 2017, Ipal dan kawan-kawan mengaku masih ingin terus berkarya terutama di bidang audio visual. Shiela turut menambahkan, “Aku berharap bisa terus berkarya dan terus meningkatkan kualitas sampai se-entah-nya. Semoga kami bisa terus menyampaikan suara kami melalui karya sebagai mediumnya.”