Esports atau olahraga elektronik baru saja diakui sebagai salah satu cabang olahraga prestasi oleh KONI dan Kemenpora dalam Rapat Kerja Nasional (Rakernas) KONI 2020 yang diadakan secara virtual pada 25 s/d 27 Agustus 2020 (Ilyas, 2020). Menurut UU Nomor 3 Tahun 2005 tentang Sistem Keolahragaan Nasional, olahraga prestasi adalah olahraga yang membina dan mengembangkan olahragawan secara terencana, berjenjang, dan berkelanjutan melalui kompetisi untuk mencapai prestasi dengan dukungan ilmu pengetahuan dan teknologi keolahragaan. Dengan demikian, diakuinya esports sebagai salah satu cabang olahraga prestasi merupakan pertanda bahwa esports lebih besar daripada sekadar aktivitas hura-hura dengan bermain gim. Esports seakan telah lengkap untuk menjadi sebuah sistem tersendiri.
Sebelumnya, perlu para pembaca ketahui bahwa sebelum diakui sebagai cabang olahraga, esports sendiri sudah menjadi sebuah skena yang teramat luas, kompleks nan dinamis. Di dalam skena esports, para pelaku tidak hanya berjibaku dan terjebak di dalam peran tunggal sebagai pemain gim, tetapi juga peran-peran mayor lain yang tidak kalah penting, seperti halnya caster, broadcaster, event organizer, brand ambassador, sponsor, coach, team manager, dan masih banyak lagi. Atas dasar inilah, penulis – yang juga selaku aktor dalam skena esports kampus, mengatakan bahwa diakuinya esports sebagai cabang olahraga resmi pun telah menggenapi eksistensi skena ini, untuk kemudian menjadi sesuatu yang sistemik, institusional, dan formal.
Walau esports diakui sebagai bidang olahraga, nyatanya hakikat esports lebih dekat kepada bidang komunikasi, utamanya dalam bidang komunikasi digital. Hal ini merujuk kepada penggunaan istilah esports sendiri yang merupakan akronim dari electronic sports, yakni istilah untuk gim dengan elemen kompetitif sebagai sajian utamanya (Restika, 2018). Itulah sebabnya, maka seluruh transformasi esports yang sedemikian pesat dan masif ini, sudah saatnya benar-benar menjadi perhatian tersendiri bagi kita para pembelajar komunikasi, tak terkecuali dengan penulis sendiri.
Dari pernyataan di atas pun penulis memunculkan satu pertanyaan: Mengapa esports harus mendapat perhatian tersendiri? Jawabannya sederhana, karena esports sudah bukan lagi sebatas aktivitas memainkan gim, yang mana di dalam aktivitas ini, terjadi satu proses konsumsi konten media secara “sederhana” yang dapat dipetakan dengan mudah oleh tiap-tiap pembelajar komunikasi. Perlu kita ketahui bahwa transformasi esports – apalagi dengan sudah diakuinya sebagai cabang olahraga oleh pemerintah, akan menyebabkan proses konsumsi media dan pertukaran informasi lain yang ada di dalam skena ini menjadi lebih kompleks dan dinamis.
Secara garis besar, menurut pengalaman pribadi penulis selaku salah satu praktisi dalam bidang esports kampus, anatomi dari skena industri esports, yakni lebih tepatnya pertandingan esports, adalah sebagai berikut.
- Bidang teknis esports, yakni segala hal yang berkaitan langsung dengan proses berjalannya pertandingan sekaligus menjadi elemen mayor dalam berjalannya pertandingan esports. Bidang ini erat bersinggungan dengan pemain, pelatih, dan wasit atau pengatur pertandingan, serta pembuat gim itu sendiri.
- Bidang manajerial atau non teknis, yakni segala hal yang berkaitan tidak langsung dengan proses berjalannya pertandingan, tetapi tetap berperan amat krusial terhadap keberlangsungan pertandingan esports. Bidang ini erat bersinggungan dengan aktor seperti pihak manajemen tim dan sponsor.
- Bidang media dan publikasi, yakni segala hal yang berkaitan dengan upaya penginformasian dari keberadaan pertandingan yang sedang dilangsungkan, terutama terkait eksistensi esports itu sendiri. Bidang ini erat bersinggungan dengan wartawan, broadcaster atau tim penyiar, caster atau komentator, dan brand ambassador.
Dengan melihat anatomi bidang esports di atas yang kemudian kita korelasikan dengan diakuinya esports sebagai cabang olahraga prestasi, maka kita dapat mendapatkan satu proyeksi bahwa esports adalah raksasa. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa pembelajar komunikasi sangat perlu untuk mengawal proses berjalannya aktivitas pertandingan esports, kaitannya dengan pertandingan esports sebagai sebuah media (tontonan) yang dikonsumsi publik secara masif.
Bila menyandarkan pandangan kepada tiga anatomi bidang di atas, maka kita dapat menarik kesimpulan lebih jauh bahwa segala regulasi yang sudah ada dan langgeng di bidang komunikasi di Indonesia, seperti halnya P3SPS, kode etik jurnalistik, kode etik humas, UU Penyiaran, dan regulasi serupa lain, agaknya belum terlalu aplikatif terhadap bidang esports yang begitu kaya dan besar ini. Dengan kata lain, esports merupakan satu kesatuan sistem yang berjalan di atas tiga bidang anatomi tersebut dan tak terpisahkan. Dengan demikian, sudah pasti bahwa tiap-tiap regulasi komunikasi yang sudah ada juga akan sulit bila diterapkan secara satu persatu dan terpisah, yakni tiap regulasi diterapkan untuk masing-masing bidang anatomi yang ada.
Pada akhirnya, perlu sekali diadakan adanya satu pengkajian khusus untuk membahas regulasi yang mengatur dan mengawal proses berjalannya esports. Hal ini mengingat bahwa selama penulis berkecimpung di dunia esports, pihak regulator esports – yang notabene merupakan komite dan pengurus besar, hanya berjibaku di seputaran aturan main bagi pemain. Para “regulator” ini masih bertindak layaknya supervisor atlet sehingga kode etik profesi yang formal dan holistik belum diterapkan kepada peran-peran lain yang tersebar di dalam tiga bidang anatomi tersebut. Bahkan, aturan main yang disematkan kepada para pemain tersebut lebih kepada aturan etis yang dikeluarkan oleh para pengembang gim terkait, dengan tujuan untuk memelihara ekosistem permainan yang kondusif. Benar-benar hanya sebatas itu, belum menyentuh ranah untuk mewujudkan satu iklim tontonan yang kondusif dan benar-benar layak untuk dikonsumsi oleh publik dengan latar belakang yang beragam.
Referensi
Ilyas, A. (2020, 26 Agustus). Esports Resmi Jadi Cabang Olahraga Prestasi di Indonesia. Diakses tanggal 28 Agustus, 2020, dari https://akurat.co/iptek/id-1204265-read-esports-resmi-jadi-cabang-olahraga-prestasi-di-indonesia
Restika, R. (2018, 29 Mei). Apa Itu Esports? Diakses tanggal 28 Agustus, 2020, dari https://esportsnesia.com/penting/apa-itu-esports/.
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2005 tentang Sistem Keolahragaan Nasional.
Penulis: Abyzan Syahadin Bagja Dahana (Mahasiswa S1 Ilmu Komunikasi UGM dan Inisiator UGM Esports Community) | abyzan.syahadin.b.d@mail.ugm.ac.id