Yogyakarta, 13 September 2023 – Departemen Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Gadjah Mada mendatangkan Dr. Camilo Sol Inti Soler Caicedo sebagai dosen tamu dalam kelas bertajuk “Storytelling in the Age of Media Convergence”. Camilo sendiri merupakan dosen yang fokus pada budaya, media, dan industri kreatif di King’s College London sekaligus seorang antropolog dan penari. Kelas tersebut diselenggarakan pada Rabu (13/9) secara luring di FISIPOL UGM dan dipandu oleh Gilang Desti Parahita, Dosen DIKOM UGM.
Saat membuka kelas, Camilo memperlihatkan sebuah video berisi kumpulan bentuk, seperti lingkaran dan segitiga serta beberapa garis, yang saling bergerak tanpa pola yang beraturan. Dari video sederhana tersebut, muncul berbagai interpretasi di benak para peserta kelas. “Luar biasa bagaimana kita bisa menebak apa yang terjadi hanya dengan melihat beberapa garis bergerak. Kita melihat perilaku, yaitu berupa garis yang bergerak, dan kita mengasumsikan bahwa mereka memiliki maksud tertentu,” jelas Camilo. Melalui video tersebut dan asumsi yang tercipta, kita dapat melihat bagaimana hal-hal kecil yang bisa jadi tidak memiliki arti tertentu dapat membentuk sebuah cerita. Menurut Camilo, memang sudah menjadi kecenderungan manusia untuk mengasumsikan bahwa terdapat karakter dengan tujuan atau maksud tertentu yang pada akhirnya mengkreasikan sebuah cerita.
Camilo menyampaikan bahwa terdapat tiga elemen dalam bercerita. Pertama, cerita dan bagaimana cerita itu disampaikan. Antropolog telah lama mencari jawaban atas ada atau tidaknya cara-cara universal dalam bercerita. Untuk menjelaskan hal tersebut, Camilo juga memperkenalkan pentingnya mitos dalam sebuah cerita. “Mitos memiliki kecenderungan untuk mempertunjukkan kejadian-kejadian luar biasa. Kejadian luar biasa tersebut biasanya merupakan call-to-action yang bagus karena berhubungan dengan pengalaman-pengalaman personal,” jelas Camilo. Hal tersebutlah yang menyebabkan audiens, penonton, maupun pembaca dapat merasa terhubung dengan cerita-cerita di media.
Kedua, karakter serta bagaimana mengkreasikan sebuah karakter. Terdapat dua pendekatan dalam menyusun karakter, yaitu dengan mendesain archetypes dan dengan mendesain persona. “Carl Jung memiliki gagasan bahwa terdapat cara-cara subconscious dalam melihat karakter,” jelas Camilo. Gagasan Jung kemudian menjadi basis dari pendekatan pertama yang bersifat teoritis. Sedangkan, mengkreasikan karakter dengan mendesain persona bersifat lebih empiris karena dibuat berdasarkan riset atau survei.
Terakhir, maksud atau tujuan serta bagaimana mereka bekerja. “Intention bekerja seperti sihir,” ungkap Camilo. Camilo menjelaskan bahwa kejadian-kejadian yang sulit dipercaya dalam kehidupan kita dapat dijelaskan melalui asumsi akan adanya agensi yang bersifat intensional. Misalnya, ketika kita sedang mengobservasi sebuah karya seni, kita cenderung memikirkan mengenai makna dibaliknya. “Hal tersebut berarti kita mengasumsikan bahwa seseorang mencoba membuatnya memiliki maksud tertentu,” jelas Camilo. Hal yang sama juga berlaku dengan bercerita. Karya yang baik memiliki kemampuan untuk memicu asumsi kita akan adanya intensi, maksud, atau tujuan tertentu.
Penulis: Septania Rizki Mahisi