• Tentang UGM
  • FISIPOL UGM
  • Pusat IT
  • Perpustakaan
  • Riset
  • Webmail
  • DigiLib Center
  • Bahasa Indonesia
    • Bahasa Indonesia
Universitas Gadjah Mada Departemen Ilmu Komunikasi
Fakultas Ilmu Sosial dan Politik
Universitas Gadjah Mada
  • Tentang DIKOM
    • Sekapur Sirih
    • Sejarah
    • Visi dan Misi
    • Struktur Departemen
    • Staf
      • Dosen
      • Administrasi
      • Laboran
    • Fasilitas
  • Program Studi
    • Program Sarjana
      • Reguler
      • Internasional
    • Program Pascasarjana
      • Magister Ilmu Komunikasi (S2)
      • Doktor Ilmu Komunikasi (S3)
  • Aktivitas
    • Pengabdian
    • Data Penelitian
    • Publikasi
    • Ikatan Alumni
  • Unit Pendukung
    • Jurnal Media dan Komunikasi
    • DECODE
    • Laboratorium DIKOM
    • Jaminan Mutu
  • Beranda
  • 2020
  • Desember
  • 11
Arsip 2020:

11 Desember

Public Relations (PR) sebagai Profesi di Indonesia

Perspektif Jumat, 11 Desember 2020

Banyak orang sulit membedakan profesi PR dengan profesi lainnya, misalnya marketing, atau dengan percabangannya, publisitas. Selain sulit dibedakan, banyak juga yang masih menganggap PR atau humas bukanlah suatu profesi, melainkan pekerjaan, yang artinya personilnya tidak harus memiliki latar belakang akademisi ilmu komunikasi atau akademisi kehumasan. Fenomena jabatan humas yang diisi oleh yang bukan profesional masih banyak terjadi di Indonesia. Tetapi, syarat apa saja, sih, yang membuat suatu pekerjaan menjadi profesi? Artikel ini akan membedah karakteristik pengkategorian tersebut dan bagaimana pengaplikasiannya dalam public relations.

  1. Edukasi

Di Indonesia, edukasi kehumasan atau public relations sudah ada sejak 1950, yakni pertama kali di Jurusan Ilmu Komunikasi (saat ini Departemen Ilmu Komunikasi), Fakultas Ilmu Sosial dan Politik UGM. Pada saat itu, mahasiswa Ilmu Komunikasi dipersiapkan untuk mengisi jabatan di Kementerian Penerangan (saat ini Kementerian Komunikasi dan Informatika). Namun seiring berjalannya waktu, cabang Ilmu Komunikasi menjadi lebih banyak sehingga telah meluluskan banyak profesional di berbagai bidang.

  1. Asosiasi Profesi

Asosiasi profesi memainkan peran yang cukup penting dalam meningkatkan status pekerjaan menjadi sebuah profesi. Sebagai contoh, Perhimpunan Hubungan Masyarakat Indonesia (Perhumas) adalah asosiasi kehumasan terbesar di Indonesia yang didirikan pada tahun 1972. Pendirian Perhumas didorong oleh kebutuhan akan adanya sebuah forum profesi kehumasan untuk bertukar pengalaman demi peningkatan kualitas praktik kehumasan di Indonesia. Peningkatan kualitas praktik diciptakan dengan dibuatnya Kode Etik Perhumas sebagai acuan profesi humas di Indonesia. Selain itu, Perhumas juga membuat program akreditasi bagi praktisi kehumasan di Indonesia. Selain Perhumas, terdapat Asosiasi Perusahaan Public Relations Indonesia (APPRI) yang didirikan pada 1987 oleh beberapa tokoh PR di Indonesia yang memiliki perusahaan PR diantaranya yaitu Inke Maris, Maria Wongsonagoro, Miranty Abidin, Edowati Sudjono, Srikandi Hakim, Sayono, Ida Sudoyo

  1. Kode Etik

Sager (dalam Sha, 2011), menyatakan bahwa “Tidak ada penyimpangan dalam pengetahuan tentang berperilaku etis, juga tidak ada alasan mengapa seorang profesional terdidik gagal membedakan antara apa yang benar dan apa yang salah”. Maka dari itu, setiap profesi harus menciptakan standar untuk menciptakan batas-batas profesionalitas, yakni dengan menciptakan kode etik. Di Indonesia sendiri, terdapat Kode Etik Perhumas dan Kode Etik APPRI yang diciptakan oleh asosiasi profesi dan juga Kode Etik Humas Pemerintahan yang diciptakan oleh negara melalui Keputusan Menteri Kominfo.Keduanya memiliki kode etik yang 11:12, yang membedakannya hanya sejarah dan subjek yang diatur.

  1. Akuntabilitas dan Pengakuan oleh Publik

Beberapa orang meragukan keabsahan standar bagi pekerjaan untuk menjadi sebuah profesi tanpa adanya pengakuan publik walaupun sudah terdapat asosiasi profesi dan kode etik. PR atau humas seringkali dibingkai secara negatif di dalam media, yakni untuk memberikan citra positif dengan menutupi sisi negatif perusahaan. Tetapi, realita cukup berbicara dan sangat disayangkan tidak banyak sisi strategis dari Humas yang dibincangkan. Satu solusi untuk meningkatkan akuntabilitas praktisi humas adalah dengan adanya akreditasi atau lisensi.

  1. Akreditasi dan Sertifikasi Profesi

Di Amerika Serikat, akreditasi humas sudah ada secara resmi sejak 1998 dengan penyelenggaraan Badan Akreditasi Universal (UAB), yang menyatukan beberapa asosiasi profesi kehumasan, yang beberapa di antaranya sudah memiliki program akreditasinya sendiri. Organisasi yang berpartisipasi di UAB setuju untuk melepaskan program akreditasi terpisah mereka untuk mendukung proses akreditasi yang universal, yang sepenuhnya terbentuk pada tahun 2003.

Di Indonesia, program akreditasi humas baru ada di Perhumas. Dibutuhkan pengalaman bekerja 3-5 tahun sebagai humas untuk mendapatkan akreditasi profesi. Sementara itu, sertifikasi kehumasan sudah banyak dibuat di asosiasi-asosiasi berbeda, seperti APPRI, hingga London School of Public Relations (LSPR), bahkan terdapat satu lembaga khusus, yakni Lembaga Sertifikasi Profesi Public Relations Indonesia (LSPPRI).

 

Referensi:

Sha, B.-L. (2011). Accredited vs. non-accredited: The polarization of practitioners in the public relations profession. Public Relations Review, 37(2), 121–128. doi:10.1016/j.pubrev.2011.02.003

 

Penulis: Rizqy Kartini Mayasari | Mahasiswi S1 Reguler Ilmu Komunikasi angkatan 2018

Tren Musik Dangdut di Masa Kini: Bertahan Tak Ingin Hilang Tergerus Waktu

Perspektif Jumat, 11 Desember 2020

Musik merupakan suatu keunikan istimewa yang diciptakan manusia yang mempunyai kapasitas sangat kuat untuk menyampaikan emosi dan mengatur emosi (Johansson, 2006). Menurut data pendengar musik Indonesia di Spotify dari CNN Indonesia, bahwasannya masyarakat Indonesia mendengarkan musik 3 jam dalam sehari.

Persaingan sangat ketat dunia permusikan di era digital semakin terlihat, adanya platform yang membuat lahirnya para kreator-kreator muda yang kreatif, seperti Youtube, Instagram, dan TikTok. Mereka yang memiliki bakat di dunia permusikan berlomba-lomba membuat konten musik yang disukai oleh masyarakat seperti membuat lirik musik sendiri, mengcover musik, hingga membuat video musik.

Tren musik yang tiap tahun berubah-ubah dan munculnya musik-musik dengan aliran Pop, K-Pop, EDM, dan lain sebagainya dari luar negeri, seakan-akan menambah sulitnya persaingan di dunia permusikan, salah satunya musik lokal. Musik aliran dangdut merupakan satu dari berbagai musik lokal yang tradisional khas dari Indonesia. Berjalannya waktu membuat musik aliran dangdut semakin lama ditinggalkan, lantaran munculnya musik-musik yang lebih populer sehingga kalah bersaing di dunia permusikan.

Menurut Mathew Cohen (2006), peneliti seni pertunjukan Indonesia mencatat, leluhur musik dangdut berasal dari orkes keliling. Sejarah dangdut di Indonesia, dangdut dipengaruhi musik India melalui film Bollywood oleh Ellya Khadam dengan lagu “Boneka India”, dengan munculnya tokoh dangdut terkenal Indonesia saat itu Rhoma Irama pada tahun 1968. Dangdut bercirikan dentuman tabla (alat musik perkusi India) dan gendang. Dangdut juga sangat dipengaruhi dari lagu-lagu musik India klasik dan Bollywood. 

Musik dangdut selalu identik dengan penikmat musik dari masyarakat kalangan ekonomi dan sosial menengah kebawah, bahkan citra musik dangdut pada masa lalu dianggap sebagai musik yang tidak sopan dan tidak pantas. Hal itu dikarenakan pada saat pertunjukan konser dangdut, terdapat biduan yang menggunakan pakaian tidak senonoh, hingga melakukan aksi yang masuk kedalam kategori pornografi. Penikmat musik dangdut didominasi oleh kalangan generasi X.

Sama seperti musik populer lainnya, musik dangdut memiliki lirik yang menggambarkan perasaan hati, namun karena musik dangdut mendominasi pendengar dari kalangan masyarakat kebawah, banyak lirik musik dangdut juga menggambarkan kondisi ekonomi dan sosial. Musik dangdut sering terdengar di perkampungan, terminal, transportasi seperti truk, bus, hingga warung-warung kopi dan makan, yang memperlihatkan kondisi identitas dan budaya masyarakat di Indonesia. Diperkuat menurut Andrew Weintraub (2010) pada bukunya Dangdut: Musik, Identitas, dan Budaya Indonesia berpendapat bahwasannya dangdut tidak hanya mencerminkan keadaan politik dan budaya nasional. Tapi sebagai praktik, ekonomi, politik, dan ideologi, dangdut telah membantu membentuk gagasan tentang kelas, gender, dan etnisitas di negara Indonesia modern.

Kembalinya musik dangdut sebagai musik populer diawali dari kontes-kontes dangdut di televisi Indonesia, kontes dangdut ini dengan harapannya dapat mengambil massa audiens masyarakat dari kalangan ekonomi menengah kebawah di Indonesia. Kontes dangdut pertama di Indonesia saat itu adalah KDI (Kontes Dangdut Indonesia) yang tayang di TPI (saat ini MNCTV), KDI pada saat itu dinilai berhasil menarik audiens dengan rating yang tinggi dan tayang di jam prime time. Muncul penyanyi-penyanyi jebolan KDI 1 seperti Siti Rahmawati, Nassar, dan Selfi Nafilah yang hingga saat ini aktif di dunia hiburan permusikan dangdut, mereka berlomba-lomba mengeluarkan single hingga album musik dangdut terbaru, sehingga lahir musik-musik dangdut populer. Tak hanya KDI yang mencari peluang menarik audiens, muncul kontes dangdut lain yang dikemas lebih modern dan meriah, yaitu Dangdut Academy (D’Academy saat ini) kontes ini tidak hanya mencari bibit-bibit unggul penyanyi dangdut, tetapi mereka menilai hingga ke gaya juga penampilan kontestan, sehingga melahirkan jebolan artis dangdut yang modern dan populer tidak tergerus oleh waktu mengikuti perkembangan zaman. Artis jebolan D’Academy tiap tahunnya selalu menjadi artis dangdut yang populer, bahkan hingga mereka menciptakan lagu-lagu yang disukai oleh masyarakat, salah satunya adalah Lesti dengan lagu populernya yaitu “Kejora” dengan jumlah pendengar di Spotify lebih dari 1 juta dan Youtube lebih dari 12 Juta penonton, single yang terbaru “Kulepas Dengan Ikhlas” memperoleh lebih dari 1 juta pendengar di Spotify dan lebih dari 42 juta penonton di Youtube.

Suksesnya musik dangdut dari kontes dangdut di televisi, tidak lepas dari persaingan para penyanyi dangdut yang tampil di dunia teknologi digital. Kemunculan era baru dimanfaatkan oleh berbagai perusahaan label musik dangdut dengan memasuki platform Youtube. Diawali menampilkan artis-artis musik dangdut lokal daerah yang mengcover musik dangdut populer, hingga memperoleh tayangan jutaan penonton dan menjadi trending di Youtube, seperti salah satu artis dangdut fenomenal di Indonesia yaitu Via Vallen dan Nella Kharisma, keduanya populer mencuat ke publik setelah lagu-lagunya di Youtube trending. Lagu berjudul “Sayang” yang dinyanyikan oleh Via Vallen pernah menduduki Trending #1 di Youtube. Dari kepopulerannya tersebut, hingga ia mendapat kesempatan spesial tampil pada acara bergengsi Pembukaan Asian Games 2018 di hadapan Presiden dan Wakil Presiden RI serta pejabat publik dan tamu-tamu negara se-Asia.

Tren dangdut tidak berhenti sampai disitu, pada awal tahun 2019 hadir penyanyi lawas Didi Kempot yang dikenal dengan lagu lawasnya “Stasiun Balapan”, dangdut yang dibawakan Didi Kempot beraliran Dangdut Campursari Jawa yang membawakan lirik suasana perasaan hati. Kepopuleran Didi Kempot dengan lagunya yang berhasil menarik perhatian generasi muda, dengan liriknya yang sangat menghayati dan menggambarkan perasaan anak muda saat ini, hingga beliau dijuluki sebagai “The Godfather of Broken Heart” dan julukan untuk fansnya adalah “Sobat Ambyar”, Lagu dengan judul “Cidro” dan “Pamer Bojo” menjadi lagu terpopuler yang ia bawakan, lagu tersebut menggambarkan perasaan dan juga pesan yang mendalam dalam urusan percintaan.

Tahun 2020 merupakan masa pahit bagi seluruh masyarakat di dunia, Pandemi Covid-19 membuat orang di berbagai belahan dunia harus menjalani hidup berubah, yaitu tetap di rumah untuk mengurangi penyebaran virus. Selama pandemi ini masyarakat melakukan kegiatan-kegiatan di rumah dengan mengandalkan gadget dan internetnya masing-masing, mau tidak mau mereka harus melakukan kegiatan yang tetap produktif walaupun di rumah saja. Kepopuleran media sosial merupakan kesempatan di masa-masa seperti ini. Media sosial TikTok salah satunya, platform yang menyediakan konten video dan mengedit video kepada penggunanya. Kepopuleran musik dangdut tentunya dimanfaatkan juga dari platform ini, cuplikan-cuplikan video dengan potongan musik dangdut, membawa musik dangdut semakin dikenal seluruh Indonesia oleh kalangan generasi millennial hingga generasi Z. Salah satu kepopuleran musik dangdut di TikTok adalah munculnya konten dengan cuplikan slogan “Tarik Sisss, Semongko” yang diiringi dengan musik dangdut, seakan membuat para penontonnya akan berjoget mendengarnya.

Dalam perkembangannya, musik dangdut dari tahun ketahun berusaha bangkit dan terus berkreasi di tengah kemajuan teknologi. Para insan permusikan dangdut berlomba-lomba untuk menghadirkan musik dangdut yang berkualitas, serta disukai oleh berbagai kalangan, sosial, dan ekonomi masyarakat. Dangdut tidaklah lagi musik zaman dahulu dengan citranya yang buruk, kini dangdut merupakan musik populer yang dapat didengar dan disukai oleh siapapun dari tua hingga muda, dangdut akan tetap bertahan tidak tergerus oleh waktu. Kini giliran generasi muda Indonesia, dengan kesempatan yang sangat besar untuk membangun industri permusikan khususnya aliran dangdut populer hingga ke mancanegara.

 

Referensi:

Anggraini, E. (2017). Spotify: Orang Indonesia Dengarkan Musik 3 Jam Sehari. Diakses pada 3 Desember 2020, melalui https://www.cnnindonesia.com/teknologi/20170510150652-185-213843/spotify-orang-indonesia-dengarkan-musik-3-jam-sehari

Hardian, L.N. (2020). Sebagian Jebolan KDI Pertama Ini Masih Eksis di Dunia Hiburan. Diakses pada 3 Desember 2020, melalui https://www.brilio.net/selebritis/potret-dulu-vs-kini-8-jebolan-kdi-pertama-perubahannya-manglingi-200903x.html

Johansson, B. B. (2006). Music and brain plasticity. European Review, 14(1), 50‐64.

Portal Informasi Indonesia (2018). Evolusi Dangdut Indonesia. Diakses pada 3 Desember 2020, melalui https://indonesia.go.id/ragam/komoditas/ekonomi/evolusi-dangdut-indonesia

Weintraub, A. N. (2010). Dangdut: Musik, Identitas, dan Budaya Indonesia, terjemahan Arif Bagus Prasetyo (2012). PT Gramedia, Jakarta.

 

Penulis: Faiq Naufal Farras | Mahasiswa S1 Reguler Ilmu Komunikasi angkatan 2018 

Liga Mahasiswa dan Bukti Fleksibilitas Turnamen Esports di Era Pandemi

Perspektif Jumat, 11 Desember 2020

Tak terasa, pandemi Covid-19 sudah mendera negeri Indonesia selama setengah tahun lebih. Berbagai sektor industri di negara ini secara silih berganti merasakan naik-turun akibat pandemi yang tak lekas berujung. Semuanya memiliki alasan serupa, yakni ketidakmampuan sektor terkait dalam melakukan adaptasi terhadap kondisi Covid-19 yang serba menuntut jarak. Walau begitu, bukan berarti tak ada sektor industri yang benar-benar absen dari proses adaptasi. Sektor tersebut ialah olahraga elektronik atau esports.

Di kala sektor-sektor lain dalam kehidupan modern ini banyak mengalami naik-turun, esports justru tampak sangat leluasa untuk terus hidup. Hal ini tidak lepas dari fleksibilitas esports sebagai sebuah olahraga termediasi yang dalam prosesnya, cukup mengandalkan bantuan perangkat elektronik seperti ponsel pintar, perangkat komputer, ataupun konsol. Tentunya, sebagai sebuah aktivitas fisik yang termediasi, esports memungkinkan para aktor di dalamnya untuk dapat terus melangsungkan aktivitas tanpa perlu takut harus bersentuhan secara langsung dengan aktor lain. 

Fleksibilitas dari esports inilah yang membuatnya hidup dan dihidupkan oleh aktor-aktor dari bidang ataupun sektor di luar dirinya. Salah satu contoh aktor di luar esports yang turut mengadaptasikan dirinya dalam situasi pandemi dengan cara membaurkan diri ke dalam industri esports adalah punggawa dari turnamen Liga Mahasiswa.

Bagi pembaca yang belum tahu, Liga Mahasiswa atau yang sering disebut sebagai “LIMA” merupakan organisasi privat yang bertujuan menciptakan sarana bagi mahasiswa/mahasiswi Indonesia dalam berkarya di bidang olahraga. LIMA sendiri sudah rutin mengadakan tidak kurang dari tiga musim turnamen dan mengusung setidaknya empat olahraga “konvensional” yang rutin dipertandingkan, yakni badminton, sepakbola, basket, dan futsal (LIMA Liga Mahasiswa, 2020). 

Sebagai sebuah turnamen olahraga yang sudah menjadi agenda tahunan, tentunya pihak manajemen LIMA sempat merasakan keterpurukan juga akibat situasi pandemi. Pasalnya, pengadaan turnamen olahraga yang menuntut adanya segala bentuk kontak fisik antarpemain menjadi hal yang sangat mustahil untuk direalisasikan. Maka dari itulah, dengan segala proses adaptasi yang diusahakan, pihak manajemen LIMA mencoba tetap mengadakan turnamen, tetapi dengan mengganti seluruh cabang olahraga yang ada dengan esports.

Hasilnya, LIMA sekarang pun mempertandingkan cukup satu cabang lomba saja, yaitu esports dengan fokus gim dipertandingkan yakni Mobile Legends: Bang-Bang, dan mengambil tajuk “Liga Mahasiswa (LIMA) Turnamen Esports, Mobile Legends: Bang-Bang”. Walau demikian, pengusungan satu cabang lomba dan satu judul gim ini tidak lantas membuat pengadaan LIMA menjadi kurang semarak. Pasalnya, LIMA justru dapat menggaet dan membuka akses partisipasi kepada sebanyak tidak kurang dari 80 perguruan tinggi yang tersebar ke dalam empat region, yakni DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Nusantara (Rizal, 2020). 

Pemerolehan jumlah partisipan sebanyak itu merupakan prestasi tersendiri bagi LIMA, sebab dalam sepak terjangnya selama ia mengadakan turnamen olahraga, LIMA hanya dapat menggaet tidak lebih dari 25 perguruan tinggi partisipan, tak terkecuali dengan basket yang menjadi cabang lomba primadona. Sebagai informasi, pengadaan LIMA “konvensional” terakhir pada 2019 lalu berhasil menggaet sebanyak 17 kampus partisipan untuk cabang lomba sepakbola (Sasongko, 2019), 24 kampus partisipan untuk cabang lomba futsal (Anggoro, 2019), dan 14 kampus partisipan untuk cabang lomba basket (Maharani, 2019). Sebagai informasi tambahan lagi, LIMA cabang lomba basket telah diadakan sebanyak tujuh musim hingga 2019 silam, yakni dengan rincian sebanyak 10.666 siswa-atlet dari 415 perguruan tinggi se-Indonesia telah menjadi partisipan dalam enam musim pengadaan sebelumnya. Dengan melihat sajian angka yang ada, maka dapat dikatakan bahwa jumlah perguruan tinggi partisipan dalam LIMA edisi esports ini amatlah spektakuler, yakni sebesar 1/5 dari jumlah keseluruhan perguruan tinggi partisipan dalam LIMA edisi basket selama enam musim pengadaannya.

Hal lain yang membuat esports begitu fleksibel seakan-akan mampu berbaur dan bersinergi dengan LIMA adalah dimungkinkannya LIMA disiarkan secara daring dan langsung. Selama ini, LIMA selalu mempertandingkan cabang olahraga yang menuntut penggunaan arena luring, misalnya GOR untuk pengadaan turnamen basket, badminton, dan futsal ataupun lapangan terbuka untuk pengadaan turnamen sepakbola. Tentu, turnamen-turnamen dengan arena pertandingan luring seperti ini hanya akan terasa “asyik” bila disaksikan di lokasi pertandingan aslinya. Oleh karena itu, dipilihnya esports sebagai cabang lomba “inovatif” dalam pengadaan turnamen LIMA ini, tidak hanya mampu mengatasi sekat-sekat jarak yang harus dipatuhi selama pandemi, tetapi juga mampu menyuguhkan satu kebaruan dalam tontonan olahraga dari penyelenggaraan LIMA. 

Turnamen LIMA Mobile Legends: Bang-Bang sendiri telah berlangsung sejak 7 November 2020 silam dan akan menginjak finalnya pada 13 Desember 2020 nanti (Rizal, 2020). Sejak awal pengadaannya, pihak LIMA selalu konsisten untuk memproduksi tayangan siaran langsung pertandingan. Hingga tulisan ini dibuat pada 29 November 2020, tiap-tiap tayangan yang ada rata-rata berhasil memperoleh jumlah penonton siaran langsung sebanyak tidak kurang dari 1.500. Dengan demikian, ini pun menjadi bukti bahwa fleksibilitas industri esports tidak hanya dapat membuat dirinya terus bertahan di tengah pandemi, tetapi juga turut dapat menyelamatkan sektor lain dari ancaman kebangkrutan.

 

Referensi:

Anggoro, D. (25 November 2019). 24 Tim Akan Berlaga di LIMA Futsal Nationals 2019. Diakses pada 30 November 2020, melalui https://bolalob.com/read/130461/24-tim-akan-berlaga-di-lima-futsal-nationals-2019

LIMA Liga Mahasiswa. (2020). Diakses pada 30 November 2020, melalui https://www.ligamahasiswa.com/

Maharani, S. (13 Agustus 2019). Liga Mahasiswa Berjalan Sukses, ITHB dan UPH yang Jadi Juaranya. Diakses pada 30 November 2020, melalui https://www.indosport.com/basket/20190813/liga-mahasiswa-berjalan-sukses-ithb-dan-uph-yang-jadi-juaranya

Rizal, C. (10 Oktober 2020). Jadwal Liga Mahasiswa (LIMA) Turnamen E-sports, Mobile Legends: Bang Bang, Yuk Ikutan! Diakses pada 30 November 2020, melalui https://kabarlumajang.pikiran-rakyat.com/iptek/pr-42817585/jadwal-liga-mahasiswa-lima-turnamen-e-sports-mobile-legends-bang-bang-yuk-ikutan

Sasongko, T. (24 Agustus 2019). Peserta LIMA Football 2019 Bertambah. Diakses pada 30 November 2020, melalui https://bola.kompas.com/read/2019/08/24/23023138/peserta-lima-football-2019-bertambah

 

Penulis: Abyzan Syahadin | Mahasiswa S1 Reguler Ilmu Komunikasi angkatan 2017 (Kontak: abyzan.syahadin.b.d@ugm.mail.ac.id

PROGRAM STUDI

   SARJANA REGULER

   SARJANA IUP

   MAGISTER

   DOKTORAL

Desember 2020
S S R K J S M
 123456
78910111213
14151617181920
21222324252627
28293031  
« Nov   Jan »
Universitas Gadjah Mada

DEPARTEMEN ILMU KOMUNIKASI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS GADJAH MADA
Jl. Sosio Yustisia No.1, Bulaksumur, Yogyakarta 55281, Indonesia
E: fisipol@ugm.ac.id
P: +62(274) 563362
F: +62(274) 551753

TENTANG DIKOM

Sekapur Sirih Visi dan Misi Sejarah Struktur Departemen Staff

PROGRAM STUDI

Reguler IUP Magister Doktoral

AKTIVITAS

Karya Mahasiswa Korps Mahasiswa BSO Ajisaka

UNIT PENDUKUNG

Laboratorium Pusat Kajian Decode JMKI Jaminan Mutu

© 2020 | DEPARTEMEN ILMU KOMUNIKASI - UGM

KEBIJAKAN PRIVASI/PRIVACY POLICY