• Tentang UGM
  • FISIPOL UGM
  • Pusat IT
  • Perpustakaan
  • Riset
  • Webmail
  • DigiLib Center
  • Bahasa Indonesia
    • Bahasa Indonesia
Universitas Gadjah Mada Departemen Ilmu Komunikasi
Fakultas Ilmu Sosial dan Politik
Universitas Gadjah Mada
  • Tentang DIKOM
    • Sekapur Sirih
    • Sejarah
    • Visi dan Misi
    • Struktur Departemen
    • Staf
      • Dosen
      • Administrasi
      • Laboran
    • Fasilitas
  • Program Studi
    • Program Sarjana
      • Reguler
      • Internasional
    • Program Pascasarjana
      • Magister Ilmu Komunikasi (S2)
      • Doktor Ilmu Komunikasi (S3)
  • Aktivitas
    • Pengabdian
    • Data Penelitian
    • Publikasi
    • Ikatan Alumni
  • Unit Pendukung
    • Jurnal Media dan Komunikasi
    • DECODE
    • Laboratorium DIKOM
    • Jaminan Mutu
  • Beranda
  • Perspektif
Arsip:

Perspektif

Memilih Menggunakan Out of Home Advertising Ketika Belanja Iklan Digital dan Televisi Naik Tajam Selama Pandemi

Perspektif Selasa, 15 Desember 2020

Selama Pandemi Covid-19, brand dituntut untuk melakukan perencanaan ulang terhadap alokasi belanja iklan mereka. Hal ini dikarenakan terjadinya banyak perubahan terhadap media-media yang akan digunakan untuk beriklan. Salah satu jawabannya adalah memfokuskan belanja iklan mereka kepada iklan digital. Berdasarkan penelitian Nielsen pada Juli 2020, belanja iklan digital naik sebesar 20% dengan total belanja iklan Rp24,2 triliun dan berada di posisi kedua setelah belanja iklan televisi yang tumbuh sebesar 72% menjadi Rp88 triliun (Siregar, 2020). Meskipun begitu, ada berbagai brand yang kemudian memilih untuk tidak menggunakan media tersebut dan lebih tertarik dengan out of home advertising.

Out of home advertising merupakan media untuk beriklan yang tersedia di luar rumah dimana media ini dapat menjangkau konsumen saat mereka sedang bepergian, menunggu, berbelanja, atau berada di luar tempat tinggal mereka (Kelly, Jugenheimer, & Sheehan, 2015). Media ini seringkali menjadi pilihan yang menjanjikan karena pengiklan dapat memanfaatkan peluang kreatif yang ada untuk membuat pesan di luar ruangan yang berkesan dan unik kepada jangkauan audiens mereka. Oleh karena itu, meskipun media digital dan televisi mengalami kenaikan yang cukup tingga, out of home advertising dapat menjadi pilihan ketika dapat dikemas dengan menarik sehingga bisa menjangkau audiens yang diinginkan.

Berikut beberapa iklan atau campaign melalui out of home advertising yang dilakukan oleh berbagai brand dan mendapat antusiasme dari masyarakat secara masif di berbagai media selama pandemi.

 

 

  • Himbauan untuk #dirumahaja dari Aqua

 

Sebuah campaign yang dilakukan Aqua dengan mengajak masyarakat untuk berada di rumah melalui cara yang berbeda ini mendapat respon positif dari masyarakat. Dengan 29,6 ribu likes dan 13,1 ribu retweets, campaign ini telah menjadi perbincangan di media sosial, khususnya Twitter. Hal ini dikarenakan konsep yang dibawa cukup berbeda dan membuat orang menjadi tertarik dengan isinya sehingga pesan untuk #dirumahaja dapat tersampaikan secara mudah.

 

 

  • Prepp Studio Marketing Campaign dari Arief Muhammad 

 

Berbeda dengan billboard yang digunakan oleh Aqua, teknik marketing campaign yang dilakukan oleh Arief Muhammad bersama Prepp Studio ini terbilang sangat menarik perhatian. Pasalnya, pada saat yang bersamaan sedang terjadi aksi demonstrasi di sejumlah daerah terkait adanya penentangan terhadap Omnibus Law kepada DPR RI.

Dengan copy yang menarik dan seakan menjawab bahwa ketika banyaknya aksi demonstrasi, Arief Muhammad kemudian mengajukan diri untuk siap menjadi nomor satu. Padahal setelah pernah menjadi trending di Twitter, Arief mengungkap bahwa dirinya siap menjadi nomor satu, dalam memimpin brand fashionnya, yaitu Prepp Studio.

 

  • Email Reveal dari Traveloka

 

Penggunaan nillboard digital yang dilakukan oleh Traveloka ini apabila dilihat secara sekilas merupakan kesalahan teknis yang dilakukan ketika memasang bahan yang akan dijadikan dalam billboard.

Namun, ketika diamati secara seksama, ini merupakan salah satu cara yang dilakukan oleh Traveloka untuk menarik perhatian masyarakat di sekitarnya agar sejenak memandang dan mengamati billboard ini. Billboard Traveloka ini berisi laman email yang sedang membuka pesan untuk materi dari billboard ini, yaitu program EPIC Sale yang dilakukan oleh Traveloka. Dengan mendapat perhatian karena bentuknya unik, banyak netizen yang kemudian memuji cara marketing dari Traveloka ini.

 

Dari ketiga contoh tersebut, dapat ditemukan satu pola dimana cara yang unik untuk melakukan pemasaran seringkali mendapatkan perhatian lebih dari masyarakat. Hal ini dikarenakan masyarakat telah bosan dengan bentuk pemasaran yang sifatnya repetitif dan mudah ditebak. Oleh sebab itu, penggunaan out of home advertising dapat menjadi salah satu media yang dapat dikreasikan ketika akan melakukan pemasaran.

 

Referensi:

Kelly, L.D., Jugenheimer D.W., Sheehan K.B. (2015). Advertising Media Planning: A Brand Management Approach. Fourth Edition. New York: Routledge.

Siregar, B.P. (2020, Juli). Belanja Iklan Televisi Melonjak 72% Selama Pandemi. Diakses pada 1 Desember 2020 dari https://www.wartaekonomi.co.id/read301101/belanja-iklan-televisi-melonjak-72-selama-pandemi

 

Penulis: Khairi Muhammad Zuhdi | Mahasiswa S1-Reguler Angkatan 2018

Mengenal Lebih Dekat Corporate Social Responsibility

Perspektif Senin, 14 Desember 2020

Bagi yang tertarik dan menekuni dunia public relations, CSR atau Corporate Social Responsibility bukanlah hal yang asing. Biasanya perusahaan melakukan CSR sebagai bentuk tanggung jawab sosial mereka kepada stakeholder. Namun, apakah pembaca sudah mengetahui apa itu CSR? Artikel ini akan mencoba membantu pembaca untuk mengenali CSR.

 

Pengertian

Reinhard (2008) mengadopsi definisi sederhana mengenai CSR yang dicetuskan oleh Elhauge (2005) yaitu “mengorbankan” profit untuk kepentingan sosial dengan dasar sukarela. Khan (2012) mengatakan bahwa CSR mencakup cakupan luas seperti perilaku atau behavior yang meliputi perilaku ramah karyawan, ramah lingkungan, sadar etika, menghormati komunitas dimana perusahaan berada, dan bahkan ramah terhadap investor. Sementara Hopkins (2004) mendefinisikan CSR sebagai memperlakukan stakeholder secara etis atau dengan cara yang bertanggung jawab. Jadi dapat disimpulkan bahwa CSR merupakan tanggung jawab sosial perusahaan kepada pihak internal dan eksternal.

 

Konsep keberlanjutan dalam CSR

John Elkington (1994) dalam bukunya berjudul Cannibals with Forks: the Triple Bottom Line of 21st Century Business mencetuskan konsep profit, planet, dan people dalam CSR. Konsep ini menekankan pada keberlanjutan. Ketiga konsep itu diturunkan sebagai berikut:

  1. Profit: tanggung jawab perusahaan kepada shareholder
  2. Planet: tanggung jawab perusahaan pada keberlanjutan daya dukung alam 
  3. People: tanggung jawab perusahaan pada stakeholder

Sementara irisan dari ketiganya sebagai berikut:

  1. Profit,  people, and planet: berkomitmen pada pembangunan berkelanjutan dengan integrasi pengembangan sosial dan lingkungan
  2. Profit and people: tanggung jawab perusahaan pada peningkatan nilai perusahaan baik secara SDM maupun produk yang dihasilkan
  3. Planet and people: tanggung jawab perusahaan pada daya stakeholder untuk memelihara lingkungan  
  4. Profit and planet: efisiensi pemanfaatan SDA 

 

Pedoman pelaksanaan CSR

International Organization for Standardization (ISO) mengeluarkan panduan dan standarisasi CSR melalui ISO 26000:2010 Guidance Standard on Social Responsibility. Perusahaan di seluruh dunia dapat mengacu pada pedoman ini ketika melakukan CSR.  ISO menyebutkan dua praktik dasar dari CSR yaitu identifikasi stakeholder serta keterlibatannya dan pengakuan tanggung jawab sosial oleh perusahaan. ISO 26000:2010 juga mencakup tujuh isu pokok CSR yaitu:

    1. Hak asasi manusia
    2. Isu konsumen
    3. Isu lingkungan
    4. Ketenagakerjaan
    5. Pengembangan masyarakat
    6. Praktik kegiatan perusahaan yang sehat

 

  • Organizational governance 

 

 

Keuntungan 

Ada beberapa keuntungan yang didapatkan perusahaan ketika menerapkan ISO 26000:2010 ketika melakukan CSR, yaitu:

  1. Menaikkan reputasi perusahaan karena menerapkan standar dan pedoman internasional
  2. Kemampuan untuk menarik dan mempertahankan pekerja, pelanggan, klien, dan pengguna dengan penerapan tujuh isu pokok
  3. Pemeliharaan moral, komitmen, dan produktivitas karyawan
  4. Persepsi baik dari investor, pemilik perusahaan, donor, dan sponsor
  5. Hubungan baik dengan perusahaan, pemerintah, media, pemasok, mitra, pelanggan, dan komunitas dimana perusahaan beroperasi

 

Sudah seharusnya perusahaan menerapkan prinsip CSR yang berkelanjutan dan sesuai dengan pedoman internasional untuk menciptakan ekosistem yang kondusif dan saling menguntungkan. Pada akhirnya, penerapan CSR akan saling mempengaruhi satu sama lain seperti cycle sehingga perusahaan harus memastikan setiap aspek CSR terlaksana dengan baik, 

 

Referensi:

Elhauge, E. (2005), “Corporate Managers’ Operational Discretion to Sacrifice Corporate Profits in the Public Interest’, in B. Hay, R. Stavins and R. Vietor (eds), Environmental Protection and the Social Responsibility of Firms, Washington, DC, Resources for the Future.

Hopkins, Michael (2004) “Corporate social responsibility: an issues paper” Policy Integration Department, Working Paper No. 27 World Commission on the Social Dimension of Globalization International Labor Office Geneva, May 2004, Copyright © International Labour Organization 2004

Khan, Muhammad Tariq, dkk. (2012). Corporate social responsibility (CSR) – definition, concepts and scopre (A review). Universal Journal of Management and Social Sciences. Vol. 2, No 7. Diakses dalam https://my.uopeople.edu/pluginfile.php/57436/mod_book/chapter/121630/BUS%205115%20Unit%208%20CSR%20Definitions%20and%20Concepts.pdf 

Reinhardt, Forest L.; Stavins, Robert N. and Vietor, Richard H.K. (2008) “Corporate Social Responsibility Through an Economic Lens” Resources for the Future, April 2008, RFF – DP 08-12, 1616 P St. NW Washington, DC 20036, 202-328-5000 www.rff.org

 

Penulis: Rizki Dwi Wibawa | Mahasiswa S1 Reguler-Angkatan 2018

Public Relations (PR) sebagai Profesi di Indonesia

Perspektif Jumat, 11 Desember 2020

Banyak orang sulit membedakan profesi PR dengan profesi lainnya, misalnya marketing, atau dengan percabangannya, publisitas. Selain sulit dibedakan, banyak juga yang masih menganggap PR atau humas bukanlah suatu profesi, melainkan pekerjaan, yang artinya personilnya tidak harus memiliki latar belakang akademisi ilmu komunikasi atau akademisi kehumasan. Fenomena jabatan humas yang diisi oleh yang bukan profesional masih banyak terjadi di Indonesia. Tetapi, syarat apa saja, sih, yang membuat suatu pekerjaan menjadi profesi? Artikel ini akan membedah karakteristik pengkategorian tersebut dan bagaimana pengaplikasiannya dalam public relations.

  1. Edukasi

Di Indonesia, edukasi kehumasan atau public relations sudah ada sejak 1950, yakni pertama kali di Jurusan Ilmu Komunikasi (saat ini Departemen Ilmu Komunikasi), Fakultas Ilmu Sosial dan Politik UGM. Pada saat itu, mahasiswa Ilmu Komunikasi dipersiapkan untuk mengisi jabatan di Kementerian Penerangan (saat ini Kementerian Komunikasi dan Informatika). Namun seiring berjalannya waktu, cabang Ilmu Komunikasi menjadi lebih banyak sehingga telah meluluskan banyak profesional di berbagai bidang.

  1. Asosiasi Profesi

Asosiasi profesi memainkan peran yang cukup penting dalam meningkatkan status pekerjaan menjadi sebuah profesi. Sebagai contoh, Perhimpunan Hubungan Masyarakat Indonesia (Perhumas) adalah asosiasi kehumasan terbesar di Indonesia yang didirikan pada tahun 1972. Pendirian Perhumas didorong oleh kebutuhan akan adanya sebuah forum profesi kehumasan untuk bertukar pengalaman demi peningkatan kualitas praktik kehumasan di Indonesia. Peningkatan kualitas praktik diciptakan dengan dibuatnya Kode Etik Perhumas sebagai acuan profesi humas di Indonesia. Selain itu, Perhumas juga membuat program akreditasi bagi praktisi kehumasan di Indonesia. Selain Perhumas, terdapat Asosiasi Perusahaan Public Relations Indonesia (APPRI) yang didirikan pada 1987 oleh beberapa tokoh PR di Indonesia yang memiliki perusahaan PR diantaranya yaitu Inke Maris, Maria Wongsonagoro, Miranty Abidin, Edowati Sudjono, Srikandi Hakim, Sayono, Ida Sudoyo

  1. Kode Etik

Sager (dalam Sha, 2011), menyatakan bahwa “Tidak ada penyimpangan dalam pengetahuan tentang berperilaku etis, juga tidak ada alasan mengapa seorang profesional terdidik gagal membedakan antara apa yang benar dan apa yang salah”. Maka dari itu, setiap profesi harus menciptakan standar untuk menciptakan batas-batas profesionalitas, yakni dengan menciptakan kode etik. Di Indonesia sendiri, terdapat Kode Etik Perhumas dan Kode Etik APPRI yang diciptakan oleh asosiasi profesi dan juga Kode Etik Humas Pemerintahan yang diciptakan oleh negara melalui Keputusan Menteri Kominfo.Keduanya memiliki kode etik yang 11:12, yang membedakannya hanya sejarah dan subjek yang diatur.

  1. Akuntabilitas dan Pengakuan oleh Publik

Beberapa orang meragukan keabsahan standar bagi pekerjaan untuk menjadi sebuah profesi tanpa adanya pengakuan publik walaupun sudah terdapat asosiasi profesi dan kode etik. PR atau humas seringkali dibingkai secara negatif di dalam media, yakni untuk memberikan citra positif dengan menutupi sisi negatif perusahaan. Tetapi, realita cukup berbicara dan sangat disayangkan tidak banyak sisi strategis dari Humas yang dibincangkan. Satu solusi untuk meningkatkan akuntabilitas praktisi humas adalah dengan adanya akreditasi atau lisensi.

  1. Akreditasi dan Sertifikasi Profesi

Di Amerika Serikat, akreditasi humas sudah ada secara resmi sejak 1998 dengan penyelenggaraan Badan Akreditasi Universal (UAB), yang menyatukan beberapa asosiasi profesi kehumasan, yang beberapa di antaranya sudah memiliki program akreditasinya sendiri. Organisasi yang berpartisipasi di UAB setuju untuk melepaskan program akreditasi terpisah mereka untuk mendukung proses akreditasi yang universal, yang sepenuhnya terbentuk pada tahun 2003.

Di Indonesia, program akreditasi humas baru ada di Perhumas. Dibutuhkan pengalaman bekerja 3-5 tahun sebagai humas untuk mendapatkan akreditasi profesi. Sementara itu, sertifikasi kehumasan sudah banyak dibuat di asosiasi-asosiasi berbeda, seperti APPRI, hingga London School of Public Relations (LSPR), bahkan terdapat satu lembaga khusus, yakni Lembaga Sertifikasi Profesi Public Relations Indonesia (LSPPRI).

 

Referensi:

Sha, B.-L. (2011). Accredited vs. non-accredited: The polarization of practitioners in the public relations profession. Public Relations Review, 37(2), 121–128. doi:10.1016/j.pubrev.2011.02.003

 

Penulis: Rizqy Kartini Mayasari | Mahasiswi S1 Reguler Ilmu Komunikasi angkatan 2018

Tren Musik Dangdut di Masa Kini: Bertahan Tak Ingin Hilang Tergerus Waktu

Perspektif Jumat, 11 Desember 2020

Musik merupakan suatu keunikan istimewa yang diciptakan manusia yang mempunyai kapasitas sangat kuat untuk menyampaikan emosi dan mengatur emosi (Johansson, 2006). Menurut data pendengar musik Indonesia di Spotify dari CNN Indonesia, bahwasannya masyarakat Indonesia mendengarkan musik 3 jam dalam sehari.

Persaingan sangat ketat dunia permusikan di era digital semakin terlihat, adanya platform yang membuat lahirnya para kreator-kreator muda yang kreatif, seperti Youtube, Instagram, dan TikTok. Mereka yang memiliki bakat di dunia permusikan berlomba-lomba membuat konten musik yang disukai oleh masyarakat seperti membuat lirik musik sendiri, mengcover musik, hingga membuat video musik.

Tren musik yang tiap tahun berubah-ubah dan munculnya musik-musik dengan aliran Pop, K-Pop, EDM, dan lain sebagainya dari luar negeri, seakan-akan menambah sulitnya persaingan di dunia permusikan, salah satunya musik lokal. Musik aliran dangdut merupakan satu dari berbagai musik lokal yang tradisional khas dari Indonesia. Berjalannya waktu membuat musik aliran dangdut semakin lama ditinggalkan, lantaran munculnya musik-musik yang lebih populer sehingga kalah bersaing di dunia permusikan.

Menurut Mathew Cohen (2006), peneliti seni pertunjukan Indonesia mencatat, leluhur musik dangdut berasal dari orkes keliling. Sejarah dangdut di Indonesia, dangdut dipengaruhi musik India melalui film Bollywood oleh Ellya Khadam dengan lagu “Boneka India”, dengan munculnya tokoh dangdut terkenal Indonesia saat itu Rhoma Irama pada tahun 1968. Dangdut bercirikan dentuman tabla (alat musik perkusi India) dan gendang. Dangdut juga sangat dipengaruhi dari lagu-lagu musik India klasik dan Bollywood. 

Musik dangdut selalu identik dengan penikmat musik dari masyarakat kalangan ekonomi dan sosial menengah kebawah, bahkan citra musik dangdut pada masa lalu dianggap sebagai musik yang tidak sopan dan tidak pantas. Hal itu dikarenakan pada saat pertunjukan konser dangdut, terdapat biduan yang menggunakan pakaian tidak senonoh, hingga melakukan aksi yang masuk kedalam kategori pornografi. Penikmat musik dangdut didominasi oleh kalangan generasi X.

Sama seperti musik populer lainnya, musik dangdut memiliki lirik yang menggambarkan perasaan hati, namun karena musik dangdut mendominasi pendengar dari kalangan masyarakat kebawah, banyak lirik musik dangdut juga menggambarkan kondisi ekonomi dan sosial. Musik dangdut sering terdengar di perkampungan, terminal, transportasi seperti truk, bus, hingga warung-warung kopi dan makan, yang memperlihatkan kondisi identitas dan budaya masyarakat di Indonesia. Diperkuat menurut Andrew Weintraub (2010) pada bukunya Dangdut: Musik, Identitas, dan Budaya Indonesia berpendapat bahwasannya dangdut tidak hanya mencerminkan keadaan politik dan budaya nasional. Tapi sebagai praktik, ekonomi, politik, dan ideologi, dangdut telah membantu membentuk gagasan tentang kelas, gender, dan etnisitas di negara Indonesia modern.

Kembalinya musik dangdut sebagai musik populer diawali dari kontes-kontes dangdut di televisi Indonesia, kontes dangdut ini dengan harapannya dapat mengambil massa audiens masyarakat dari kalangan ekonomi menengah kebawah di Indonesia. Kontes dangdut pertama di Indonesia saat itu adalah KDI (Kontes Dangdut Indonesia) yang tayang di TPI (saat ini MNCTV), KDI pada saat itu dinilai berhasil menarik audiens dengan rating yang tinggi dan tayang di jam prime time. Muncul penyanyi-penyanyi jebolan KDI 1 seperti Siti Rahmawati, Nassar, dan Selfi Nafilah yang hingga saat ini aktif di dunia hiburan permusikan dangdut, mereka berlomba-lomba mengeluarkan single hingga album musik dangdut terbaru, sehingga lahir musik-musik dangdut populer. Tak hanya KDI yang mencari peluang menarik audiens, muncul kontes dangdut lain yang dikemas lebih modern dan meriah, yaitu Dangdut Academy (D’Academy saat ini) kontes ini tidak hanya mencari bibit-bibit unggul penyanyi dangdut, tetapi mereka menilai hingga ke gaya juga penampilan kontestan, sehingga melahirkan jebolan artis dangdut yang modern dan populer tidak tergerus oleh waktu mengikuti perkembangan zaman. Artis jebolan D’Academy tiap tahunnya selalu menjadi artis dangdut yang populer, bahkan hingga mereka menciptakan lagu-lagu yang disukai oleh masyarakat, salah satunya adalah Lesti dengan lagu populernya yaitu “Kejora” dengan jumlah pendengar di Spotify lebih dari 1 juta dan Youtube lebih dari 12 Juta penonton, single yang terbaru “Kulepas Dengan Ikhlas” memperoleh lebih dari 1 juta pendengar di Spotify dan lebih dari 42 juta penonton di Youtube.

Suksesnya musik dangdut dari kontes dangdut di televisi, tidak lepas dari persaingan para penyanyi dangdut yang tampil di dunia teknologi digital. Kemunculan era baru dimanfaatkan oleh berbagai perusahaan label musik dangdut dengan memasuki platform Youtube. Diawali menampilkan artis-artis musik dangdut lokal daerah yang mengcover musik dangdut populer, hingga memperoleh tayangan jutaan penonton dan menjadi trending di Youtube, seperti salah satu artis dangdut fenomenal di Indonesia yaitu Via Vallen dan Nella Kharisma, keduanya populer mencuat ke publik setelah lagu-lagunya di Youtube trending. Lagu berjudul “Sayang” yang dinyanyikan oleh Via Vallen pernah menduduki Trending #1 di Youtube. Dari kepopulerannya tersebut, hingga ia mendapat kesempatan spesial tampil pada acara bergengsi Pembukaan Asian Games 2018 di hadapan Presiden dan Wakil Presiden RI serta pejabat publik dan tamu-tamu negara se-Asia.

Tren dangdut tidak berhenti sampai disitu, pada awal tahun 2019 hadir penyanyi lawas Didi Kempot yang dikenal dengan lagu lawasnya “Stasiun Balapan”, dangdut yang dibawakan Didi Kempot beraliran Dangdut Campursari Jawa yang membawakan lirik suasana perasaan hati. Kepopuleran Didi Kempot dengan lagunya yang berhasil menarik perhatian generasi muda, dengan liriknya yang sangat menghayati dan menggambarkan perasaan anak muda saat ini, hingga beliau dijuluki sebagai “The Godfather of Broken Heart” dan julukan untuk fansnya adalah “Sobat Ambyar”, Lagu dengan judul “Cidro” dan “Pamer Bojo” menjadi lagu terpopuler yang ia bawakan, lagu tersebut menggambarkan perasaan dan juga pesan yang mendalam dalam urusan percintaan.

Tahun 2020 merupakan masa pahit bagi seluruh masyarakat di dunia, Pandemi Covid-19 membuat orang di berbagai belahan dunia harus menjalani hidup berubah, yaitu tetap di rumah untuk mengurangi penyebaran virus. Selama pandemi ini masyarakat melakukan kegiatan-kegiatan di rumah dengan mengandalkan gadget dan internetnya masing-masing, mau tidak mau mereka harus melakukan kegiatan yang tetap produktif walaupun di rumah saja. Kepopuleran media sosial merupakan kesempatan di masa-masa seperti ini. Media sosial TikTok salah satunya, platform yang menyediakan konten video dan mengedit video kepada penggunanya. Kepopuleran musik dangdut tentunya dimanfaatkan juga dari platform ini, cuplikan-cuplikan video dengan potongan musik dangdut, membawa musik dangdut semakin dikenal seluruh Indonesia oleh kalangan generasi millennial hingga generasi Z. Salah satu kepopuleran musik dangdut di TikTok adalah munculnya konten dengan cuplikan slogan “Tarik Sisss, Semongko” yang diiringi dengan musik dangdut, seakan membuat para penontonnya akan berjoget mendengarnya.

Dalam perkembangannya, musik dangdut dari tahun ketahun berusaha bangkit dan terus berkreasi di tengah kemajuan teknologi. Para insan permusikan dangdut berlomba-lomba untuk menghadirkan musik dangdut yang berkualitas, serta disukai oleh berbagai kalangan, sosial, dan ekonomi masyarakat. Dangdut tidaklah lagi musik zaman dahulu dengan citranya yang buruk, kini dangdut merupakan musik populer yang dapat didengar dan disukai oleh siapapun dari tua hingga muda, dangdut akan tetap bertahan tidak tergerus oleh waktu. Kini giliran generasi muda Indonesia, dengan kesempatan yang sangat besar untuk membangun industri permusikan khususnya aliran dangdut populer hingga ke mancanegara.

 

Referensi:

Anggraini, E. (2017). Spotify: Orang Indonesia Dengarkan Musik 3 Jam Sehari. Diakses pada 3 Desember 2020, melalui https://www.cnnindonesia.com/teknologi/20170510150652-185-213843/spotify-orang-indonesia-dengarkan-musik-3-jam-sehari

Hardian, L.N. (2020). Sebagian Jebolan KDI Pertama Ini Masih Eksis di Dunia Hiburan. Diakses pada 3 Desember 2020, melalui https://www.brilio.net/selebritis/potret-dulu-vs-kini-8-jebolan-kdi-pertama-perubahannya-manglingi-200903x.html

Johansson, B. B. (2006). Music and brain plasticity. European Review, 14(1), 50‐64.

Portal Informasi Indonesia (2018). Evolusi Dangdut Indonesia. Diakses pada 3 Desember 2020, melalui https://indonesia.go.id/ragam/komoditas/ekonomi/evolusi-dangdut-indonesia

Weintraub, A. N. (2010). Dangdut: Musik, Identitas, dan Budaya Indonesia, terjemahan Arif Bagus Prasetyo (2012). PT Gramedia, Jakarta.

 

Penulis: Faiq Naufal Farras | Mahasiswa S1 Reguler Ilmu Komunikasi angkatan 2018 

Liga Mahasiswa dan Bukti Fleksibilitas Turnamen Esports di Era Pandemi

Perspektif Jumat, 11 Desember 2020

Tak terasa, pandemi Covid-19 sudah mendera negeri Indonesia selama setengah tahun lebih. Berbagai sektor industri di negara ini secara silih berganti merasakan naik-turun akibat pandemi yang tak lekas berujung. Semuanya memiliki alasan serupa, yakni ketidakmampuan sektor terkait dalam melakukan adaptasi terhadap kondisi Covid-19 yang serba menuntut jarak. Walau begitu, bukan berarti tak ada sektor industri yang benar-benar absen dari proses adaptasi. Sektor tersebut ialah olahraga elektronik atau esports.

Di kala sektor-sektor lain dalam kehidupan modern ini banyak mengalami naik-turun, esports justru tampak sangat leluasa untuk terus hidup. Hal ini tidak lepas dari fleksibilitas esports sebagai sebuah olahraga termediasi yang dalam prosesnya, cukup mengandalkan bantuan perangkat elektronik seperti ponsel pintar, perangkat komputer, ataupun konsol. Tentunya, sebagai sebuah aktivitas fisik yang termediasi, esports memungkinkan para aktor di dalamnya untuk dapat terus melangsungkan aktivitas tanpa perlu takut harus bersentuhan secara langsung dengan aktor lain. 

Fleksibilitas dari esports inilah yang membuatnya hidup dan dihidupkan oleh aktor-aktor dari bidang ataupun sektor di luar dirinya. Salah satu contoh aktor di luar esports yang turut mengadaptasikan dirinya dalam situasi pandemi dengan cara membaurkan diri ke dalam industri esports adalah punggawa dari turnamen Liga Mahasiswa.

Bagi pembaca yang belum tahu, Liga Mahasiswa atau yang sering disebut sebagai “LIMA” merupakan organisasi privat yang bertujuan menciptakan sarana bagi mahasiswa/mahasiswi Indonesia dalam berkarya di bidang olahraga. LIMA sendiri sudah rutin mengadakan tidak kurang dari tiga musim turnamen dan mengusung setidaknya empat olahraga “konvensional” yang rutin dipertandingkan, yakni badminton, sepakbola, basket, dan futsal (LIMA Liga Mahasiswa, 2020). 

Sebagai sebuah turnamen olahraga yang sudah menjadi agenda tahunan, tentunya pihak manajemen LIMA sempat merasakan keterpurukan juga akibat situasi pandemi. Pasalnya, pengadaan turnamen olahraga yang menuntut adanya segala bentuk kontak fisik antarpemain menjadi hal yang sangat mustahil untuk direalisasikan. Maka dari itulah, dengan segala proses adaptasi yang diusahakan, pihak manajemen LIMA mencoba tetap mengadakan turnamen, tetapi dengan mengganti seluruh cabang olahraga yang ada dengan esports.

Hasilnya, LIMA sekarang pun mempertandingkan cukup satu cabang lomba saja, yaitu esports dengan fokus gim dipertandingkan yakni Mobile Legends: Bang-Bang, dan mengambil tajuk “Liga Mahasiswa (LIMA) Turnamen Esports, Mobile Legends: Bang-Bang”. Walau demikian, pengusungan satu cabang lomba dan satu judul gim ini tidak lantas membuat pengadaan LIMA menjadi kurang semarak. Pasalnya, LIMA justru dapat menggaet dan membuka akses partisipasi kepada sebanyak tidak kurang dari 80 perguruan tinggi yang tersebar ke dalam empat region, yakni DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Nusantara (Rizal, 2020). 

Pemerolehan jumlah partisipan sebanyak itu merupakan prestasi tersendiri bagi LIMA, sebab dalam sepak terjangnya selama ia mengadakan turnamen olahraga, LIMA hanya dapat menggaet tidak lebih dari 25 perguruan tinggi partisipan, tak terkecuali dengan basket yang menjadi cabang lomba primadona. Sebagai informasi, pengadaan LIMA “konvensional” terakhir pada 2019 lalu berhasil menggaet sebanyak 17 kampus partisipan untuk cabang lomba sepakbola (Sasongko, 2019), 24 kampus partisipan untuk cabang lomba futsal (Anggoro, 2019), dan 14 kampus partisipan untuk cabang lomba basket (Maharani, 2019). Sebagai informasi tambahan lagi, LIMA cabang lomba basket telah diadakan sebanyak tujuh musim hingga 2019 silam, yakni dengan rincian sebanyak 10.666 siswa-atlet dari 415 perguruan tinggi se-Indonesia telah menjadi partisipan dalam enam musim pengadaan sebelumnya. Dengan melihat sajian angka yang ada, maka dapat dikatakan bahwa jumlah perguruan tinggi partisipan dalam LIMA edisi esports ini amatlah spektakuler, yakni sebesar 1/5 dari jumlah keseluruhan perguruan tinggi partisipan dalam LIMA edisi basket selama enam musim pengadaannya.

Hal lain yang membuat esports begitu fleksibel seakan-akan mampu berbaur dan bersinergi dengan LIMA adalah dimungkinkannya LIMA disiarkan secara daring dan langsung. Selama ini, LIMA selalu mempertandingkan cabang olahraga yang menuntut penggunaan arena luring, misalnya GOR untuk pengadaan turnamen basket, badminton, dan futsal ataupun lapangan terbuka untuk pengadaan turnamen sepakbola. Tentu, turnamen-turnamen dengan arena pertandingan luring seperti ini hanya akan terasa “asyik” bila disaksikan di lokasi pertandingan aslinya. Oleh karena itu, dipilihnya esports sebagai cabang lomba “inovatif” dalam pengadaan turnamen LIMA ini, tidak hanya mampu mengatasi sekat-sekat jarak yang harus dipatuhi selama pandemi, tetapi juga mampu menyuguhkan satu kebaruan dalam tontonan olahraga dari penyelenggaraan LIMA. 

Turnamen LIMA Mobile Legends: Bang-Bang sendiri telah berlangsung sejak 7 November 2020 silam dan akan menginjak finalnya pada 13 Desember 2020 nanti (Rizal, 2020). Sejak awal pengadaannya, pihak LIMA selalu konsisten untuk memproduksi tayangan siaran langsung pertandingan. Hingga tulisan ini dibuat pada 29 November 2020, tiap-tiap tayangan yang ada rata-rata berhasil memperoleh jumlah penonton siaran langsung sebanyak tidak kurang dari 1.500. Dengan demikian, ini pun menjadi bukti bahwa fleksibilitas industri esports tidak hanya dapat membuat dirinya terus bertahan di tengah pandemi, tetapi juga turut dapat menyelamatkan sektor lain dari ancaman kebangkrutan.

 

Referensi:

Anggoro, D. (25 November 2019). 24 Tim Akan Berlaga di LIMA Futsal Nationals 2019. Diakses pada 30 November 2020, melalui https://bolalob.com/read/130461/24-tim-akan-berlaga-di-lima-futsal-nationals-2019

LIMA Liga Mahasiswa. (2020). Diakses pada 30 November 2020, melalui https://www.ligamahasiswa.com/

Maharani, S. (13 Agustus 2019). Liga Mahasiswa Berjalan Sukses, ITHB dan UPH yang Jadi Juaranya. Diakses pada 30 November 2020, melalui https://www.indosport.com/basket/20190813/liga-mahasiswa-berjalan-sukses-ithb-dan-uph-yang-jadi-juaranya

Rizal, C. (10 Oktober 2020). Jadwal Liga Mahasiswa (LIMA) Turnamen E-sports, Mobile Legends: Bang Bang, Yuk Ikutan! Diakses pada 30 November 2020, melalui https://kabarlumajang.pikiran-rakyat.com/iptek/pr-42817585/jadwal-liga-mahasiswa-lima-turnamen-e-sports-mobile-legends-bang-bang-yuk-ikutan

Sasongko, T. (24 Agustus 2019). Peserta LIMA Football 2019 Bertambah. Diakses pada 30 November 2020, melalui https://bola.kompas.com/read/2019/08/24/23023138/peserta-lima-football-2019-bertambah

 

Penulis: Abyzan Syahadin | Mahasiswa S1 Reguler Ilmu Komunikasi angkatan 2017 (Kontak: abyzan.syahadin.b.d@ugm.mail.ac.id

Mobile Advertising di Indonesia: Efektifkah untuk Menarik Hati Pelanggan?

Perspektif Senin, 30 November 2020

Perkembangan teknologi komunikasi pada abad 21 memberikan pengaruh yang gigantis terhadap dinamika sistem periklanan. Telepon seluler sebagai salah satu teknologi komunikasi yang terus dikembangkan, berhasil menciptakan batas yang sangat tipis antara dunia nyata dan virtual (Rauschnabel, 2018).  Dari sinilah mobile advertising atau periklanan seluler berangkat dan menjadi era baru dalam konsep komunikasi pemasaran.

Kenton (2018) memaknai periklanan seluler sebagai segala bentuk iklan yang muncul di perangkat seluler menggunakan koneksi nirkabel. Iklan berbasis telepon seluler dapat dituangkan dalam beragam bentuk seperti teks, video, maupun gambar. Di awal perkembangannya pada awal 2000-an, periklanan seluler banyak memanfaatkan SMS (Short Message Service) sebagai media utama. Strategi ini dipandang efektif karena dengan biaya yang rendah dapat secara bersamaan melakukan mass-marketing (pengiriman iklan ke banyak target sekaligus) dan one-to-one marketing (pengiriman iklan sesuai relevansi sasaran).

Seiring perkembangan mesin pencarian dan aplikasi dalam telepon seluler, sistem periklanan seluler makin melebarkan sayap. Iklan tidak sebatas disampaikan melalui SMS. Lebih jauh dari itu, periklanan seluler bahkan menciptakan industri baru: influencer. Kemunculan influencer yang secara khusus dibayar untuk mempromosikan suatu produk di berbagai media sosial merupakan salah satu buah dari perkembangan iklan seluler. Begitu pun dengan kemunculan viral marketing dan K-Pop marketing.

Dengan memanfaatkan durasi bermain gadget masyarakat Indonesia yang mencapai rata-rata 7-8 jam per hari, maka tiga contoh media iklan dalam mobile advertising di atas cukup menarik untuk diaplikasikan. K-pop marketing membawa unsur K-Pop dalam iklan guna menarik massa K-Popers yang luar biasa banyak. Viral marketing hadir dengan teknik memviralkan suatu produk secara sengaja, baik melalui penggunaan tagar maupun metode lainnya. Begitu pun influencer yang membawa pengaruh dengan tingkat persuasi yang tinggi terhadap pengikutnya.

Di Indonesia sendiri, konsep periklanan seluler menjadi ladang subur yang banyak dimanfaatkan berbagai perusahaan. Hal ini sejalan dengan pesatnya peningkatan pengguna smartphone ataupun internet di Indonesia.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Tim We Are Social dan Katadata, pada tahun 2019 pengguna smartphone di Indonesia mencapai 355 juta pengguna atau 132 persen dari total populasi yang sebanyak 268,2 juta jiwa. Sementara itu, jumlah pengguna internet pada 2019 menyentuh angka 171,7 juta jiwa. Kemudian pengguna sosial media aktif tercatat sebanyak 150 juta dan pengguna sosial media mobile aktif sejumlah 130  juta.

Mengingat smartphone dan internet adalah dua hal yang tak terpisahkan bagi manusia di era sekarang, maka kondisi tersebut menyediakan potensi yang sangat besar dalam upaya pengiklanan produk. Bahkan, pada  tahun 2020 ini, belanja iklan di media online mencapai angka Rp 24,2 triliun (Djailani, 2020). Hal ini menunjukkan tingginya antusiasme perusahaan yang mengintegrasikan sistem periklanan seluler ke dalam rencana pemasaran mereka. Pertanyaan selanjutnya, seberapa efektifkah pengaplikasian metode mobile advertising dalam menggaet pelanggan? Apakah angka belanja online yang sedemikian besar menunjukkan opsi ini memang benar-benar sangat ampuh dalam meningkatkan insight dan tingkat penjualan produk?

Secara garis besar, mobile advertising dapat diturunkan menjadi dua tipe, yakni push type advertisement dan pull type advertisement. Perbedaan mendasar dari keduanya dapat dilihat dari teknik pendekatan kepada konsumen. Tipe push cenderung muncul dengan paksa tanpa kemauan konsumen. Sebab, iklan jenis ini bersifat menyampaikan dan mendatangkan merk ke pelanggan sehingga pelanggan menjadi tahu. Sementara pull type advertisement cenderung berusaha mendorong konsumen untul mendatangi merk dengan membuatnya menjadi tertarik melalui konten iklan tersebut.

Fakta menariknya, karena saat ini telepon seluler merupakan hal yang mencakup ranah pribadi, keberadaan mobile advertising, terkhusus yang hadir dalam bentuk push type, dianggap cukup mengganggu (Salem, 2018). Ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan sivitas akademika Universitas Indonesia pada tahun 2011, yang mana dijelaskan bahwa dari 52,6% responden perempuan dan 42,4% responden laki-laki, sebagian besar dari mereka atau 57,7% dari total responden merasa tidak senang dan hanya 10,6% yang merasa tidak terganggu.

Krisnamurthy (2001) mengemukakan beberapa hal yang mempengaruhi kesediaan konsumen terhadap penerimaan iklan: (1) Relevansi pesan (berkenaan dengan daya tarik iklan dan kesesuaiannya dengan konsumen; (2) Biaya pemrosesan (berkenaan dengan beban kognitif dalam proses menerima pesan); (3) Biaya privasi (berkaitan dengan ketidakpastian penyalahgunaan informasi).

Dari indikator di atas maka dapat dipahami bahwa iklan yang hadir dengan “memaksa” cenderung tidak dapat memenuhi indikator, terutama pada poin A dan C. Ketertarikan dan perasaan “tidak diganggu” akan sulit dicapai dengan metode tersebut. Karena itu, konten jenis ini perlu dihindari dalam  mobile advertising.

Jadi, meskipun gadget dan internet adalah dua hal tak terpisahkan dalam kehidupan manusia, tingkat efektivitasnya dalam membantu pemasaran suatu produk tetap bergantung pada seperti apa iklan tersebut dibingkai dan bagaimana metode penyampaiannya. Menurut Salem & Althuwaini (2018), faktor lain yang mempengaruhi tindakan konsumen pasca menerima iklan adalah relevansi pesan, nilai informasi, dan waktu pengiriman. Maka dari itu, penataan sistem pengiklanan produk yang menarik tetap diprioritaskan untuk mendorong minat konsumen. Dengan demikian, seberapa tinggi efektivitas mobile advertising terhadap  peningkatan penjualan produk sangat bergantung pada bagaimana  framing iklan itu sendiri.

 

 

Referensi

Chen, P., Cheng, Joe Z., dkk. Mei, 2014. Mobile Advertising Setting Analysis and Its Strategic Implications. Technology in Society, 39, 129-141. Diakses pada 13 Oktober 2020, melalui https://linkinghub.elsevier.com/retrieve/pii/S0160791X14000530

Dailysocial.id. Mei, 2017. Eka, Randy. Memahami Potensi dan Tantangan Mobile Advertising di Indonesia. Diakses pada 13 Oktober 2020, melalui https://dailysocial.id/post/memahami- potensi-dan-tantangan-mobile-advertising-di-indonesia

Investopedia.com. Februari, 2018. Kenton, Will. Mobile Advertising. Diakses pada 13 Oktober 2020, melalui https://www.investopedia.com/terms/m/mobile-advertising.asp

Isa, Sani M., dkk. 2011. Analisis Efektivitas Pemasangan Iklan Pada Aplikasi Mobile Dan Faktor-faktor Yang Memengaruhinya. Jurnal Sistem Informasi, Vol 7, no.1, 42-54. Diakses pada 13 Oktober 2020, melalui https://media.neliti.com/media/publications/133249-ID-analisis-efektivitas-pemasangan-iklan-pa.pdf

Salem, Mohammed & Althuwaini, Sulaiman. April, 2018. Mobile Advertising and Its impact On Message Acceptance and Purchase Intention. Journal of Business and Retail Management Research, Vol 12, no. 3, 92-101. Diakses pada 12 Oktober 2020. DOI: 10.24052/JBRMR/V12IS03/ART-08

Suara.com. 2020. Djailani, Mohammad. Belanja Iklan Media Online Naik Tajam saat Pandemi Tembus Rp242 Triliun. Diakses pada 13 Oktober 2020, melalui https://www.suara.com/bisnis/2020/08/25/180809/belanja-iklan-media-online-naik-tajam-saat-pandemi-tembus-rp-242-triliun

Wearesocial.com. 2019. Indonesian Digital Report 2019. Diakses pada 13 Oktober 2020, melalui https://andi.link/hootsuite-we-are-social-indonesian-digital-report-2019/

 

Penulis: Zulfa Alyza | Mahasiswa S1 Reguler-Angkatan 2020

Endorsement di Kalangan Influencer Media Sosial

Perspektif Senin, 30 November 2020

Dewasa ini, media sosial merupakan hal yang penting bagi manusia modern. Manusia menggunakan media sosial untuk berkomunikasi dengan sesama, berhubungan dengan kerabat yang jauh posisinya, berbagi informasi, berekspresi, dan lain sebagainya. Hal-hal tersebut membuat media sosial tak dapat terlepas dari para penggunanya.

Kegunaan lain media sosial adalah sebagai media periklanan. Banyaknya jumlah pengguna media sosial menjadi salah satu faktor pendorong kepopuleran media sosial sebagai media periklanan. Pengguna yang banyak memungkinkan pengiklan untuk mendapatkan engagement dan meraih audiens yang lebih luas. Dengan kata lain, media sosial menjanjikan efektivitas iklan yang tinggi.

Salah satu metode iklan yang dapat dilakukan di media sosial adalah endorsement. Endorsement adalah strategi pemasaran yang melibatkan seseorang dengan pengaruh publik yang  kuat untuk mempromosikan suatu produk. Endorsement dapat dilakukan dengan berbagai cara, seperti memublikasikan pemakaian produk, membuat ulasan positif tentang produk, dan mempersuasi publik untuk membeli suatu produk. Endorsement bertujuan untuk menggaet calon konsumen yang memiliki ketertarikan terhadap seorang figur publik.

Biasanya, figur publik yang melakukan kegiatan endorsement di media sosial disebut dengan influencer. Istilah influencer sendiri diambil dari bahasa Inggris yang berarti orang yang memberikan pengaruh. Menurut Veirman, Cauberghe, dan Hudders (2017), influencer media sosial adalah orang-orang yang telah membangun jaringan sosial dengan jumlah pengikut yang cukup banyak dan jumlah pengikut tersebut merepresentasikan tingkat popularitas mereka. Dengan jumlah pengikut yang banyak, influencer memiliki pengaruh yang besar terhadap persepsi dan opini publik. Menurut Casaló, Flavián, dan Ibánez‐Sánchez (2018), influencer di media sosial dapat dianggap sebagai pemimpin opini publik.

Walaupun sama-sama memiliki pengaruh yang besar terhadap publik, influencer media sosial memiliki beberapa perbedaan dengan selebritas. Influencer media sosial lebih sering berbagi konten tentang kehidupan pribadinya dan berinteraksi secara langsung dengan pengikutnya ketimbang selebritas. Hal ini menyebabkan publik merasa lebih terhubung dengan para influencer daripada dengan selebritas (Schau & Gilly, 2003).

Influencer yang kerap membagikan kehidupan pribadinya di media sosial memberikan kesan intim, dekat, dan nyaman bagi para pengikutnya. Influencer pun menjadi mudah dipercaya oleh penggemarnya. Orang-orang yang mengikuti influencer tersebut juga mengamini segala ucapan dan tindakan yang dilakukan oleh sang influencer. Hal ini kemudian dijadikan peluang oleh para influencer yang ingin mencari uang dan para pemilik brand yang ingin mempromosikan produknya. Jasa endorsement pun lahir sebagai solusi.

Endorsement dianggap sebagai strategi pemasaran yang praktis. Sebelum ada media sosial dan internet, strategi pemasaran dengan word-of-mouth hanya sampai kepada keluarga, kerabat, dan teman-teman terdekat. Akan tetapi, dengan media sosial dan internet, word-of-mouth dapat menyebar luas dalam waktu yang singkat. Hanya dengan satu unggahan konten di media sosial, sebuah produk dapat membuat impresi kepada audiens yang luas. Dengan ini, pemilik brand dapat menghemat waktu dan tenaga untuk mempromosikan produknya.

Walaupun dianggap sebagai strategi pemasaran yang praktis dan efisien, efektivitas endorsement di media sosial tetap dipengaruhi oleh beberapa hal. Pertama, menarik atau tidaknya influencer yang berperan sebagai endorser memiliki pengaruh terhadap hasil akhir dari kegiatan endorsement ini. Influencer yang memiliki pembawaan menarik (tidak hanya dalam aspek fisik) dan memiliki citra baik di pandangan publik biasanya lebih dipilih oleh pemilik brand untuk mempromosikan produk miliknya. Semakin menarik seorang influencer, semakin tertarik pula orang-orang untuk membeli produk yang dipromosikan. Kedua, produk yang akan dipromosikan harus memiliki kecocokan dengan influencer yang mempromosikan. Meskipun influencer tersebut menarik, efektivitas endorsement akan berkurang apabila tidak terdapat pola yang cocok antara influencer dan produk. Apabila seorang influencer yang kerap membagikan konten mengenai dunia kecantikan dan kosmetik melakukan endorse produk otomotif, kemungkinan besar endorsement tersebut tidak akan efektif karena tidak terdapat pola kecocokan antara kedua hal tersebut.

Endorsement memang memiliki sejumlah dampak positif bagi beberapa pihak. Akan tetapi, di sisi lain, terdapat dampak negatif yang ditimbulkan dari kegiatan endorsement ini. Salah satu jenis konten yang diunggah oleh para influencer untuk memenuhi asupan konten para penggunanya adalah konten ulasan. Konten ulasan ini terkadang disalahgunakan oleh influencer untuk mempromosikan suatu produk. Ulasan yang seharusnya bersifat jujur dan sesuai dengan pengalaman sang influencer malah disusupi promosi berbayar. Hal ini dapat merugikan para pengikutnya karena mereka mengharapkan ulasan yang sebenar-benarnya, sedangkan ulasan yang diberikan oleh sang influencer tidak sepenuhnya jujur. Dengan kata lain, endorsement dapat membuat seorang influencer membohongi para pengikutnya.

Selain berbohong pada konten ulasan, beberapa influencer juga kerap melebih-lebihkan produk yang mereka promosikan. Misalnya, di media sosial, seorang influencer kecantikan menyatakan bahwa rahasia kulit cerahnya adalah menggunakan produk X. Akan tetapi, di kehidupan nyata, influencer tersebut melakukan serangkaian proses perawatan kecantikan yang harganya mencapai puluhan juta rupiah. Produk yang diklaim sebagai rahasia kecantikannya justru tidak dipakai sama sekali. Hal ini memberikan dampak negatif bagi pengikut sang influencer yang ingin mengikuti jejak kecantikannya. Mereka berharap bahwa dengan memakai produk X, kulit mereka akan menjadi cerah. Kenyataannya, mereka tak akan bisa karena pernyataan tersebut hanyalah manipulasi promosi.

Berdasarkan uraian di atas, dapat diketahui bahwa endorsement dapat memberikan dampak positif dan dampak negatif. Di satu sisi, endorsement merupakan strategi pemasaran yang memiliki efektivitas tinggi sehingga dapat menguntungkan pemilik produk. Di sisi lain, tak jarang influencer yang kerap membohongi pengikutnya demi kelancaran endorse-nya. Dengan demikian, endorsement di kalangan influencer media sosial memiliki pengaruh yang besar bagi banyak pihak.

 

Referensi

Chen, Y., Fay, S., Wang, Q. (2011). The Role of Marketing in Social Media: How Online Consumer Reviews Evolve. Journal of Interactive Marketing. 25. 85-94. Doi:10.1016/j.intmar.2011.01.003

Dhanesh, G., Duthler, G. (2019). Relationship management through social media influencers: Effects of followers’ awareness of paid endorsement. Public Relations Review. 45(3). 1-13. Doi:10.1016/j.pubrev.2019.03.002

Janssen, L., Schouten, A., Verspaget, M. (2019). Celebrity vs. Influencer endorsements in advertising: the role of identification, credibility, and Product-Endorser fit. International Journal of Advertising. 39(2). 258-281. Doi:10.1080/02650487.2019.1634898

Torres, P., Augusto, M., Matos, M. (2019). Antecedents and outcomes of digital influencer endorsement: An exploratory study. Psychology Marketing. 36(12). 1267-1276. Doi:10.1002/mar.21274

 

Penulis: Syakhira Qiarasyifa | Mahasiswa S1 Reguler-Angkatan 2020

Mobile Advertising Merajai Dunia Digital

Perspektif Senin, 30 November 2020

Akhir-akhir ini, banyak dijumpai konten yang berlalu-lalang di sosial media. Hal itu sudah diketahui semua orang mengingat kita berada di zaman yang sangat melek akan adanya teknologi. Kemajuan teknologi adalah sesuatu yang tidak bisa dihindari dalam kehidupan sekarang ini, ia berjalan sesuai dengan kemajuan ilmu pengetahuan. Menurut Dwiningrum (20212:171) sekarang ini, kemajuan teknologi benar-benar telah diakui dan dirasakan memberi banyak kemudahan dan kenyamanan bagi kehidupan manusia. Perkembangan teknologi sangat berpengaruh di kehidupan manusia sehingga mendukung perkembangan teknologi internet. Dengan adanya internet, berbagai aktivitas dapat dilakukan dengan lebih mudah dan cepat. Manusia sekarang ini telah memasuki era yang disebut the third wave (gelombang ketiga). Era ini biasa disebut era industrialisasi atau era informasi.

Jumlah populasi masyarakat Indonesia sebanyak 256,4 juta orang, 49 persen diantaranya merupakan pengguna aktif media sosial (Anggraeni, 2018). Besarnya angka tersebut membuktikan bahwa masyarakat Indonesia sudah sangat akrab dengan teknologi yang kini telah banyak digunakan. Untuk itu, banyak peluang yang bisa digunakan untuk mengembangkan suatu usaha yang harus dicapai orang tersebut. Oleh karena itu, banyak dampak positif maupun negatif yang diperoleh dari adanya internet. Hal ini tentu dimanfaatkan oleh sebagian manusia dalam menghadapi globalisasi yang telah menyeluruh ke seluruh kehidupan masyarakat di seluruh dunia, salah satu contohnya dalam dunia bisnis. Penggunaan internet dalam dunia bisnis dapat berfungsi sebagai alat untuk bertukar informasi secara elektronik untuk strategi bisnis, seperti pemasaran, penjualan, dan pelayanan pelanggan.

Teknologi yang telah berpengaruh pada dunia bisnis ini tentunya juga berpengaruh pada periklanan. Seperti yang biasa kita lihat ketika sedang berselancar di dunia maya, kita seringkali menemukan iklan yang kadang bermanfaat, tetapi kadang terkesan mengganggu. Menurut Peter dan Olson (2000) periklanan telah digambarkan sebagai manajemen gambar, maksudnya adalah membuat dan memelihara gambar dan arti di pikiran konsumen. Definisi periklanan menurut Suhandang (2005) adalah suatu proses berkomunikasi secara massa yang melibatkan sponsor tertentu, yaitu pemasang iklan yang membayar jasa media massa atas penyiaran iklannya. Saat ini, periklanan adalah salah satu strategi yang banyak digunakan dalam mempromosikan suatu produk yang telah diciptakan oleh produsen baik dalam bentuk barang maupun jasa. Bentuk promosi yang dilakukan pada masa sekarang ini jika dilihat sudah jauh berbeda dengan gaya iklan yang dilakukan zaman dahulu. Jika dahulu pembuatan iklan dilakukan dengan menggunakan media seperti koran atau radio, sekarang ini pembuatan iklan dapat dilakukan melalui mobile advertisement. Menurut Tsang dan Liang dalam lin et al. (2014:1410) mobile advertisement  adalah pemasaran nirkabel, di mana pengiriman pesan iklan dilakukan melalui jaringan nirkabel ke perangkat mobile seperti ponsel. Leppaniemi dan Karjaluoto dalam Muzaffar et al. (2011: 230) periklanan seluler  mencakup kegiatan yang memberikan iklan melalui ponsel untuk menciptakan kesadaran suatu merek dan mempromosikannya kepada pelanggan. Dengan kata lain, saat ini perkembangan iklan dengan internet sudah marak digunakan oleh masyarakat di seluruh dunia.

Iklan yang dibuat dengan media internet terbagi dalam beberapa bentuk, antara lain video, sponsorship, iklan swalayan, serta iklan kontekstual. Menurut Kotler dan Amstrong (1997:80) salah satu kelebihan mengiklankan produk dengan online yaitu karena saat ini internet merupakan media yang tumbuh dan berkembang pesat, sehingga dapat menjangkau target pemirsa yang sempit, sebagian besar memerlukan jangka waktu yang pendek dalam pembuatan, serta biaya yang dikeluarkan relatif murah. Sedangkan kekurangannya yaitu pada sebagian calon konsumen yang tidak dapat mengakses internet, sulit mengukur efektivitas dan pengembalian investasi, serta eksposur iklan yang bergantung pada “klik melalui” judul pada iklan. Menurut Kotler (2005) pemilihan media periklanan adalah mencari media yang dirasa paling efektif dari segi biaya untuk menyampaikan jumlah dan jenis paparan yang diinginkan kepada sasaran pemirsa. Selain itu, pengemasan iklan melalui internet juga sangat bermacam-macam, dari yang hanya satu kali klik untuk menuju situs yang dituju hingga perlu diperankan oleh tokoh agar terlihat lebih menarik.

Berdasarkan laporan digital pada Januari 2020 yang dilansir We are Social dan Hootsuite tentang sosial media terpopuler digunakan di Indonesia, Youtube memegang peringkat tertinggi. Kemudian disusul oleh WhatsApp, Facebook, Instagram, dan Twitter. Beberapa platform yang disebutkan di atas merupakan sosial media yang paling sering digunakan masyarakat Indonesia dari berbagai kalangan. Jika menilik isi dari masing-masing platform tersebut, banyak konten bermanfaat yang dapat diambil. Konten tersebut dapat berupa musik, gambar, video, hingga berita. Namun, sengaja atau tidak sengaja kita pasti menemukan iklan yang terselip saat kita mengakses platform tersebut. Salah satu contohnya Instagram, dalam pembuatan konten di Instagram, sering ditemui iklan bersponsor baik di linimasa maupun di insta stories yang merupakan fitur dari platform itu sendiri. Hal ini merujuk pada bahasan mobile advertisement yang sudah dipaparkan di atas.

Periklanan yang digunakan di platform Instagram dan media sosial lain termasuk periklanan seluler karena menggunakan jaringan internet untuk menjalankannya. Hal ini merupakan hasil kemajuan teknologi yang kini telah banyak digunakan oleh masyarakat bahkan tidak hanya di Indonesia. Keberadaan internet yang menunjang mobile advertisement ini dirasa telah merajai dunia digital terutama di masa pandemi yang hampir semua kegiatan dilakukan secara daring. Oleh karena itu, kita perlu mengambil langkah dengan bijak agar tidak terperangkap pada hal-hal negatif yang diakibatkan oleh internet.

 

 

Referensi

Imasari, Kartika. 2010. “Sikap, Periklanan, dan Attitude Toward Advertising”. Jurnal Manajemen. Vol. 9, No. 2. Hal. 116. Diakses tanggal 18 Oktober 2020, dari media.neliti.com

Imasari, Kartika dan Cen Lu. 2010. “Pengaruh Media Periklanan Terhadap Pengambilan Keputusan Siswa SMU Untuk Mendaftar di Universitas Kristen Maranantha: Sikap Konsumen Sebagai Variabel Moderasi (Studi Kasus Siswa SMU di Bandung)”. Jurnal Bisnis dan Ekonomi (JBE). Vol. 17, No.2. Halaman 109-111. Diakses tanggal 18 Oktober 2020, dari media.neliti.com

Lasfita, L., Sunarti, dan Andriani Kusumawati. 2015. “Pengaruh Periklanan Mobile Dalam Bentuk SMS dan Citra Produk Terhadap Sikap Konsumen”. Jurnal Administrasi Bisnis (JAB). Vol. 25. Halaman 2. Diakses tanggal 18 Oktober 2020, dari media.neliti.com

Muzaffar, F., dan Kamran, S. 2011. Sms Advertising: Youth Attitudes Toward Perceived Informativeness, Irritation, and Credibility. Interdisciplinary Journal Of Contemporary Research In Business. 3(1). 230-245. Diakses pada 18 Oktober 2020.

Ngafifi, Muhamad. 2014. “Kemajuan Teknologi dan Pola Hidup Manusia dalam Perspektif Sosial Budaya”. Jurnal Pembangynan Pendidikan: Fondasi dan Aplikasi. Vol. 2, No.1. Halaman 34. Diakses tanggal 18 Oktober 2020, dari https://journal.uny.ac.id/

Nuraeni, Reni dan D. S. Puspitarini. 2019. “Pemanfaatan Media Sosial Sebagai Media Promosi”. Jurnal Common. Volume 3, Nomor 1. Halaman 72. Diakses tanggal 18 Oktober 2020, dari search.unikom.ac.id

Prasetyo, D. D., Sunarti, dan Edy Yulianto. 2016. “Pengaruh Iklan Secara Online Terhadap Kepuasan Pembelian (Survey Pada Mahasiswa Pengguna Produk Telkomsel Internet 4G LTE)” Jurnal Administrasi Bisnis (JAB). Vol. 41, No. 1. Hal. 172. Diakses tanggal 19 Oktober 2020, dari https://docplayer.info/43113978

Ramadhan, Bagus. 2020. Data Internet dan Perilakunya Tahun 2020. Diakses tanggal 18 Oktober 2020, dari URL https://teknoia.com/data-internet-di-indonesia-dan-perilakunya-880c7bc7cd19

 

Penulis: Kevida Aida | Mahasiswa S1 Reguler-Angkatan 2020

PERAN VITAL KOMUNIKASI KRISIS DALAM PENANGANAN PANDEMI COVID-19

Perspektif Senin, 30 November 2020

Pandemi Covid-19 (Coronavirus Disease 2019) melanda seluruh dunia sejak awal tahun 2020 lalu. Covid-19 sendiri terjadi akibat infeksi virus korona yang menyerang sistem pernapasan manusia. Gejala awal infeksi virus korona ini hampir sama dengan flu biasa, yaitu batuk, demam, pilek, dan sakit tenggorokan. Pandemi ini bermula di Kota Wuhan, Cina pada akhir tahun 2019 sebelum akhirnya menyebar ke negara lain.

Harian Kompas (18 April 2020) memberitakan rangkuman peristiwa pertama Covid-19. Di luar Cina, kasus positif Covid-19 pertama terjadi di Thailand pada 13 Januari 2020. Disusul Prancis dan Australia pada 25 Januari 2020. Uni Emirat Arab menjadi negara di kawasan Timur Tengah pertama yang mengkonfirmasi kasus positif pada 29 Januari 2020. Selanjutnya, pandemi Covid-19 mulai merambah Benua Afrika dengan ditemukannya kasus positif di Mesir pada 14 Februari 2020. Sebelas hari berselang, negara di Benua Afrika lainnya yaitu Aljazair melaporkan kasus Covid-19 pertamanya.

Sementara itu, kemunculan kasus positif Covid-19 pertama di Thailand tidak membuat pemerintah  bersiap dan mengambil langkah antisipatif bilamana pandemi tersebut menular hingga ke Indonesia. Padahal, seperti kita ketahui  bersama, Thailand merupakan negara tetangga yang mempunyai letak cukup dekat dengan Indonesia. Menurut Direktur Center untuk Media LP3ES, Wijayanto, seperti yang dikutip Detik.com (6 April 2020), Pemerintah Indonesia cenderung menyangkal, bahkan terkesan menolak peringatan – peringatan tentang bahaya virus korona dari lembaga – lembaga dunia. Hal ini terlihat dari pernyataan – pernyataan kontroversial dari beberapa pejabat pemerintahan.

Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto cenderung denial saat menanggapi rekomendasi Universitas Harvard pada 11 Februari lalu yang menyatakan virus korona seharusnya sudah masuk ke Indonesia. Hal senada juga diungkapkan Mahfud M.D. melalui kelakarnya di media sosial yang mengatakan bahwa Covid tidak sampai ke Indonesia karena perizinannya berbelit – belit  (Wijayanto, Detik.com, 6 April 2020). Selain itu, pemerintah juga malah menganggarkan 72 miliar rupiah untuk membayar jasa influencer dan promosi media demi menggenjot pariwisata Indonesia yang lesu akibat penyebaran pandemi Covid-19 (Kompas.com, 2 September 2020). Hal ini langsung menuai reaksi negatif dari masyarakat. Pemerintah dianggap tidak serius dalam mencegah pandemi Covid-19 karena malah membuka akses untuk masuk ke Indonesia disaat banyak negara yang sudah menutup akses untuk wisatawan asing demi mencegah penularan virus korona.

Pemerintah baru tanggap dalam menangani pandemi Covid-19 saat ditemukannya kasus positif Covid-19 pertama di Indonesia pada 2 Maret 2020. Melalui juru bicara pemerintah untuk penanganan wabah corona, Achmad Yurianto, pemerintah melakukan update reguler tentang perkembangan virus korona di Indonesia. Selain Ahmad Yurianto, dalam konferensi pers tersebut juga terselip beberapa keterangan dari tokoh masyarakat dan orang – orang atau pihak yang berwenang memberikan informasi. Hal ini perlu kita apresiasi menilik buruknya komunikasi krisis yang dilakukan pemerintah sebelum adanya kasus positif Covid-19 di Indonesia.

Sayangnya, komunikasi krisis yang dilakukan pemerintah dinilai tidak cukup baik. Ini terlihat dari banyaknya masyarakat yang menganggap remeh pandemi Covid-19 dan tidak menerapkan protokol kesehatan. Keadaan ini disinyalir merupakan buntut dari pernyataan – pernyataan kontroversial para pejabat pemerintahan yang pada awal pandemi mengeluarkan statement yang terkesan menyepelekan bahaya virus korona. Masyarakat yang awam akan bahaya Covid-19 pun akhirnya banyak yang tergiring opininya dan ikut berpendapat sama. Hal ini diperparah dengan banyaknya hoaks dan teori – teori konspirasi yang berkembang.

Selain itu, ada kesangsian terhadap data jumlah kasus yang disampaikan pemerintah dari hari ke hari. Sikap pemerintah yang terkesan menutup – nutupi jumlah pasien positif Covid-19 menjadi andil besar dalam hal ini. Akibatnya banyak masyarakat yang menuntut transparansi data. Menurut pakar komunikasi massa dari Universitas Gadjah Mada (UGM), Gilang Desti Parahita, seperti yang dilansir Katadata (23 Juni 2020) mungkin pemerintah ingin menghindari kepanikan, namun sense of crisis-nya lemah sehingga maksudnya tidak tersampaikan dengan baik.

Pada awal terjadinya pandemi, masyarakat juga sempat kebingungan akibat adanya kebijakan yang tidak sinkron antara pemerintah pusat dan daerah. Contohnya saat itu kita sempat dihebohkan dengan beberapa pemerintah daerah yang memberlakukan karantina wilayah (lockdown) untuk daerahnya masing – masing. Sementara itu, pemerintah pusat melalui Presiden Jokowi mengemukakan bahwa kebijakan karantina wilayah (lockdown) baik di tingkat nasional maupun daerah adalah kewenangan pemerintah pusat dan tidak boleh diambil pemerintah daerah (CNN Indonesia, 28 Maret 2020). Selain itu, komunikasi krisis yang dilakukan pemerintah juga dinilai tidak efektif karena menggunakan ragam istilah asing yang sulit dipahami masyarakat awam.

Dari pernyataan – pernyataan di atas dapat kita simpulkan bahwa komunikasi krisis yang dilakukan pemerintah dalam menghadapi pandemi Covid-19 bisa dikatakan tidak cukup baik. Hal ini terlihat dari adanya kebijakan yang tidak sinkron antara pemerintah pusat dan daerah, pernyataan para pejabat yang terkesan menyepelekan bahaya Covid-19, hingga tidak adanya transparansi data tentang jumlah pasien positif Covid-19. Atas dasar itu, perlu adanya perbaikan mengenai komunikasi krisis yang dilakukan pemerintah dalam menangani pandemi Covid-19.

 

Referensi

Baskara, Bima. (2020, April 18). Rangkaian Peristiwa Pertama Covid-19. Kompas.id. Diakses dari https://bebas.kompas.id/baca/riset/2020/04/18/rangkaian-peristiwa-pertama-covid-19/

Bayu, Dimas Jarot. (2020, Juni 23). Komunikasi Krisis Pemerintah Menangani Pandemi Corona dinilai Buruk. Katadata. Diakses dari  https://katadata.co.id/agungjatmiko/berita/5ef1e78ac2977/komunikasi-krisis-pemerintah-menangani-pandemi-corona-dinilai-buruk

Hakim, Rakhmat Nur. (2020, September 2). Kilas Balik 6 Bulan Covid-19: Pernyataan Kontroversial Pejabat soal Virus Corona. Kompas.com. Diakses dari https://nasional.kompas.com/read/2020/09/02/09285111/kilas-balik-6-bulan-covid-19-pernyataan-kontroversial-pejabat-soal-virus?page=all

Lockdown Daerah, Simbol Karut – marut Penanganan Corona. (2020, Maret 28). CNN Indonesia. Diakses dari 

https://m.cnnindonesia.com/nasional/20200327161721-20-487625/lockdown-daerah-simbol-karut-marut-penanganan-corona

Mawardi, Isal. (2020, April 6). Ini Daftar 37 Pernyataan Blunder Pemerintah Soal Corona Versi LP3ES. Detik.com. Diakses dari https://news.detik.com/berita/d-4967416/ini-daftar-37-pernyataan-blunder-pemerintah-soal-corona-versi-lp3es/3

 

Penulis: Firyal | Mahasiswa S1 Reguler-Angkatan 2020

Humas VS Pandemi Covid-19: Komunikasi Krisis Gojek melalui Instagram

Perspektif Senin, 30 November 2020

Pandemi Covid-19 merupakan krisis utama bagi perusahaan-perusahaan di Indonesia pada tahun 2020. Istilah krisis, menurut Fearn-Banks (2016, h.1), berarti kejadian abnormal yang dapat mengganggu keberlangsungan organisasi, perusahaan, atau industri sehingga dapat menimbulkan kerugian.  Gojek merupakan salah satu perusahaan yang terkena dampak dari pandemi Covid-19 di Indonesia.  Kebijakan-kebijakan seperti Work from Home (WFH) dan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) menghambat Gojek sebagai salah satu penyedia layanan jasa untuk beroperasi. Pada awal tahun pun Gojek sempat harus melepas 9% dari total karyawannya akibat kerugian yang dialami (Zaenudin, 2020).

Untuk mengatasi krisis tersebut, dalam bidang hubungan masyarakat (selanjutnya akan ditulis humas), Gojek ditantang untuk meningkatkan relevansi serta reputasinya di tengah masyarakat. Selain itu, humas harus berupaya untuk menjaga kepercayaan pelanggan dalam menggunakan jasanya selama pandemi agar dapat meminimalisir kerugian. Oleh karena itu, untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut—dalam ranah kehumasan—diperlukan penerapan manajemen krisis dan komunikasi krisis.

Di kala pandemi, manajemen krisis menjadi salah satu komponen utama humas dalam memastikan organisasi dapat melangkah secara strategis. Manajemen krisis sendiri merupakan seperangkat upaya untuk melindungi organisasi, pemegang kepentingan serta industri dari dampak negatif yang dapat diakibatkan oleh sebuah krisis. (Coombs, 2014, h.5).  Namun, tidak cukup berupaya, manajemen krisis harus dipastikan dapat memberikan output yang setara dengan upaya yang telah dikeluarkan perusahaan. Oleh karena itu, dalam ranah kehumasan, upaya manajemen krisis harus diiringi dengan penerapan komunikasi krisis.

Krisis merupakan peristiwa mendadak yang sangat berpotensi menciptakan keriuhan dan misinformasi. Penerapan komunikasi krisis bertujuan untuk mengatur jalannya komunikasi dan persebaran informasi baik di dalam, maupun di luar perusahaan selama krisis terjadi. Menurut Coombs (2010, h.20), komunikasi krisis merupakan distribusi informasi berisi respons perusahaan yang telah diproses terlebih dahulu. Melalui penerapan komunikasi krisis, humas dapat menjembatani komunikasi antara perusahaan dan pemegang kepentingan sehingga upaya manajemen krisis tidak menjadi sia-sia.

Di era digitalisasi ini, mayoritas humas sudah beralih dari penggunaan media tradisional menuju media baru, khususnya media sosial (Grunig, 2009, h.1). Selama pandemi Covid-19, Gojek pun memanfaatkan media sosial sebagai wadah untuk berkomunikasi. Dengan jumlah pengikut yang hampir menyentuh satu juta, akun Instagram @gojekindonesia digunakan sebagai pusat persebaran informasi perusahaan.

Dalam akun Instagram Gojek, terdapat beberapa informasi perusahaan yang diunggah humas dalam rangka mensukseskan upaya manajemen krisis Gojek. Informasi tersebut dapat dikategorisasi menjadi tiga kelompok, yaitu kelompok informasi kegiatan perusahaan, kelompok informasi kebijakan, dan kelompok informasi kampanye protokol kesehatan.

Kelompok informasi kegiatan perusahaan mengacu pada informasi-informasi tentang usaha yang telah dilaksanakan perusahaan dalam rangka menciptakan ekosistem yang aman bagi mitra kerja dan pelanggan. Misalnya, pada 20 Maret 2020, Gojek mengunggah dokumentasi kegiatan pembekalan protokol kesehatan Covid-19 kepada para mitra kerja pada akun Instagramnya. Pada 2 April 2020, akun Instagram Gojek juga mengunggah inisiatif mereka dalam mengimpor lima juta masker medis sebagai bantuan kepada mitra kerja dan tenaga kesehatan di Indonesia.

Beralih ke kelompok kedua, Instagram Gojek pun menyediakan kelompok informasi kebijakan pada akun Instagram mereka. Kelompok informasi kebijakan berisi tentang kebijakan-kebijakan yang diberlakukan Gojek untuk beradaptasi selama pandemi Covid-19. Salah satunya, pada 23 Maret 2020, Instagram Gojek mengunggah foto prosedur baru GoFood (layanan pesan antar makanan) dengan memerhatikan psotokol kesehatan Covid-19. Pada 13 Juni 2020, Gojek kembali mengunggah foto kebijakan baru berupa fitur sekat plastik yang membatasi mitra kerja dan pelanggan pada GoCar (layanan transportasi roda empat).

Terakhir, kelompok informasi kampanye protokol kesehatan turut meramaikan profil Instagram Gojek. Pada 27 Juni 2020, Gojek meluncurkan kampanye protokol kesehatan yang bernama J3K (Jaga Kesehatan, Jaga Kebersihan, Jaga Keamanan) melalui unggahan infografis pada akun Instagramnya. Pada deskripsi, Gojek menulis penjelasan lebih lanjut mengenai tujuan dari diadakannya kampanye protokol kesehatan J3K. “Jadi, J3K adalah upaya #GoJ3K” dalam menjaga kesehatan, kebersihan, keamanan kamu dan seluruh mitra demi memastikan kenyamanan kamu saat menikmati semua layanan Gojek, kayak tiga gambar yang kamu liat di atas” (Gojek, 2020). Pada 30 Juni, Gojek melanjutkan kampanye dengan mengunggah video pada berisi tindak lanjut dari protokol J3K berupa Posko Aman J3K yang tersebar di dua ratus area layanan di Indonesia.

Ketiga kelompok informasi tersebut secara aktif diungggah oleh Gojek hingga bulan Oktober 2020. Tercatat pada 1 Oktober 2020, Gojek kembali mengunggah kelompok informasi kampanye protokol kesehatan dengan mengangkat isu masker.

Dengan mengatur distribusi ketiga kelompok informasi tersebut pada Instagram, humas Gojek dapat mencapai tujuan utamanya, yaitu meningkatkan reputasi dan relevansi Gojek di tengah pandemi. Melalui Instagram, informasi-informasi tersebut dapat menjangkau masyarakat dalam skala yang besar. Misalnya salah satu unggahan yang sukses meraih publisitas tinggi adalah video tentang bantuan masker yang telah disebutkan sebelumnya. Tertanda sejak 2 April 2020, video tersebut telah ditonton sebanyak 1,1 juta kali oleh para pengguna Instagram. Bahkan, video seorang mitra yang sedang menjelaskan fitur baru GoJek (layanan transportasi roda dua) berhasil mencapai angka yang lebih tinggi, yaitu sebanyak 10,9 juta kali ditonton. Pada bulan Mei 2020, beberapa layanan jasa Gojek, yaitu GoFood, GoMart (layanan belanja), dan GoSend (layanan kirim barang) pun berhasil mendapatkan kembali kepercayaan masyarakat (Noviyanti, 2020).

Meskipun demikian, masih banyak yang harus dibenahi dari kinerja humas Gojek dalam menghadapi krisis dan menerapkan komunikasi krisis. Seharusnya komunikasi krisis tidak hanya mengatur jalannya informasi dengan pelanggan, tetapi juga kepada para mitra kerja. Namun, apabila ditelaah pada kolom komentar Instagram Gojek, banyak sekali mitra kerja yang meminta kejelasan informasi, khususnya dari kalangan mitra supir GoJek dan GoCar. Mengutip salah satu komentar mitra di salah satu unggahan Gojek, “Sekarang kok dapat masker trs.. kadang ga dapat.. Cuma cek suhu.. klo sebelumnya suka dapet shampo Clear botol gede (besar), sanitizer, pembersih muka..” (@djoni.hartono, 2020), dapat diketahui bahwa terjadi kekurangan komunikasi antara perusahaan dan mitra kerja. Padahal, mitra kerja adalah salah satu pemegang kepentingan utama di kala krisis yang membutuhkan informasi. Kolom komentar yang berisi kritikan seperti di atas pun dapat menjadi ancaman tersendiri bagi reputasi Gojek sebagai perusahaan.

Oleh karena itu, dibutuhkan penerapan komunikasi krisis yang dapat menjangkau berbagai pemegang kepentingan. Informasi harus dipastikan mencapai seluruh pemegang kepentingan agar humas dapat memastikan kinerja perusahaan yang lebih efisien di kala krisis. Dengan demikian, upaya-upaya manajemen krisis yang telah dilakukan perusahaan dapat bermanfaat sebagai mana mestinya.

 

 

Referensi

Coombs, W. T. (2010). Parameters for crisis communication. The handbook of crisis communication, 17-53. Blackwell Publishing, ltd. https://www.google.com/books?hl=en&lr=&id=mt0F2LBNPa8C&oi=fnd&pg=PA17&ots=DqM2aoKVGN&sig=5R6NQjTfP3eJC90lyUlaqYwZJCs

Coombs, W. T. (2014). Ongoing crisis communication: Planning, managing, and responding. Sage Publications. https://www.google.com/books?hl=en&lr=&id=CkkXBAAAQBAJ&oi=fnd&pg=PR1&dq=Coombs,+W.+T.+(2007b).+Ongoing+crisis+communication:+Planning,+managing,+and+responding+(2nd+edn.).+Los+Angeles:+Sage.&ots=NIu84hen6f&sig=CNNbEXY2Tz8CQ5xC8kr9-fcmnN0

DjoniHartono. [@djoni.hartono]. (2020, 31 Agustus). Sekarang kok dapat masker trs.. kadang ga dapat.. Cuma cek suhu.. klo sebelumnya suka dapet sampo Clear botol gede (besar). Oleh @djoni.hartono [Komentar Instagram]. https://www.instagram.com/p/CEWG3ObAuev/?utm_source=ig_web_copy_link

Fearn-Banks, K. (2016). Crisis communications: A casebook approach. Routledge. https://www.google.com/books?hl=en&lr=&id=aOPLDAAAQBAJ&oi=fnd&pg=PP1&dq=s+Communications:+A+Casebook+Approach&ots=Ee6ZXYq7MG&sig=GKMDQ8ZdPD4w9z9Vobt0wLrm5T8

GojekIndonesia. [@gojekindonesia]. (2020, Juni 27). Gaes, kenalin ini protokol J3K dari Gojek. Iya, kamu gak salah liat kok. Itu bukan huruf “E” kebalik. Oleh @gojekindonesia [Foto Instagram]. https://www.instagram.com/p/CB7vkDXH8Pp/?utm_source=ig_web_copy_link

GojekIndonesia. [@gojekindonesia]. (n.d.). Unggahan-unggahan [Profil Instagram]. Diakses 18 Oktober 2020 pada https://www.instagram.com/gojekindonesia/

Grunig, J. E. (2009). Paradigms of global public relations in an age of digitalisation. PRism, 6(2), 1-19. https://www.researchgate.net/profile/James_Grunig/publication/46280145_Paradigms_of_Public_Relations_in_an_Age_of_Digitalization/links/00b4952b20ceba16ba000000/Paradigms-of-Public-Relations-in-an-Age-of-Digitalization.pdf

Noviyanti, S. (2020, Juli 13). Jadi Andalan, 5 Layanan Gojek Meningkat Penggunaannya. Money Kompas. Diakses 18 Oktober 2020 pada https://money.kompas.com/read/2020/07/13/184100626/jadi-andalan-5-layanan-gojek-meningkat-penggunaannya-selama-pandemi

Zaenudin, A. (2020, Juni 24). Kala Grab dan Gojek Goyah Akibat Corona. Tirto.id. Diakses 18 Oktober 2020 pada https://tirto.id/kala-grab-dan-gojek-goyah-akibat-corona-fKxg

 

Penulis: Kusuma Nabila | Mahasiswa S1 Reguler-Angkatan 2020

123

PROGRAM STUDI

   SARJANA REGULER

   SARJANA IUP

   MAGISTER

   DOKTORAL

Mei 2025
S S R K J S M
 1234
567891011
12131415161718
19202122232425
262728293031  
« Apr    
Universitas Gadjah Mada

DEPARTEMEN ILMU KOMUNIKASI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS GADJAH MADA
Jl. Sosio Yustisia No.1, Bulaksumur, Yogyakarta 55281, Indonesia
E: fisipol@ugm.ac.id
P: +62(274) 563362
F: +62(274) 551753

TENTANG DIKOM

Sekapur Sirih Visi dan Misi Sejarah Struktur Departemen Staff

PROGRAM STUDI

Reguler IUP Magister Doktoral

AKTIVITAS

Karya Mahasiswa Korps Mahasiswa BSO Ajisaka

UNIT PENDUKUNG

Laboratorium Pusat Kajian Decode JMKI Jaminan Mutu

© 2020 | DEPARTEMEN ILMU KOMUNIKASI - UGM

KEBIJAKAN PRIVASI/PRIVACY POLICY