• Tentang UGM
  • FISIPOL UGM
  • Pusat IT
  • Perpustakaan
  • Riset
  • Webmail
  • DigiLib Center
  • Bahasa Indonesia
    • Bahasa Indonesia
Universitas Gadjah Mada Departemen Ilmu Komunikasi
Fakultas Ilmu Sosial dan Politik
Universitas Gadjah Mada
  • Tentang DIKOM
    • Sekapur Sirih
    • Sejarah
    • Visi dan Misi
    • Struktur Departemen
    • Staf
      • Dosen
      • Administrasi
      • Laboran
    • Fasilitas
  • Program Studi
    • Program Sarjana
      • Reguler
      • Internasional
    • Program Pascasarjana
      • Magister Ilmu Komunikasi (S2)
      • Doktor Ilmu Komunikasi (S3)
  • Aktivitas
    • Pengabdian
    • Data Penelitian
    • Publikasi
    • Ikatan Alumni
  • Unit Pendukung
    • Jurnal Media dan Komunikasi
    • DECODE
    • Laboratorium DIKOM
    • Jaminan Mutu
  • Beranda
  • 2021
  • Desember
Arsip 2021:

Desember

Rilis Berita Hilirisasi Riset Dikom UGM: Jurnalisme dan Kebijakan Komunikasi

Berita Jumat, 31 Desember 2021

Departemen Ilmu Komunikasi (Dikom) UGM memulai rangkaian webinar Hilirisasi Riset Departemen dengan sesi pertama yang mengangkat topik “Jurnalisme dan Kebijakan Komunikasi” pada 9 Desember 2021, pukul 09.00-11.00 WIB. Program Hilirisasi Riset ini merupakan bagian penutup dari rangkaian skema Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (PPM) oleh Dikom UGM. Program ini juga merupakan tradisi tahunan di Dikom UGM yang bertujuan untuk menciptakan roadmap atau peta jalan untuk skema PPM ke depannya. 

Narasumber sesi pertama ini adalah Dr. Ana Nadhya Abrar, Zainuddin Muda Z. Monggilo, Dr. Nyarwi Ahmad, dan Gilang Desti Parahita, yang menyampaikan hasil riset mereka seputar “Jurnalisme dan Kebijakan Komunikasi”. Berperan sebagai moderator dala sesi ini adalah Dr. Muhamad Sulhan.

Pada kesempatannya, Dr. Ana Nadhya Abrar sebagai narasumber pertama menyampaikan perjalanan riset kolaborasinya dengan mahasiswa Dikom UGM yang mempersoalkan tentang posisi content creator di Tribun Jogja dengan judul penelitian “Suara Tentang Idealisme Wartawan”. 

“Kenapa saya mempersoalkan itu? Karena yang selama ini kita tahu, content creator itu bukan untuk pers, [melainkan] untuk media sosial. Yang kedua, di dalam [aturan] Tribun Jogja itu nggak pernah tertulis content creator, yang ada wartawan, [seperti] reporter, pemimpin redaksi, kemudian redaktur, sama sekali nggak ada sebutan content creator, tapi di kalangan mereka ada,” jelas Abrar.

Abrar melihat bahwa posisi content creator di media berita patut dipertanyakan karena tidak menghasilkan berita, tetapi artikel. Content creator juga disebutkan mampu memotong posisi pemimpin redaksi dan mengarahkan reporter untuk mencari berita. Secara garis besar, Abrar ingin mempertanyakan apakah kondisi seperti ini yang menyebabkan krisis jurnalisme di Indonesia. 

Selanjutnya, Zainuddin Muda Z. Monggilo, atau kerap disapa Zam, menyampaikan hasil riset kolaborasinya dengan dua mahasiswi Dikom UGM yang berjudul “Praktik Cek Fakta di Indonesia:  Studi Kasus pada Tirto.id, Liputan6.com, Tempo.co, Mafindo,  Kompas.com, dan Suara.com di Masa Pandemi COVID-19”. 

Pertanyaan risetnya adalah bagaimana institusi media yang bersertifikasi International Fact-Checking Network (IFCN) mengimplementasikan cek-fakta dalam melawan kekacauan informasi (mis/mal/disinformasi) yang muncul di tengah pandemi Covid-19. Tujuan dari riset ini adalah untuk mengeksplorasi praktik cek-fakta yang dijalankan oleh keenam institusi media Indonesia tersebut dalam membendung gempuran kekacauan informasi yang beredar selama masa krisis

“Saya [melihat] kualitas jurnalisme bukan saja soal bagaimana berita itu harus objektif, bagaimana berita itu harus cover both sides atau bahkan multiple sides in some cases, atau bagaimana berita itu harus ditulis dengan rapi dan seterusnya, tidak saja sebagai kualitas yang parsial, tetapi kualitas as a whole package,” ucap Zam. 

Menurut Zam, peluang dan tantangan media berita pada 2015-2016 jika dikaitkan dengan maraknya kekacauan informasi akan menjadi sangat mengkhawatirkan jika, celakanya, jurnalis menggunakan mal/mis/disinformasi yang ada sebagai informasi di media tanpa adanya verifikasi yang berlapis. Zam menambahkan, fenomena ini tidak dapat ditangani hanya dari sisi wartawan atau institusi media, tetapi juga akademisi serta masyarakat. Maka dari itu, pada penelitiannya, Zam juga ingin menyampaikan pesan-pesan literasi media.

Dilanjutkan oleh narasumber ketiga, Dr. Nyarwi Ahmad, tentang risetnya yang berjudul “Persepsi Publik Atas Kemampuan Personal  Dan Ketangguhan Kepemimpinan Presiden Joko Widodo Dalam  Mengatasi Wabah Pandemi Covid-19 Pasca Kebijakan New  Normal: Identifikasi Faktor-Faktor Penentu (Kelas Sosial/Tingkat  Pendapatan, Tingkat Pendidikan, Preferensi Politik Dan Jenis  Akses Media”.

Riset ini secara spesifik ditujukan untuk mengeksplorasi keragaman persepsi publik terkait kemampuan personal dan ketangguhan kepemimpinan presiden Joko Widodo dalam mengatasi pandemi Covid-19 dan sejauh mana preferensi politik publik terhadap Parpol dalam Pemilu Legislatif 2019 lalu. Penelitian kuantitatif ini mengadaptasi empat jenis konsep berikut, yaitu kepemimpinan presiden, kapasitas personal, ketangguhan kepemimpinan, dan preferensi politik. 

“Di situ ada 12 pertanyaan yang saya tanyakan di balik pertanyaan besar [saya], yang pertama misalnya kemampuan [presiden] mendeteksi dan mengantisipasi ancaman serta bahaya virus Covid-19, termasuk kemampuan dalam memberikan penjelasan kepada publik,” ucap Nyarwi. Beberapa variabel yang diteliti yakni status ekonomi sosial, pilihan parpol, persepsi akan media arus utama, dan pilihan media sosial. 

Selanjutnya, Gilang Desti Parahita melanjutkan diskusi dengan memaparkan hasil risetnya yang berjudul “Partisipasi Audiens dan Monetisasi  pada Portal Berita Online Only dan Konglomerasi Indonesia” melalui rekaman video. 

Gilang menyampaikan kekhawatirannya melalui hasil risetnya tentang sumber pendapatan industri-industri media Indonesia yang berasal dari over the top companies seperti Google melalui adsense. Gilang melakukan pengamatan terhadap 26 media digital di Indonesia untuk mengidentifikasi perbedaan antara media yang dimiliki oleh konglomerasi dan media startup dari segi sumber pendapatannya. Selain itu, wawancara juga dilakukan pada 8 pengelola media digital di Indonesia. 

“Dari dua metode tersebut setidaknya kita mendapatkan gambaran bahwa media digital di Indonesia masih mengandalkan situs web sebagai platform untuk mendistribusikan konten. Hal ini terutama dilakukan oleh media berita digital yang dimiliki oleh konglomerasi,” ucap Gilang.

Dengan kebergantungan media konglomerasi terhadap penghasilan dari jumlah klik di situs web, kualitas jurnalisme pun akan dikendalikan oleh sistem pengiklanan tersebut. Sedangkan, media startup lebih dapat memanfaatkan kanal-kanal yang dimilikinya untuk memperoleh sumber penghasilan dan mampu mengeksplorasi model pendistribusian beritanya di masing-masing kanal.

Acara hilirisasi ini selengkapnya dapat disaksikan melalui kanal Youtube Departemen Ilmu Komunikasi UGM.

Penulis: Rizqy K. Mayasari

Rilis Berita Hilirisasi Riset DIKOM UGM: Manajemen Komunikasi dan Komunikasi Strategis 1

Berita Jumat, 31 Desember 2021

Kamis (9/12), menjadi hari pertama dari rangkaian acara Hilirisasi Riset Departemen yang diadakan oleh Departemen Ilmu Komunikasi (Dikom) UGM. Hilirisasi riset diadakan dalam 2 (dua) sesi, yakni Sesi 1 pada pukul 09.00-12.00 WIB, dan Sesi 2 pada pukul 13.00-16.00 WIB. Pada Sesi 2, tema besar riset yang dipresentasikan adalah seputar Manajemen Komunikasi dan Komunikasi Strategis. Ada 2 (dua) riset yang dipresentasikan, yakni milik Drs. I Gusti Ngurah Putra, M.A. (Mas Ngurah), dan milik Adam Wijoyo Sukarno, S.I.P., M.A. (Mas Adam). Acara ini dimoderatori oleh Dr. Rahayu, S.I.P., M.Si., M.A. (Mbak Rahayu).

Riset pertama yang dipresentasikan adalah milik Mas Ngurah, berjudul Public Relations Digital dalam Buku Teks Public Relations Indonesia. Pada awal paparan materi, Mas Ngurah menyampaikan bahwa buku teks memegang peranan penting dan memiliki pengaruh dalam proses pembelajaran mahasiswa, sekalipun di masa pembelajaran daring seperti saat ini, sebab buku teks mampu membentuk pemikiran mahasiswa, terkhusus pada topik pembelajaran Public Relations. Seharusnya, isi atau materi dalam buku teks seputar Public Relations mulai disesuaikan dengan zaman dan dengan isu tertentu, termasuk membahas tentang Digital Public Relations secara komprehensif. Setelah mengumpulkan beberapa buku, dan menelusuri apakah buku tersebut ada versi digitalnya, Mas Ngurah hanya menemukan satu buku teks dengan bahasan Public Relations Digital yang relatif memadai sebagai pengantar pembelajaran. Buku tersebut menyajikan materi berisi perbedaan internet atau website dengan media sosial, serta sedikit menjelaskan karakter dari komunikasi melalui media digital. Ringkasnya, tidak semua buku membahas Digital Public Relations secara memadai. Saran dari Mas Ngurah, riset selanjutnya bisa diarahkan untuk mengkaji dengan membandingkan pembahasan Public Relations Digital dalam teks berbahasa Inggris atau terjemahan, dengan buku teks berbahasa Indonesia.

Berlanjut ke presentasi riset dari Mas Adam, berjudul Inovasi Badan Publik Pendidikan dalam Implementasi KIP, yang membahas tentang adopsi inovasi serta teknologi informasi dan komunikasi yang diterapkan oleh Kantor Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) UGM. Berdasar pengamatan Mas Adam, banyak organisasi atau institusi pemerintah maupun pendidikan yang mulai mengarah ke sistem open government. Salah satu aspek yang membuat Mas Adam, selaku peneliti, mengidentifikasi demikian adalah mulai adanya adopsi ICT (Information and Communication Technology; teknologi informasi dan komunikasi). Namun, tentu tidak semua institusi mampu untuk langsung mengadopsi ICT. Orang-orang di dalam institusi tersebut perlu mengkomunikasikan inovasi, perlu berkoordinasi tentang bagaimana Humas berinovasi dan mengadopsi ICT di waktu-waktu ini (pandemi dan era digital). Kerap kali, di tiap institusi sudah ada rencana, tapi persiapan dan aplikasi teorinya kurang — karena, menurut pengamatan Mas Adam, spirit pelayanan publik itu masih kurang sebab masih berfokus di tupoksi (tugas pokok dan fungsi) aja, belum berani berinovasi dan melakukan hal-hal baru. Selain itu juga masih banyak masalah terkait sumber daya, terutama sumber daya manusia (SDM). Level akselerasi di tiap institusi juga tentu berbeda-beda, tergantung kebijakan dan kesigapan Kepala Admin, sebab Kepala Admin harus mengajari staf-staf adminnya dan itu tentu membutuhkan kecakapan digital lebih, serta waktu yang tidak sebentar. Ringkasnya, sudah banyak Humas yang menerapkan kerangka kerja Morton (memakai pendekatan Top Down), tetapi inovasi berbasis ICT belum mengarah ke penyederhanaan organisasi (misal: memangkas jumlah pegawai dan menggunakan Kecerdasan Buatan sebagai penggantinya). Aplikasi pelayanan publik sudah ada, tapi koordinasi untuk beradaptasi dengannya masih butuh jangka waktu yang panjang. Terakhir, Mas Adam menyampaikan bahwa di tiap institusi sebenarnya ada spirit untuk membuka (membuka peluang beradaptasi dengan ICT), tapi juga ada spirit untuk menutup (menutup kemungkinan adaptasi dan inovasi tersebut).

Penulis: Rose Wirastomo

PROGRAM STUDI

   SARJANA REGULER

   SARJANA IUP

   MAGISTER

   DOKTORAL

Desember 2021
S S R K J S M
 12345
6789101112
13141516171819
20212223242526
2728293031  
« Nov   Jan »
Universitas Gadjah Mada

DEPARTEMEN ILMU KOMUNIKASI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS GADJAH MADA
Jl. Sosio Yustisia No.1, Bulaksumur, Yogyakarta 55281, Indonesia
E: fisipol@ugm.ac.id
P: +62(274) 563362
F: +62(274) 551753

TENTANG DIKOM

Sekapur Sirih Visi dan Misi Sejarah Struktur Departemen Staff

PROGRAM STUDI

Reguler IUP Magister Doktoral

AKTIVITAS

Karya Mahasiswa Korps Mahasiswa BSO Ajisaka

UNIT PENDUKUNG

Laboratorium Pusat Kajian Decode JMKI Jaminan Mutu

© 2020 | DEPARTEMEN ILMU KOMUNIKASI - UGM

KEBIJAKAN PRIVASI/PRIVACY POLICY