Pandemi Covid-19 (Coronavirus Disease 2019) melanda seluruh dunia sejak awal tahun 2020 lalu. Covid-19 sendiri terjadi akibat infeksi virus korona yang menyerang sistem pernapasan manusia. Gejala awal infeksi virus korona ini hampir sama dengan flu biasa, yaitu batuk, demam, pilek, dan sakit tenggorokan. Pandemi ini bermula di Kota Wuhan, Cina pada akhir tahun 2019 sebelum akhirnya menyebar ke negara lain.
Harian Kompas (18 April 2020) memberitakan rangkuman peristiwa pertama Covid-19. Di luar Cina, kasus positif Covid-19 pertama terjadi di Thailand pada 13 Januari 2020. Disusul Prancis dan Australia pada 25 Januari 2020. Uni Emirat Arab menjadi negara di kawasan Timur Tengah pertama yang mengkonfirmasi kasus positif pada 29 Januari 2020. Selanjutnya, pandemi Covid-19 mulai merambah Benua Afrika dengan ditemukannya kasus positif di Mesir pada 14 Februari 2020. Sebelas hari berselang, negara di Benua Afrika lainnya yaitu Aljazair melaporkan kasus Covid-19 pertamanya.
Sementara itu, kemunculan kasus positif Covid-19 pertama di Thailand tidak membuat pemerintah bersiap dan mengambil langkah antisipatif bilamana pandemi tersebut menular hingga ke Indonesia. Padahal, seperti kita ketahui bersama, Thailand merupakan negara tetangga yang mempunyai letak cukup dekat dengan Indonesia. Menurut Direktur Center untuk Media LP3ES, Wijayanto, seperti yang dikutip Detik.com (6 April 2020), Pemerintah Indonesia cenderung menyangkal, bahkan terkesan menolak peringatan – peringatan tentang bahaya virus korona dari lembaga – lembaga dunia. Hal ini terlihat dari pernyataan – pernyataan kontroversial dari beberapa pejabat pemerintahan.
Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto cenderung denial saat menanggapi rekomendasi Universitas Harvard pada 11 Februari lalu yang menyatakan virus korona seharusnya sudah masuk ke Indonesia. Hal senada juga diungkapkan Mahfud M.D. melalui kelakarnya di media sosial yang mengatakan bahwa Covid tidak sampai ke Indonesia karena perizinannya berbelit – belit (Wijayanto, Detik.com, 6 April 2020). Selain itu, pemerintah juga malah menganggarkan 72 miliar rupiah untuk membayar jasa influencer dan promosi media demi menggenjot pariwisata Indonesia yang lesu akibat penyebaran pandemi Covid-19 (Kompas.com, 2 September 2020). Hal ini langsung menuai reaksi negatif dari masyarakat. Pemerintah dianggap tidak serius dalam mencegah pandemi Covid-19 karena malah membuka akses untuk masuk ke Indonesia disaat banyak negara yang sudah menutup akses untuk wisatawan asing demi mencegah penularan virus korona.
Pemerintah baru tanggap dalam menangani pandemi Covid-19 saat ditemukannya kasus positif Covid-19 pertama di Indonesia pada 2 Maret 2020. Melalui juru bicara pemerintah untuk penanganan wabah corona, Achmad Yurianto, pemerintah melakukan update reguler tentang perkembangan virus korona di Indonesia. Selain Ahmad Yurianto, dalam konferensi pers tersebut juga terselip beberapa keterangan dari tokoh masyarakat dan orang – orang atau pihak yang berwenang memberikan informasi. Hal ini perlu kita apresiasi menilik buruknya komunikasi krisis yang dilakukan pemerintah sebelum adanya kasus positif Covid-19 di Indonesia.
Sayangnya, komunikasi krisis yang dilakukan pemerintah dinilai tidak cukup baik. Ini terlihat dari banyaknya masyarakat yang menganggap remeh pandemi Covid-19 dan tidak menerapkan protokol kesehatan. Keadaan ini disinyalir merupakan buntut dari pernyataan – pernyataan kontroversial para pejabat pemerintahan yang pada awal pandemi mengeluarkan statement yang terkesan menyepelekan bahaya virus korona. Masyarakat yang awam akan bahaya Covid-19 pun akhirnya banyak yang tergiring opininya dan ikut berpendapat sama. Hal ini diperparah dengan banyaknya hoaks dan teori – teori konspirasi yang berkembang.
Selain itu, ada kesangsian terhadap data jumlah kasus yang disampaikan pemerintah dari hari ke hari. Sikap pemerintah yang terkesan menutup – nutupi jumlah pasien positif Covid-19 menjadi andil besar dalam hal ini. Akibatnya banyak masyarakat yang menuntut transparansi data. Menurut pakar komunikasi massa dari Universitas Gadjah Mada (UGM), Gilang Desti Parahita, seperti yang dilansir Katadata (23 Juni 2020) mungkin pemerintah ingin menghindari kepanikan, namun sense of crisis-nya lemah sehingga maksudnya tidak tersampaikan dengan baik.
Pada awal terjadinya pandemi, masyarakat juga sempat kebingungan akibat adanya kebijakan yang tidak sinkron antara pemerintah pusat dan daerah. Contohnya saat itu kita sempat dihebohkan dengan beberapa pemerintah daerah yang memberlakukan karantina wilayah (lockdown) untuk daerahnya masing – masing. Sementara itu, pemerintah pusat melalui Presiden Jokowi mengemukakan bahwa kebijakan karantina wilayah (lockdown) baik di tingkat nasional maupun daerah adalah kewenangan pemerintah pusat dan tidak boleh diambil pemerintah daerah (CNN Indonesia, 28 Maret 2020). Selain itu, komunikasi krisis yang dilakukan pemerintah juga dinilai tidak efektif karena menggunakan ragam istilah asing yang sulit dipahami masyarakat awam.
Dari pernyataan – pernyataan di atas dapat kita simpulkan bahwa komunikasi krisis yang dilakukan pemerintah dalam menghadapi pandemi Covid-19 bisa dikatakan tidak cukup baik. Hal ini terlihat dari adanya kebijakan yang tidak sinkron antara pemerintah pusat dan daerah, pernyataan para pejabat yang terkesan menyepelekan bahaya Covid-19, hingga tidak adanya transparansi data tentang jumlah pasien positif Covid-19. Atas dasar itu, perlu adanya perbaikan mengenai komunikasi krisis yang dilakukan pemerintah dalam menangani pandemi Covid-19.
Referensi
Baskara, Bima. (2020, April 18). Rangkaian Peristiwa Pertama Covid-19. Kompas.id. Diakses dari https://bebas.kompas.id/baca/riset/2020/04/18/rangkaian-peristiwa-pertama-covid-19/
Bayu, Dimas Jarot. (2020, Juni 23). Komunikasi Krisis Pemerintah Menangani Pandemi Corona dinilai Buruk. Katadata. Diakses dari https://katadata.co.id/agungjatmiko/berita/5ef1e78ac2977/komunikasi-krisis-pemerintah-menangani-pandemi-corona-dinilai-buruk
Hakim, Rakhmat Nur. (2020, September 2). Kilas Balik 6 Bulan Covid-19: Pernyataan Kontroversial Pejabat soal Virus Corona. Kompas.com. Diakses dari https://nasional.kompas.com/read/2020/09/02/09285111/kilas-balik-6-bulan-covid-19-pernyataan-kontroversial-pejabat-soal-virus?page=all
Lockdown Daerah, Simbol Karut – marut Penanganan Corona. (2020, Maret 28). CNN Indonesia. Diakses dari
Mawardi, Isal. (2020, April 6). Ini Daftar 37 Pernyataan Blunder Pemerintah Soal Corona Versi LP3ES. Detik.com. Diakses dari https://news.detik.com/berita/d-4967416/ini-daftar-37-pernyataan-blunder-pemerintah-soal-corona-versi-lp3es/3
Penulis: Firyal | Mahasiswa S1 Reguler-Angkatan 2020