Yogyakarta, 20 September 2024 – Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIPOL) Universitas Gadjah Mada (UGM) menggelar pidato dan seminar Dies Natalis ke-69 pada Kamis, 19 September 2024, di Auditorium Lt. 4 FISIPOL UGM. Acara dimulai pukul 08.00 WIB dan dihadiri oleh civitas akademika serta masyarakat umum. Seminar ini mengusung tema “Gerakan Politik Kewarganegaraan Kampus untuk Merespons Regresi Demokrasi, Disrupsi Digital, dan Krisis Ekologi.”
Acara diawali dengan menyanyikan lagu Indonesia Raya versi tiga stanza, dilanjutkan Mars Gadjah Mada. Dekan FISIPOL UGM, Dr. Wawan Mas’udi, dalam sambutannya menekankan pentingnya tanggung jawab sejarah dalam menjaga reformasi dan demokrasi yang sedang mengalami tantangan. Beliau juga menggarisbawahi perlunya refleksi atas perubahan politik dan tata kelola pemerintahan, serta bagaimana demokrasi yang diperjuangkan tengah menghadapi kontraksi dan dilema.
Rektor UGM, Prof. dr. Ova Emilia, M.Med.Ed., Sp.OG(K), Ph.D., juga memberikan sambutan, menekankan bahwa kehadiran para narasumber mencerminkan peran kampus sebagai ruang publik demokrasi. Beliau menyoroti perkembangan teknologi digital yang dapat membuka partisipasi masyarakat, namun tetap harus menjaga prinsip moral demokrasi agar tidak menjadi kontraproduktif. Beliau juga mengapresiasi peningkatan jumlah mahasiswa pascasarjana di FISIPOL sebanyak 30% dan mengucapkan Dirgahayu FISIPOL UGM. Acara kemudian dilanjutkan dengan sesi foto bersama para tamu undangan.
Prof. Dr. Suharko, S.Sos., M.Si., Guru Besar Departemen Sosiologi UGM, menyampaikan pidato bertajuk “Urgensi Menavigasi Prakarsa-Prakarsa Universitas dalam Merespons Poli Krisis dan Mempromosikan Demokrasi Inklusif” pada acara Dies Natalis ke-69 FISIPOL UGM. Dalam pidatonya, Suharko menyoroti bahwa setelah berhasil melewati pandemi global Covid-19, dunia kini menghadapi ancaman baru, mulai dari risiko resesi akibat konflik dunia, hingga regresi demokrasi yang mendalam, serta disrupsi sosial dan cuaca ekstrem sebagai bagian dari krisis ekologi global.
Prof. Dr. Suharko menyoroti empat isu utama dalam pidatonya. Pertama, ia menegaskan bahwa dalam lima tahun terakhir, krisis demokrasi semakin mencolok, dengan lembaga-lembaga yang seharusnya menjaga demokrasi malah melakukan manuver politik dan hukum yang bertentangan dengan prinsip-prinsip demokrasi. Kedua, ia mengingatkan bahwa meskipun disrupsi teknologi sering dipuji, perkembangan digital tidak terjadi dalam konteks yang netral, melainkan sarat dengan kepentingan dan tantangan. Ketiga, Suharko mengajak refleksi mengenai kerusakan lingkungan, mempertanyakan apakah bencana ekologi adalah harga yang layak untuk mencapai kemakmuran ekonomi. Keempat, ia menyoroti penurunan kesejahteraan ekonomi, terutama di kalangan pekerja dan kelompok masyarakat miskin ekstrem.
Acara berlanjut dengan seminar bertajuk “Gerakan Politik Kewargaan Kampus untuk Merespons Regresi Demokrasi, Disrupsi Digital, dan Krisis Ekologi,” yang dipandu oleh Milda Longgeita Pinem, Ph.D., Dosen Departemen PSdK UGM. Seminar ini menghadirkan sejumlah narasumber ahli, termasuk Politisi PDI-P dan Anggota DPR RI Dr. Rieke Diah Pitaloka, S.S., Akademisi dan Pakar Hukum Tata Negara dari STH Indonesia Jentera Bivitri Susanti, serta Dosen Departemen Sosiologi UGM Dr. Arie Sujito, S.Sos., M.A.
Diskusi dalam seminar ini membahas tiga isu utama yang dihadapi Indonesia, yaitu kompleksitas regresi demokrasi, disrupsi digital, dan krisis ekologi. Selain itu, juga dibahas krisis konstitusional yang muncul akibat regresi demokrasi, serta strategi-strategi yang diperlukan untuk memperkuat gerakan politik kewargaan yang berawal dari kampus.
Penulis: Anathalia Meyskina Pangestu