Diskoma Edisi #4 “Komunikasi Krisis Institusi Polri: Pasca Insiden Penembakan Brigadir J”
Jumat, 21 Oktober 2022
Program studi Magister Ilmu Komunikasi Universitas Gadjah Mada mengadakan Diskusi Komunikasi UGM (Diskoma UGM) edisi keempat mengenai Komunikasi Krisis Institusi Polri : Pasca Insiden Penembakan Brigadir J. Acara dimulai pada Jumat, 21 Oktober pukul 14.00 – 16.00 melalui aplikasi Zoom. Pada diskusi ini, hadir tiga pembicara yaitu Dosen Magister Ilmu Komunikasi UGM, Dr. Muhammad Sulhan, M.Si, Mahasiswa Magister Ilmu Komunikasi UGM, Iqbal Khatami, S.Ikom, dan Ketua Indonesia Police Watch, Sugeng Teguh Santoso, S.H.
Presentasi diawali dengan penyampaian hasil riset mengenai Elaborasi Komunikasi Krisis Polri : Pendekatan Situasional Crisis Communication Theory pada kasus Penembakan Brigadir J yang dibawakan oleh Harya Rifki Pratama selaku Mahasiswa Magister Ilmu Komunikasi UGM. Presentasi mengangkat dari strategi pihak polri dalam media sosial didominasi dengan justification dan ingrediation. Selanjutnya evaluasi komunikasi krisis Polri dengan menghargai peran komunikasi sebagai alat manajemen selanjutnya fokus pada kebaikan publik daripada menghasilkan keuntungan kelompok dan mencerminkan lingkungan politik di sektor publik.
Diskusi yang dimoderatori oleh Deska Damayanti, S.Ikom diawali oleh Dr. Muhammad Sulhan, M.Si yang melihat kondisi krisis dari sudut pandang ‘Smoldering Crisis’. Beliau menawarkan definisi krisis dari W.T. Coombs bahwa krisis selalu dilihat sebagai sebuah permainan persepsi yang beriringan dengan ekspektasi. “Jadi bagaimana harapan, keinginan, gambaran, pemenuhan keinginan, yang mengacu pada proses perseptual yang ada di pikiran orang di luar organisasi. Dalam bahasa sederhananya, apapun yang dilakukan organisasi jika ia tidak mampu membalik persepsi itu, maka itu akan menjadi kekuatan yang sia-sia”, ucapnya.
Selain itu, beliau menjelaskan tentang tiga jenis besar klasifikasi krisis, yaitu krisis material atau Crisis of the physical world, Crisis of the human climate yang berkaitan dengan logika kepentingan politis lewat kelompok penekan, dan Crisis attributable to management failure yang berkaitan dengan bagaimana manajemen menjadi fokus dalam situasi krisis. Ia juga menjelaskan bahwa institusi yang memberikan pelayanan kepada publik selalu terdapat jurang harapan publik kepadanya.
“Tugas Polri dalam konteks ini seperti yang diamanatkan dalam UU Nomor 2 Tahun 2002, yaitu penegakan hukum, perlindungan, pengayoman dan pelayanan masyarakat. Ini yang terpatri luar biasa. Elemen-elemen ini akan terus dikritisi sepanjang proses institusi ini bergerak. Logicnya tentu saja, eskpektasi tadi, harapan tadi selalu berkaitan kepada fungsi negara yang mendasar, yaitu to protect the people; to save the life; to make rule of law. Jadi bisa dibayangkan ekspektasi seperti apa yang dikecewakan dengan harapan seperti itu”, jelasnya.
Selanjutnya dari Mahasiswa Magister Ilmu Komunikasi UGM, Muhammad Iqbal Khatami, S.Ikom yang mengemukakan hasil riset tentang Banjir Informasi Dalam Krisis dan Drama Politik Kasus Penembakan Brigadir J. Iqbal menyatakan dalam sebulan terakhir semenjak kasus penembakan Brigadir J kepercayaan publik terhadap Polri menurun karena tidak lepas dari inkonsistensi distribusi isu sedari bergulir hingga saat ini ditambah isu terkait yang menyertainya.
Tak hanya itu, isu dan dinamika politik yang bergulir memperberat tantangan krisis Polri. Krisis yang menyebabkan perubahan mendasar secara tiba-tiba yang membuat komunitas politik diorganisir sebagai bentuk adaptasi terhadap ancaman. Ancaman arus informasi yang dapat dihindarkan mengakibatkan komunikasi publik yang kacau dan perekayasaan di awal kasus.
Iqbal juga menjelaskan bahwa distribusi pemberitaan kasus FS mengalami puncak tertinggi pada tanggal 28 September karena perkembangan berkas perkara dan penetapan tersangka Ferdy Sambo, dan terjadi penurunan tajam pada bulan Oktober karena adanya pemberitaan isu-isu politik lainnya. Dalam pemberitaan kasus FS, pemberitaan banjir dengan informasi negatif dan sedikit berdampak pada persepsi publik terhadap Polri. Selanjutnya ada trending Tiktok dengan sound Dj Goreng-Goreng yang dipadukan dengan video memparodikan gaya Ferdy Sambo berjalan yang merepresentasikan citra Sambo yang berwibawa.
Presentasi terakhir yang dibawa oleh Ketua Indonesia Police Watch, Sugeng Teguh Susanto, S.H. yang menyatakan bahwa kasus FS diawali dengan adanya Nyonya PC yang menghasut Sambo dan berujung dengan pembunuhan Brigadir J. Selain itu, Sambo merekayasa kasus dengan membohongi banyak lembaga diantaranya Kapolri, Komnas HAM, Komnas Perempuan, dan DPR. Indonesia Police Watch membuat pernyataan diantaranya yaitu mencari tim harta, menonaktifkan Sambo, Obrastion of Justice, otopsi ulang, menjadikan Sambo dan istrinya sebagai tersangka.
IPW menganalisis dengan sistem peradilan pidana dengan menghasilkan analisis respon percaya dan analisis respon tidak percaya. Pada analisis respon percaya menyatakan sumber Sambo yang wibawa, kuasa, dan jabatan terpercaya. Beliau juga menjelaskan bahwa terdapat adanya prakondisi masif, peredaran uang dan relasi kuasa. Dalam analisis respon tidak percaya, terdapat beberapa kejanggalan, diantaranya pelaku kejahatan diotopsi, TKP yang tidak diberi police line, lima tembakan di tubuh Brigadir J, serta peti mati yang tidak boleh dibuka kepada pihak keluarga karena adanya larangan dari pihak polisi.
Pemaparan yang dibawa oleh tiga narasumber kemudian dilanjut dengan sesi tanya jawab oleh penanya yang berlangsung hangat. Diskusi diakhiri dengan pemberian sertifikat kepada narasumber dan sesi foto bersama.