Berkaitan dengan tahapan pendaftaran ulang mahasiswa untuk semua program baik diploma, sarjana, profesi dan pascasarjana, informasi pendaftaran ulang lebih lengkapnya bisa diakses di tautan berikut:
Dear readers,
Jurnal Media dan Komunikasi Indonesia has just published its latest issue at https://jurnal.ugm.ac.id/jmki. We invite you to review the Table of Contents here and then visit our website to check out the articles. You may also submit your quality papers to be published in our next issue through our online submission system.
Vol 1, No 1 (2020): March
Table of Contents
https://jurnal.ugm.ac.id/jmki/issue/viewIssue/4013/pdf_2
Articles:
- Liga Seluler: pergeseran olahraga elektronik ke peranti seluler di Indonesia.
Haryo P Jiwandono, Edeliya Relanika Purwandi
https://jurnal.ugm.ac.id/jmki/article/view/51164
- Penolakan NYIA dalam Dinding Kota (Analisis Geo-Semiotik pada Jembatan Amarta Yogyakarta)
Bagus Ajy Waskyto Sugiyanto, Latifa Zahra
https://jurnal.ugm.ac.id/jmki/article/view/51193
- Transportation Imagery Model dalam Studi Persuasi Narasi
Sri Wijayanti
https://jurnal.ugm.ac.id/jmki/article/view/51252
- Audiens Milenial dan Iklan Viral: Kajian Daya Tarik Iklan #KerenLahirBatin terhadap Brand Image Ramayana Department Store
Hasna Nur Lina, Lidwina Mutia S
https://jurnal.ugm.ac.id/jmki/article/view/51311
- Menakar Hubungan Organisasi dan Publik di Media Baru (Analisis Isi Corporate Tweets Industri Perbankan, Otomotif, dan Telekomunikasi)
Syaifa Tania
https://jurnal.ugm.ac.id/jmki/article/view/51114
Apa yang terlintas di benak Sobat Dikom saat mendengar kata “pasar tradisional”? Murah? Ramai? Kurang higienis? Kotor? Ya, beberapa kata tersebut seringkali distigmakan pada pasar tradisional. Hal inilah yang membuat tiga pembicara di Ngopi #4 (Minggu, 5 Juli 2020) berinisiatif untuk melakukan re-branding pasar tradisional menjadi pasar rakyat. Mengapa demikian?
Pasar tradisional, selain mendapatkan stigma dari masyarakat, juga harus menghadapi banyak problem mendasar. Beberapa di antaranya adalah kurangnya kualitas SDM, keberadaannya yang tergeser oleh ekspansi pusat perbelanjaan dan toko modern, revitalisasi yang ternyata hanya sekadar renovasi, hingga kurang terlibatnya pedagang untuk menghidupkan kelembagaan pasar. Rebranding “pasar tradisional” menjadi “pasar rakyat” diharapkan mampu menghadirkan kebaruan image di masyarakat, yang tentu saja harus diiringi dengan inovasi baik dari segi transaksi jual beli maupun kelembagaan. Selain itu, adanya pandemi Covid-19 semakin membuat problem yang dimiliki oleh “pasar tradisional” bertambah, yakni dengan besarnya potensi penyebaran dan kasus positif Covid-19 yang muncul di pasar. Namun, Mas Hempri Suyatna (dosen Departemen Pembangunan Sosial dan Kesejahteraan/PSdK UGM) justru melihat beberapa potensi, tantangan, dan peluang yang muncul karena adanya pandemi. Pasar rakyat, sebagai sumber kebutuhan pangan sehari-hari yang harganya murah, tentu tetap mampu bertahan bila berinovasi dan beradaptasi dengan kondisi. Sistem belanja daring (online) maupun perombakan aktivitas dengan protokol kesehatan, merupakan dua model inovasi yang paling layak untuk diterapkan.
Mbak Rindu Sanubari Mashita Firdaus (peneliti Pusat Studi Ekonomi Kerakyatan UGM) turut menambahkan bahwa pelembagaan pasar juga perlu dibangun seiring dengan rebranding menjadi pasar rakyat. Pelembagaan yang dimaksud adalah pelibatan pedagang pasar untuk membuat keputusan, termasuk dalam pengelolaan fasilitas dan keuangan pasar. Koperasi juga akan kembali dihidupkan sebagai pengelola keuangannya. Pelembagaan pasar menjadi sangat penting bagi kekuatan pasar, sebab selama ini pedagang cenderung hanya “manut” pada arahan pemerintah, yang belum tentu menguntungkan bagi pasar dan para pedagang. Cara paling tepat untuk mengetahui sistem pelembagaan yang baik adalah dengan melakukan observasi, apakah ada early-adopter sistem pelembagaan yang bisa dicontoh atau tidak.
Pemaparan terakhir datang dari Mbak Acniah Damayanti (dosen Departemen Ilmu Komunikasi UGM) yang menceritakan tentang inovasi Pasar Sambilegi yang beliau inisiasi bersama dua pembicara Ngopi lainnya. Inovasi yang dibuat adalah digitalisasi pasar rakyat ke dalam bentuk aplikasi. Keunggulannya, selain meningkatkan efisiensi proses transaksi, juga memberdayakan pedagang dan menghidupkan kembali paguyuban. Upaya-upaya komunikasi pun dilakukan untuk mencapai target market, yang harapannya dapat meluas ke kaum muda yang lebih banyak berada di ranah digital, untuk turut berbelanja dan memberdayakan pedagang Pasar Rakyat Sambilegi. Inisiatif yang sangat impactful ya, Sobat Dikom!
Aplikasi Pasar Sambilegi masih akan terus dibenahi dan diperbaharui demi meningkatkan kualitas layanan dan kemudahan aksesnya. Ke depannya, semoga semakin banyak aplikasi serupa ya, Sobat Dikom. Sampai jumpa di diskusi Ngopi berikutnya!
Mahasiswa Departemen Ilmu Komunikasi (DIKOM) UGM kembali meraih juara dalam lomba Communication Award yang diadakan oleh Universitas Muhammadiyah Yogyakarta pada 9-12 Desember 2017. Intan P. Arum dan Dinul Fikri (mahasiswa Ilmu Komunikasi angkatan 2015) berhasil menjadi juara 1 dalam mata lomba Integrated Campaign. Keduanya merupakan perwakilan dari salah satu Badan Semi Otonom (BSO) milik Dikom UGM yang berkonsetrasi pada bidang periklanan, yaitu Deadline. Selain itu, pada mata lomba CSR Program, mahasiswa DIKOM UGM angkatan 2014 juga turut mendominasi, yaitu dengan tim Owlie (Riki Dwi Kurnia, Yemima Dwi Kurnia dan Windy Permata) dan Persephone (Hidayah Yulia Rahmah, Herning Meiana dan Zara Aulya) yang berturut-turut menjadi juara kedua dan ketiga.
Dalam mata lomba Integrated Campaign, peserta ditugaskan untuk membuat kampanye dengan tema kelakar, yang berfokus pada hak-hak anak. Brief pertama membahas mengenai penggunaan pada gadget pada anak. Peserta lomba ditantang untuk membuat kampanye agar orangtua mau memanfaatkan gadget untuk tumbuh kembang anak. Setelah itu akan dipilih lima finalis untuk mempresentasikan brief mereka di depan juri. Peserta kemudian mendapatkan brief kedua yang merupakan brief permintaan dari sponsor dan mempresentasikannya.
Tim Deadine sendiri memilih untuk membuat kampanye berjudul ‘Nutrisi Baik’. Kampanye ini digunakan dengan memanfaatkan waktu belanja dari orangtua. “Secara teknis, kita memberi fakta internet positif mengenai fresh food yang ada di supermarket. Jadi ketika memilih fresh food, orangtua dapat teredukasi dengan manfaat positifnya internet,” jelas Intan. Melalui kampanye ini, orangtua dapat merasakan manfaat internet sebagai nutrisi baik bagi si anak.
Departemen Ilmu Komunikasi (DIKOM) UGM mengadakan acara seminar bertajuk “Humas Pemerintah: Peluang dan Tantangan di Era Digital” pada Rabu, 29 November 2017. Kegiatan dimulai pukul 08.00 WIB hingga 12.00 WIB dan bertempat di Grand Ballroom Eastparc Hotel Yogyakarta dan dihadiri oleh sejumlah civitas akademika dari UGM. Acara ini menghadirkan Prof. Dr. Gati Gayatri, Dr. Suprawoto selaku Kepala Pusbang Literasi dan Profesi Kominfo, serta Drs. I Gusti Ngurah Putra selaku Dosen Departemen Ilmu Komunikasi UGM sebagai pembicara.
Acara ini dilatarbelakangi oleh kegelisahan mengenai humas pemerintah di Indonesia, di mana narasi yang membahas seputar pemerintah justru hampir tidak ada apabila dibandingkan dengan narasi yang dikembangkan oleh media-media swasta. Adapun pentingnya narasi dari humas pemerintah sendiri adalah sebagai jalan tengah ketika terdapat kebutuhan informasi pemerintah yang harus disampaikan kepada publik. Kebutuhan ini dianggap tidak dapat diakomodasi oleh media swasta, sehingga humas pemerintah memiliki peran penting untuk menangani permasalahan tersebut.
Seminar yang diadakan oleh DIKOM UGM ini mengakomodasi diskusi tentang permasalahan tersebut melalui format paparan yang disampaikan oleh pembicara, kemudian dilanjut dengan sesi tanya jawab. Haris Hananto Susilo, selaku salah satu peserta seminar, mengaku bahwa ekspektasinya terhadap acara ini telah terpenuhi. “Ekspektasiku supaya dapat informasi tentang humas pemerintah baik dari segi tantangan maupun peluangnya di era digital saat ini. Kurang lebih ekspektasi itu sudah terpenuhi,” tuturnya.
Sudah selayaknya bagi Departemen Ilmu Komunikasi (DIKOM) UGM untuk berbangga karena prestasi-prestasi yang selalu ditorehkan mahasiswanya. Kali ini kabar baik datang dari lima orang mahasiswa DIKOM UGM 2016, yaitu Hariz Ghifari (Ipal), Ashari Ariya (Bare), Shiela Mutia Larasati (Shiela), Achmad Farizi (Farizi), dan Hari Songko Tri Wibowo (Songko). Beberapa waktu yang lalu, mereka baru saja kembali ke Tanah Air setelah menerima penghargaan dari kompetisi PLURAL+ Youth Video Festival 2017 di New York, Amerika Serikat.
PLURAL+ Youth Video Festival sendiri merupakan kompetisi video yang berfokus mengenai isu migrasi, keragaman dan keterlibatan sosial. Ini adalah inisiatif bersama dari United Nations Alliance of Civilizations (UNAOC) dan International Organization for Migration (IOM – UN Migration Agency), yang didukung oleh organisasi mitra dari seluruh dunia.
Pada kompetisi tersebut, karya video yang diajukan oleh tim perwakilan Indonesia ini bertajuk “Child of All Nations” yang disutradarai oleh Ipal, ditulis oleh Bare, diproduseri oleh Shiela, lalu Farizi selaku music director, dan Songko sebagai line producer. Video tersebut mengangkat isu diskriminasi ras di Yogyakarta yang diwujudkan dalam bentuk fiksi yang menceritakan tentang tokoh Oki, seorang pemuda dari Papua Barat yang melanjutkan pendidikan di Yogyakarta.
Karya tersebut kemudian berhasil mengantar mereka menjadi pemenang untuk kategori usia 18-25 tahun. Adapun pemenang dari kategori usia 9-12 tahun dan 13-17 tahun datang dari video bertajuk “Eliminate Hate, Eliminate Borders” dari Mexico, dan “Aibek” dari Kazakhstan.
Ditemui di Taman Sansiro FISIPOL UGM pada Jumat (24/11) sore lalu, Ipal, Bare, Shiela dan Songko berkenan untuk berbagi pengalaman dan cerita seputar keterlibatan mereka pada kompetisi tersebut. Ipal dan Bare menuturkan bahwa latar belakang pemilihan isu yang diangkat di video tersebut berasal dari pengalaman pribadi. Mereka melihat bagaimana masyarakat Yogyakarta masih melekatkan stigma buruk pada orang-orang dengan ras dan daerah asal tertentu, khususnya pada masyarakat Papua. Berangkat dari pengalaman tersebut, mereka memutuskan untuk membuat video mengenai diskriminasi mahasiswa Papua di Yogyakarta.
Dilansir dari website resmi UNAOC, tahun ini PLURAL+ menerima lebih dari 320 video dari seluruh dunia. Adapun karya-karya yang diseleksi untuk mendapatkan penghargaan berjumlah sebanyak 27 video yang berasal dari Afghanistan, Bangladesh, Brasil, Kanada, Finlandia, India, Indonesia, Yordania, Kazakhstan, Meksiko, Nepal, Selandia Baru, Pakistan, Filipina, Polandia, Portugal, Spanyol, Afrika Selatan, Suriah, Turki, Inggris dan Amerika Serikat.
Pada proses penggarapan video “Child of All Nations”, hal ini diakui Ipal dan Bare tidak selalu berjalan lancar. Salah satu tantangan yang harus mereka hadapi adalah saat pemeran utama awal di video tersebut mendadak tidak dapat dihubungi saat hari H produksi. Hingga akhirnya muncul opsi agar Syauqie Halim, seorang teman satu kelas mereka, untuk menjadi pemeran utama. Akhirnya, penggarapan video berlanjut dengan lancar.
Kemudian, kabar gembira mengenai kemenangan tim tersebut dituturkan Ipal didapatkannya melalui email pada pukul dua belas malam. “Di sana (New York, red) kan masih pagi, sedangkan di sini sudah malam. Jadi aku dapat pemberitahuannya jam segitu,” terang Ipal.
Berkat pencapaian tersebut, pihak penyelenggara kompetisi mengundang salah satu perwakilan tim Ipal untuk menghadiri acara penghargaan yang bertempat di New York. Hal ini tentu kemudian memicu kebingungan dalam benak Ipal dan kawan-kawan. “Kalau melihat kesempatan yang seperti ini, kan sayang kalau yang berangkat hanya satu orang,” ujar Bare. Namun, tak berselang lama permasalahan tersebut terjawab dengan bantuan sponsor yang akhirnya dapat memberangkatkan lima orang tersebut sekaligus. Adapun sponsor yang dimaksud adalah Badan Ekonomi Kreatif Indonesia sebagai sponsor utama, serta terdapat juga bantuan dari pihak FISIPOL dan rektorat UGM.
Selama enam hari berada di New York, Ipal dan kawan-kawan telah memiliki beberapa agenda. Antara lain menghadiri acara penyerahan penghargaan di markas Perserikatan Bangsa-Bangsa di New York pada 9 November 2017, lalu dilanjut dengan diskusi panel yang diselenggarakan PLURAL+ pada 10 November 2017 yang bekerjasama dengan Paley Center for Media, UNICEF/Voices of Youth, dan Ghetto Film School.

Menurut Bare, melalui festival tersebut ia bertemu dengan banyak orang dan berkesempatan untuk mendiskusikan khususnya mengenai bidang audio visual di negara masing-masing. Lebih lanjut, ia juga merasa mendapatkan semangat baru dari pemenang-pemenang lainnya. “Selain itu, kita jadi bisa lihat banyak ‘warna’ di tempat lain. Soalnya kan kita biasa lihatnya di tempat yang itu-itu aja, ternyata kalau di luar mereka punya budaya yang beda,” tambah Shiela.
Setelah berhasil mendapat penghargaan dari PLURAL+ Youth Video Festival 2017, Ipal dan kawan-kawan mengaku masih ingin terus berkarya terutama di bidang audio visual. Shiela turut menambahkan, “Aku berharap bisa terus berkarya dan terus meningkatkan kualitas sampai se-entah-nya. Semoga kami bisa terus menyampaikan suara kami melalui karya sebagai mediumnya.”
Mahasiswa Departemen Ilmu Komunikasi UGM kembali menorehkan prestasi pada ajang bergengsi Epicentrum yang diadakan Universitas Padjajaran, Bandung, 13-16 November 2017. Epicentrum merupakan kompetisi ilmu komunikasi yang meliputi berbagai macam mata lomba, mulai dari mata lomba jurnalistik, iklan, public relation, hingga riset. Devi Ratnasari, Fina Nailur Rohmah, Atikah Az Zaidah, yang tergabung dalam tim Aksara berhasil meraih Gold atau terbilang juara pertama dalam mata lomba Research Mindedness, yang merupakan lomba riset. Tidak hanya itu, Hanif Mufadillah, Priscila Asoka Kenasri, dan Devi Ratnasari yang tergabung dalam tim Tepuk Tangan juga berhasil meraih Gold dan Best Presentation pada mata lomba OlymPRDay, lomba mengenai Public Relation (PR).
Research Mindedness terbagi menjadi dua brief yaitu brief pertama dan brief kedua. Pada brief pertama, tim ditantang untuk membuat proposal dan poster dengan tema bias gender pada kesempatan kerja di industri komunikasi. Tim Aksara memilih membahas mengenai beauty vlogger di Youtube yang dianggap sudah menjadi bagian dari industri kreatif. “Kami ingin melihat bagaimana stererotip orang-orang dalam melihat beuaty vlogger yang biasanya dilakukan oleh perempuan itu dilakukan oleh pria,” jelas Fina. Menurut Devi, hal ini karena bias gender tidak hanya terjadi pada perempuan, namun juga bisa terjadi pada laki-laki. Sementara itu, pada brief kedu tim diharuskan melakukan final presentation dan menampilkan video mengenai riset yang dilakukan.
Berbeda dengan Research Mindedness, OlymPRDay terbagi menjadi tiga brief. Brief pertama mengharuskan masing-masing anggota tim membuat esai mengenai literasi demokrasi. Pada brief pertama, tim membahas mengenai demokrasi digital di Indonesia. Pada brief kedua, tim ditantang untuk melakukan analisis situasi. Tim Tepuk Tangan mengambil kasus mengenai kebijakan registrasi sim card. Selanjutnya pada brief ketiga tim dituntut untuk membuat program terkait isu tersebut. Program yang dilakukan tim Tepuk Tangan berfokus pada bagaimana masyarakat bisa lebih memahami mengenai demokrasinya dengan berbagai strategi. “Salah satu startegi kita menggunakan I 4 Change, I 4 ini terdiri dari inform, influence, involve, issuance,” jelas Devi.
Devi yang saat ini berada di semester tiga perkuliahan tertarik mengikuti lomba public relation karena bidang ini merupakan peminatan yang ia pilih di kuliah. Devi mengaku sangat tidak menyangka bisa membawa pulang dua gelar juara sekaligus. Ia berharap untuk kedepannya ia dapat menjuarai ajang lomba komunikasi pada level nasional maupun internasional dan dapat menerapkan ilmu komunikasi secara lebih mendalam lagi. Fina sendiri juga tidak berharap banyak untuk bisa meraih gelar juara pertama. Mengikuti Epicentrum, bagi Fina merupakan keinginannya sejak dulu. “Harapan kedepannya bisa lebih baik dalam menganalisis,” ungkap Fina.
Rangkaian ketiga acara Diskusi Bulanan Komunikasi diadakan pada 2 November 2017 di ruang sidang Komunikasi UGM. Diskusi kali ini mengangkat tema Company Profile: Fakta, Orientasi, dan Strategi Public Relations dengan menghadirkan Jonathan Davin dan Amalia Belmika dari O2 Consulting sebagai pembicara. Kegiatan ini merupakan salah satu program kerja dari Korps Mahasiswa Komunikasi (KOMAKO) UGM.
Dalam diskusi, pembicara memaparkan berbagai hal yang perlu ditunjukkan sebagai seorang public relations (PR). Pembicara juga menjelaskan bahwa PR memiliki golden circle yang berfungsi untuk menarik perhatian klien. Poin-poin penting pada golden circle antara lain adalah Why, How dan What. Why berfungsi untuk menarik empati dari klien, How bertujuan untuk menunjukkan bahwa masalah dapat teratasi, dan What merupakan solusi dari masalah dengan memunculkan suatu produk. Selain itu, menurut Jonathan Davin, masyarakat jauh lebih tertarik kepada cerita dibanding data, sehingga PR harus membuat cerita yang menarik agar orang lebih mudah mengingatnya.
Acara ini dipadati oleh audiens yang berasal dari kalangan mahasiswa Ilmu Komunikasi UGM. Menurut Aisyah, selaku salah satu peserta diskusi, ia merasa mendapatkan ilmu baru. “Ekspektasiku tercapai, karena praktisinya sangat expert dan merupakan bagian dari perusahaan PR internasional,” ucap Aisyah. Di akhir acara, diskusi ditutup dengan sesi pertanyaan yang berjalan cukup aktif.
Ajang Insan Kreatif Mahasiswa Universitas Gadjah Mada (Ajisaka UGM) kembali digelar tahun ini. Rangkaian kompetisi Ajisaka UGM sudah dimulai sejak 28 Agustus-7 Oktober 2017 dengan acara puncaknya yang diadakan pada 27-28 Oktober 2017. Ajisaka UGM sendiri merupakan serangkaian acara kompetisi yang yang mewadahi mahasiswa Indonesia untuk mengembangkan potensi kreatif pada dirinya.. “Konsep Ajisaka UGM itu kompetisi, yang mempertemukan insan-insan kreatif mahasiswa komunikasi di satu wadah untuk belajar bersama,” ujar Benyamin Immanuel selaku ketua pelaksana. Menurut Benyamin, Ajisaka bertujuan untuk mempertumukan insan-insan komunikasi untuk menyelesaikan masalah, berbagi ilmu, dan membangun relasi.
Tahun ini, acara yang merupakan agenda tahunan Korps Mahasiswa Komunikasi (Komako) UGM ini mengusung tema besar “Society With Reason”. Tema ini diangkat mengingat maraknya hoax dan hate speech yang hadir di tengah-tengah dunia digital. Salah satu rangkaian acara yang merupakan perwujudan tema adalah kampanye Aksi Tutup Mulut yang dilakukan oleh panitia Ajisaka UGM yang merupakan ajakan bagi netizen untuk lebih berhati-hati dalam media sosial.
Ajisaka UGM memiliki empat mata lomba yaitu Pertempuran Humas Nusantara (Prahasta), Sayembara Dewa Pariwara (Sadewa), Kreasi Insan Sinema (Kresna), Ajang Citra Berjuta Warna (Arjuna). Setiap mata lomba memiliki tema khususnya masing-masing. Prahasta yang merupakan kompetisi public relation mengusung tema “Credence Within Netizen”, sedangkan Sadewa yang merupakan kompetisi iklan mengusung tema “Light of the Ages”. Kresna, kompetisi film, mengangkat tema “Off The Mask” dan terakhir Arjuna, kompetisi fotografi mengangkat tema “LiterAksi Visual”.
Rangkaian puncak yang digelar pada 27-28 Oktober 2017 dibuka dengan Candradimuka yang diisi berbagai workshop dan penjurian untuk setiap mata lomba. Setiap mata lomba mengikuti workshop masing-masing. Rangkaian pada hari kedua diisi dengan workshop oleh Dentsu Aegis Network dengan tema “Hybird Marketing Communication” dengan pembicara Janoe Arijanto (CEO Dentsu One), Wisna Satya Putra (Head of Isobar Indonesia), dan Raymond (Creative Director Dentsu Digital Division). Ajisaka UGM 2017 ditutup dengan Awarding Night yang diadakan di The Heritage, East Parc Hotel dengan tema “Warmth of Yogyakarta”.